4. Tak adanya perahasiaan mutlak di pihak pemberontak tentang apa yang hendak mereka lakukan, dan mereka malah mencari publisitas seluas-luasya tentang apa yang bakal mereka kerjakan. Demikian sebab-sebab kegagalan pemberontakan kaum kolonel dan kaum ekonom ini menurut Brian Crozier yang ditambahkannya pula, mereka kekurangan kekuatan dan dukungan rakyat, istimewa di Jawa, yang akan menjamin keberhasilan. Dan adalah perbuatan edan saat mereka memproklamirkan sebuah pemerintahan di bulan Februari 1958 di Padang. Dalam pada itu, menurut buku The Rebels ini, Presiden Soekarno tak bisa bebas dari tanggungjawabnya terhadap bangsa dan negara. Sesungguhnya pemberontakan PRRI/Permesta tak bakal terjadi jika ia berlaku sebagai negarawan yang mempunyai pandangan yang luas. Tapi ternyata dia tak mempunyainya dan tak mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menghindarkan pemberontakan itu. Soekarno bertanggungjawab pula atas memberi kesempatan amat luas bagi berkembangnya dengan pesat partai PKI.’’
Fabian berhenti bicara. Menatap pada si Bungsu. Kemudian melanjutkan perlahan:
‘’Soekarno, Presidenmu itu, terlalu memberi hati pada Komunis. Itu kesalahan utamanya. Sebaliknya dia justru amat curiga pada Angkatan Perangnya, terutama Angkatan Darat. Itu kesalahannya kedua. Padahal, Angkatan Darat yang setia padanya, dapat dia gunakan menjadi alat stabilisator.
Tapi sebaliknya, Angkatan Darat di negerimu, di bawah pimpinan Jenderal Nasution, terlalu lemah dalam menghadapi komunis.
Lemah dalam pengertian terlalu ikut memberi hati.
Padahal mereka, Komunis itu, telah menikam Angkatan Darat di Madiun pada Tahun 50. Banyak perwira TNI AD yang mereka bunuh. Seyogyanya, Angkatan Darat harus memerangi mereka habis-habisan. Namun negerimu adalah negeri yang aneh. Partai yang demikian jelas-jelas memerangi dan membunuhi sebuah angkatan, bisa hidup dan jadi besar bersama angkatan itu. Nah, kawan, itulah isi buku Brian Crozier ini. Apakah benar atau tidak, terserah engkau untuk menilainya. Kalau saja buku ini boleh beredar di Indonesia, barangkali akan besar manfaatnya sebagai kaca pembanding bagi pemimpin negerimu. Mungkin tak semua yang ditulis ini benar tapi bukankah orang luar bisa menilai lebih objektif, karena penulis buku ini tak terlibat langsung dalam sengketa dikedua pihak?’’
Si Bungsu tak memberikan komentar. Dia samasekali memang tak mengerti masalah politik. Segala yang dia dengar dan dia ketahui tentang negerinya lewat buku atau lewat ucapan Fabian di Singapura ini, hanya akan jadi sekedar pengetahuan saja. Lagipula dia tak tahu kapan dia akan kembali ke Indonesia. Entah akan kembali entah tidak.
Negeri yang akan dia turut amatlah jauhnya. Dallas, ibukota negara bahagian Texas di Amerika Serikat sana. Dia tak tahu dimana negeri itu. Asing dan jauh. Dia harus kesana. Dia harus menemukan Michiko.
Mereka menyelusup di antara pepohonan. Samar-samar, di seberang sana kelihatan kapal selam itu berada di bawah naungan pohon beringin. Kapal itu muncul di permukaan laut, geladaknya sama rata dengan air. Dua orang marinir kelihatan mondar mandir di atas geladak itu.
Menara komando kapal itu kelihatan mencuat ke atas. Fabian berjongkok. Sekurang-kurangnya ada sebuah keuntungan bagi mereka kini. Tongky yang ahli menyamar dan menyelusup itu berhasil mendapat informasi, bahwa seluruh awak kapal saat ini berada di Konsulat Belanda. Yang tinggal di kapal hanya lima orang. Yaitu seorang melayani radio, seorang di kamar mesin, seorang perwira jaga dan dua orang marinir yang kelihatan mondar mandir di geladak dengan senapan mesin di tangan.
Si Bungsu menyelusup cepat dari balik-balik pohon, dan ikut berjongkok dekat Fabian. Demikian pula Tongky. Mereka hanya bertiga di pantai ini. Hal itu disengaja, sebab jumlah yang banyak bisa menimbulkan risiko yang lebih besar. Dengan personil yang sedikit, kebebasan bergerak lebih terjamin. Dalam keseluruhan operasi ini, mereka hanya berempat orang. Seorang lagi, yaitu Miquel Sancos, keturunan Spanyol – Amerika Latin, bertugas mengawasi rumah diplomat Belanda dimana tengah dilangsungkan resepsi dengan awak kapal selam itu.
Miquel bertugas mengawasi dan melaporkan kalau-kalau ada diantara mereka yang tiba-tiba saja meninggalkan ruangan resepsi menuju ke daerah kapal. Hal mendadak begitu bisa saja terjadi. Sebab antara kapal selam dengan rumah diplomat itu dihubungkan dengan radio. Kalau orang di kapal merasa ada yang tak beres, ada bahaya mengancam, maka mereka bisa mengirim isyarat ke rumah sang diplomat. Dan orang-orang kapal itu akan segera meninggalkan rumah itu menuju kapal.
Bila itu terjadi, Miquel bertugas sendirian dengan cara apapun jua, mencegah orang-orang tersebut sampai ke kapal. Kalau tak bisa mencegah secara total, maka harus diusahakan sebuah ‘kecelakaan’ atau insiden untuk memperlambat mereka. Dan untuk keseluruhan operasi itu, baik yang di rumah si diplomat, maupun yang di kapal, telah disepakati untuk tak akan mengambil korban jiwa.
@
Tikam Samurai - V