Tikam Samurai - 175

Salju sudah menyelimuti bumi. Musim dingin bersalju ini akan berakhir pada bulan februari. Makin lama udara makin dingin menusuk. Semua orang menggenakan pakaian tebal yang terbuat dari bulu atau wool. Atau memakai kimono yang berlapis.
Bagi pendatang baru ke negeri ini, musim gugur dan musim dingin adalah musim yang paling menyiksa. Udara dingin benar-benar mencucuk ke tulang sum-sum.
Namun tidak demikian halnya dengan si Bungsu.
Kelaparan, pembantaian, udara dingin dan maut…ah dia telah melewatinyai semua.
Pembantaian mana yang tidak dia alami  selama dikampungnya? Bukankah tubuhnya penuh rajahan bekas dibantai Saburo ketika dia coba melarikan diri dari kampungnya sesaat setelah keluarganya dibantai perwira itu?
Bukankah jari jemarinya, dan tubuhnya juga dicencang oleh Kempetai di dalam terowongan rahasia di bawah Bukittinggi ketika dia ditangkap bersama seorang pejuang bawah tanah di kota itu?
Kelaparan dan udara dingin mana pula yang tak dia rasakan ketika bertarak di gunung Sago dahulu?
Memang tak ada salju disana. Tapi dinginnya udara bila musim hujan atau malam hari, lebih parah dari pada selusin musim salju.
Apalagi keadaannya waktu itu dalam sakit parah. Dan saat itu bukankah dia juga harus mempertahankan hidupnya dari dicabik-cabik binatang buas yang berkuasa mutlak di gunung yang tak pernah dijamah manusia itu?
Ternyata dia turun dari gunung itu dalam keadaan hidup. Justru itulah musim dingin di Jepang ini tak ada pengaruh terhadap dirinya.
Selain dirinya telah terlatih hidup dalam kesulitan yang paling parah sekalipun, dia juga menguasai ilmu pernafasan Silat Tuo yang diajarkan ayahnya dahulu. Dia memang tak mengerti silat, tapi cara pernafasannya dia kuasai setelah berlatih sendiri di gunung Sago.
Dia berlatih dengan mengingat-ingat petunjuk ayahnya dahulu. Berkat keras hati, dia ternyata berhasil. Dan ilmu pernafasan itu ternyata sangat membantu dalam cuaca dingin begini.
Orang Jepang juga memiliki ilmu pernafasan yang bagus dalam ilmu beladirinya. Ilmu pernafasan itu bernama San Chin. Tapi ilmu pernafasan beladiri Jepang ini tak sebaik ilmu pernafasan Silek tuo yang diturunkan ayahnya.
Ilmu pernafasan San Chin hanyalah mengatur pernafasan agar tak cepat lelah. Agar kekuatan bisa disimpan dan digunakan secara efisien.
Sementara ilmu pernafasan Silek Tuo, selain berfungsi sama dengan San Chin, juga berfungsi untuk mempercepat aliran darah. Mempercepat aliran darah berarti membangkitkan daya bakar dalam tubuh. Membangkitkan daya bakar dalam tubuh berarti suatu pemanasan dari dalam.
Dengan mengatur pernafasan mengikuti petunjuk Silek tuo, tubuhnya bisa bertahan tetap panas dalam dingin dipenuhi salju itu!
Dan kini dimusim dingin bersalju ini, dimalam yang sepi, dia duduk diam mematung di atas batu layah dibelakang rumah.
Duduk dengan dada telanjang. Memejamkan mata. Membusungkan dada. Menghirup nafas panjang sekali. Lagi dan lagi. Sampai dadanya menggelembung dipenuhi udara. Kemudian dia keluarkan sedikit demi sedikit. Dia tahan separoh. Dia tarik lagi penuh-penuh.
Demikian dia lakukan dengan teratur dan dengan tekun. Dan tubuhnya berpeluh. Tubuh atasnya yang telanjang berpeluh dalam siraman gerimis salju. Dan perlahan kelihatan asap tipis mengepul dari tubuhnya. Asap tipis yang berasal dari salju yang menguap begitu menyentuh tubuhnya yang berpeluh.
Benar-benar latihan pernafasan yang amat sempurna. Tanpa dia sadari, ada dua pasang mata yang diam-diam memperhatikan latihannya ditengah malam buta itu.
Yang pertama adalah mata Kenji. Pemuda ini makin hari makin ingin tahu, untuk apa si Bungsu datang ke negerinya. Dia merasa ada seseorang yang dicari anak muda itu. Seseorang yang ingin dia temui untuk bunuh. Dia melihat dendam yang alangkah dahsyatnya terpendam dibalik matanya yang tenang dan sayu.
Anak muda ini datang untuk membalas dendam. Dan pastilah dendam terhadap seorang tentara Jepang yang telah mencelakai keluarganya. Demikian pikiran Kenji terhadap sahabatnya ini.
Dia sudah merasa bersaudara dengan orang Indonesia yang satu ini. Dan dia merasa kagum akan ketahanan tubuh dan latihan khas yang dilakukan anak muda itu. Diam-diam dia memperhatikan terus latihan si Bungsu dari kamarnya. Orang kedua yang memperhatikannya adalah Hannako. Adik Kenji. Gadis ini mata berhutang budi pada pertolongan yang diberikan si Bungsu.
Dan tanpa dapat dia cegah, diam-diam dia harus tunduk pada takdir, bahwa dia mencintai pemuda asing ini. Sikapnya yang pendiam, sikapnya yang jujur, rendah hati dan lemah lembut membuat hati Hannako benar-benar terpaut.
Namun dia adalah gadis Jepang yang umumnya amat pemalu. Amat menjunjung rasa kesopanan. Gadis-gadis Jepang tak begitu saja mau menunjukkan rasa sayang pada lelaki.
Dan keadaan dirinya yang tak lagi suci menyebabkan gadis ini “tahu diri”. Dia tahu setiap lelaki menginginkan kesucian calon isterinya. Dan Hannako akhirnya hanya bisa menghapus air mata jika teringat betapa dirinya telah ternoda berkali-kali oleh jahanam Kawabata anggota Jakuza terkutuk itu.



@



Tikam Samurai - 175