Si Bungsu hanya menatap dengan melongo. Menatap bendera besar dengan gambar palu arit itu. Dia benar benar tak mengerti. Mei-mei tersenyum melihat kebingungannya. Dia duduk disebuah kursi, si Bungsu duduk di depannya. Si Bungsu masih dikuasai perasaan herannya. Kenapa gadis ini menolongnya, padahal bapaknya dia yang membunuh. Didepan matanya pula.
“Tentang Babah yang engkau bunuh, dia memang pantas mendapat hukuman seperti itu. Dia telah meracuni ayahku. Kemudian mengawini ibu. ibuku waktu itu hamil. Enam bu lan setelah mereka kawin, akupun lahir. Dia memerlukan uang untuk membiayai Partai Komunis di negeri ini. Dan dia juga memerlukan pengaruh serta pangkat untuk berkuasa. Untuk kedua maksud itu dia mempergunakan tubuhku. Aku tak berdaya melawan. Dia seorang ayah tiri yang berhati bengis. Yang suka memukul dan menyiksa orang. Ibuku meninggal dunia karena dia dikurung selama enam hari tanpa diberi makan. Peristiwa itu terjadi ketika aku berumur delapan tahun. ibu dikurung dan mati dalam kamar ini …”
Gadis cina itu kemudian menanggis isak mengingat jalan hidupnya yang teramat pahit. Si Bungsu hanya bisa mengucap perlahan. Lama gadis itu menangis, sampai akhirnya si Bungsu memegang bahunya.
“Tenanglah Mei-mei. Kurasa arwah ibumu sudah tenang di akhirat. Dendamnya telah kubalaskan”
“Ya, dendam ibu dan dendamku telah Koko balaskan. Terima kasih. Itulah sebabnya kenapa saya harus menyelamatkan Koko dari tangan Kempetai dua hari yang lalu…”
Si Bungsu terharu. Gadis itu memanggilnya dengan sebutan Koko. sebutan itu berarti abang dalam bahasa Indonesia. Sebagai sebutan terhadap adik perempuan adalah Moy-moy. Dia mengetahui itu dari beberapa temannya orang Tlonghoa yang jadi temannya dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun gadis ini telah ternoda hidupnya, namun itu bukan atas kehendaknya sendiri. Dia pegang bahu Mei-mei, dan berkata lembut :
“Tenanglah Moy-moy. Aku akan melindungimu dari orang orang yang berniat mengganggumu”
Mei-mei memang terdiam. Gadis cina yang cant ik ini, berwajah bundar berhidung mancung dengan mata yang hitam berkilat, hampir hampir tak percaya bahwa anak muda yang dipanggilnya dengan Koko itu balas memanggilnya dengan sebutan Moy-moy. Dan ketika dia yakin bahwa memang anak muda itu berkata demikian, dia lalu tegak dan tiba tiba mereka telah berpelukan.
“Terima kasih Koko, terima kasih …” isaknya.
Si Bungsu memang seperti mendapatkan seorang adik. Dia pernah merasakan kasih sayang seorang kakak yang kemudian mati diperkosa Saburo. Kini dia seperti mendapatkan kembali tempat menumpahkan sayang yang telah hilang itu. Akan halnya Mei-mei, gadis Tionghoa malang yang berusia tujuh belas tahun itu adalah anak tunggal yang hidupnya selalu teraniaya. Lelaki yang diharapkannya menjadi pelindungnya adalah ayah tirinya. Tetapi lelaki itu, si Babah gemuk komunis itu, ternyata telah menjualnya dari satu lelaki ke lelaki yang lain. Gadis yang tak pernah mendapatkan perlindungan dan kasih sayang itu kini ada dalam pelukan seorang pemuda Melayu yang telah membalaskan dendamnya, dan pemuda itu memanggilnya dengan sebutan adik, alangkah terlindungnya dia terasa.
“Apakah Koko akan pergi ke Batusangkar mencari Saburo ?” Mei-mei bertanya ketika mereka kembali ke ruangan pertama.
Si Bungsu menatapnya. “Kalau aku pergi, dengan siapa engkau tinggal di sini, Moy-moy?”
Gadis itu menunduk. Lama dia menatapjari jari tangannya. Kemudian ketika dia mengangkat kepala, si Bungsu melihat matanya basah. Gadis itu berkata perlahan :
“Di sini tak ada lagi orang tempatku berlindung. Kalau aku tidak akan mendatangkan kesusahan bagi koko, aku ikut dengan koko. Kemanapun koko pergi …” Air mata lambat lambat membasahi pipinya. Nyata sekali suaranya adalah suara gadis yang dirundung sepi. Suara gadis yang amat butuh perlindungan dan kasih sayang. Suara seorang gadis yang mulai menginjak usia remaja, yang selalu ingin dekat dengan orang yang disayangi. Si Bungsu menarik nafas panjang. Dia benar benar menyayangi Mei-mei. Bukan karena gadis itu amat cant ik bukan pula karena gadis itu telah menolong nyawanya. Tapi gadis itu dia sayangi karena si gadis memang harus disayangi. Harus dilindungi. Dalam kasih sayang, perbedaan kulit dan asal usul tak pernah menjadi hambatan. Sebab rasa sayang muncul dari dalam tidak dipermukaan.
“Apakah ada familimu di Batusangkar ?” Mei-mei menggeleng.
“Di Bukittinggi?”
“Kalau di Bukittinggi ada. Adik jauh ibu. Tinggal di Kampung cina …”
Si Bungsu berfikir. Di akan mengantarkan gadis ini terlebih dahulu ke Bukittinggi. Di sana dia bisa tinggal di rumah saudara ibunya itu. Untuk dibawa kemana pergi memang akan menyusahkan. Bukan karena dia tak mau. Tapi yang akan dia hadapi adalah bahaya melulu. Dan dia tak mau membawa bawa Mei Mei kedalam bahaya. Nanti kalau urusannya dengan Saburo di Batusangkar selesai, dia akan menjeputnya ke Bukittinggi.
@
I. Tikam Samurai