Tikam Samurai - 55

“Baiklah. Kita akan pergi ke Bukittinggi bersama, kalau keadaan telah memungkinkan …”
“Terima kasih koko, terima kasih”
Mei-mei melompat memeluk si Bungsu. Dia sangat bahagia bisa pergi bersama anak muda itu. Belasan tahun dia hidup di rumah ini. Disekap tak boleh keluar. Dia hanya bisa keluar dikala Hari Raya Imlek. Itupun tidak bisa jauh jauh. Tugas berat selalu menantinya di rumah. Memuaskan nafsu perwira perwira Jepang. Kini dia bersumpah untuk meninggalkan semua pekerjaan laknat yang dipaksakan padanya itu. Dia akan tobat dan minta ampun pada Tuhan. Tapi mereka baru bisa meninggalkan rumah itu setelah masa dua minggu.
Sebab selama jangka waktu itu, Kempetai tetap mengawasi rumah tersebut dengan ketat. Mei-mei terpaksa minta bantuan pembantunya, seorang wanita Minang, untuk membelikan keperluan mereka kepasar. Dan suatu malam, yaitu di saat mereka sudah merasa pasti untuk bisa melarikan diri, mereka lalu keluar dalam hujan lebat. Dengan membayar cukup tinggi, mereka bisa menompang sebuah bus yang akan berangkat ke Padang. Bagi mereka soal uang tak jadi halangan. Uang judi yang dimenangkan oleh si Bungsu ternyata diselamatkan Mei-mei ketika dia membersihkan jejak si Bungsu sesat sebelum Kempetai mendobrak pintu. Selain itu, mereka juga berhasil menemukan simpanan uang dan perhiasan emas milik ayah tiri Mei-mei. Jumlahnya bisa membuat mereka jadi orang kaya. Uang itu didapat si Babah dari hasil judi, hasil menjadi mata mata untuk Belanda dan Jepang, dan hasil menjadi germo bagi beberapa perempuan di rumahnya itu. Termasuk diri Mei-mei.
Di dalam bus itu hanya ada beberapa lelaki dan tiga orang perempuan. Perempuan yang dua separo baya, yang satu lagi adalah Mei-mei. Selain ketiga perempuan itu, penompang yang lainnya adalah enam orang le laki. Dalam hujan lebat, bus itu melaju membelah jalan raya yang nampaknya seperti ular raksasa berwarna hitam. Memanjang dan meliuk liuk di tiap tikungan. Lima lelaki penompang bus itu tak pernah menoleh ke belakang ketempat si Bungsu dan Mei-mei. Mereka hanya memandang sekali, yaitu ketika naik tadi. Setelah itu, kelima lelaki itu tetap memandang kedepan dalam kebisuan. Namun si Bungsu yang telah hidup di rimba raya, yang kini memiliki indera yang amat tajam, dapat merasakan bahaya yang datang dari kelima lelaki itu. Meski lelaki lelaki itu berdiam diri saja, bahkan saling berbisikpun tidak. namun firasatnya yang tajam membisikkan akan adanya bahaya. Dia tetap diam. Sementara bus itu berlari sambil terguncang guncang karena jalan yang berlobang lobang. Dalam diamnya dia mulai membuat perhitungan. Kenapa kelima lelaki ini sampai berniat tak baik pada mereka. Apakah itu hanya hayalannya saja? Tidak. dia tak pernah dibohongi oleh firasatnya.
Nah, mungkin ada tiga sebab kenapa mereka ingin berbuat tak baik. Pertama mungkin melihat Mei-mei yang cantik. Dizaman Jepang berkuasa, hampir tak pernah orang melihat perempuan cantik berada di luar rumah. Nah, mungkinkah lelaki lelaki ini menginginkan tubuh Mei-mei? Atau barangkali mereka telah mencium bahwa di dalam bungkusan yang dia bawa tersimpan uang dan perhiasan emas yang nilainya amat tinggi? Atau barangkali juga mereka mengetahui, bahwa Mei-mei berasal dari rumah bordil dimana si Babah menjadi mata-mata. Karena itu mereka menduga bahwa Mei-mei adalah mata mata Jepang pula. Kalau dugaan terakhir ini benar, maka si Bungsu tak begitu khawatir. Sebab tentulah kelima lelaki itu dari pihak pejuang pejuang Indonesia. Atau para lelaki itu merasa curiga atas kehadiran mereka berdua, sepasang anak muda, yang satu cina dan yang satu Melayu?
Pikirannya masih belum rampung, ketika bus tiba tiba berhenti. Dari cahaya lampu bus, si Bungsu segera mengetahui, bahwa mereka tidak lagi berada pada jalan utama menuju Bukittinggi. Nampaknya sebentar ini ketika dia melamun, bus telah dibelokkan kesuatu jalan kecil dimana dia kini berhenti. Si Bungsu mulai merasa bahwa firasatnya tadi akan terbukti. Kelima lelaki itu turun satu demi satu. Akhirnya tinggal kedua perempuan separoh baya tadi, si Bungsu, sopir dan seorang lelaki yang bertubuh kurus dan Mei-mei.
“Turunlah sanak berdua sebentar” Seorang lelaki yang bertubuh kurus, saat akan turun berkata pada si Bungsu. si Bungsu menatap saat dia turun.
“Dimana kita sekarang ..?” si Bungsu bertanya pada sopir.
“Disinilah”, sopir itu menjawab seadanya.
Dari jawaban itu si Bungsu tahu, bahwa sopir bus berada dipihak kelima lelaki itu.
“Mengapa kami harus turun ?” si Bungsu bertanya pada si Kurus yang sudah menjejakkan kakinya di tanah.
“Turun sajalah kalau sanak mau selamat …”
Si Kurus itu berkata dengan suara kering serak. Mei-mei merapatkan duduknya pada si Bungsu. Tangannya memeluk tangan si Bungsu erat erat.
“Jangan turun koko ..jangan turun ..” gadis itu berbisik ketakutan.
“Diamlah Moy-moy …”
“Hei, waang yang ada di atas, turunlah bersama anak cina itu”
Tiba tiba terdengar bentakan dari bawah. Mei-mei makin mengeratkan pegangan tangannya pada si Bungsu.
“Kenapa kita tak terus saja ?” si Bungsu masih mencoba bertanya pada sopir.
“Lebih baik kau turun saja daripada tubuhmu dilanyau mereka ..” Sopir itu menjawab dingin.



@


Related Posts

Tikam Samurai - 55