Tikam Samurai - 227

Dia jadi menyesal. Menyesal karena tak bisa menghindarkan diri dari perkelahian. Kalau berkelahi, itu tak lain artinya adalah maut. Sampai bila dia harus jadi tukang bantai?
Dia menarik nafas panjang.
Dan karena dia tetap tak merangkak, tidak pula minta maaf atau menyembah seperti yang diminta, maka yang memakai rantai segera melecutkan rantainya ke arah si Bungsu.
Anak muda ini kembali bergulingan di lantai dengan jurus lompat tupai itu. Dan dia luput dari hantaman rantai besar itu. Tiga orang lagi maju dengan senjata mereka. Si Bungsu menyambar samurainya yang terletak di tempat tidur.
Dan sebelum orang-orang Kumagaigumi itu sadar apa yang terjadi, terdengar mereka saling berseru kaget.
Dan mereka tersurut. Dada mereka keempatnya terasa perih. Ketika mereka menoleh, ternyata kimono mereka telah robek tentang dada. Melintang dari kanan ke kiri. Dan dari balik kimono yang robek itu darah mengalir perlahan.
Si Bungsu telah bergerak amat cepat,. Namun tetap saja anak muda ini tak menginginkan ada nyawa yang tercabut. Itulah sebabnya dia tak mau membunuh keempat lelaki itu. Meskipun kalau dia mau, dengan mudah bisa dia lakukan.
Kini dia tegak di atas tempat tidur dengan samurai sudah berada dalam sarungnya.
“Saya berharap hal ini bisa diselesaikan dengan baik-baik” kembali suaranya terdengar perlahan.
Namun keempat anggota Kumagaigumi itu bukannya merasa beruntung bahwa anak muda itu telah berlaku sabar. Mereka justru merasa terhina dan menjadi meluap amarahnya. Seperti dikomando, mereka lalu serentak maju menyerang.
Kembali samurai si Bungsu berkelebat. Dia tak mau menjatuhkan tangan kejam.
Samurainya kembali hanya melukai kaki dan tangan mereka. Dia berharap dengan itu keempat mereka jadi jera. Namun karena tak mau mencederai, maka gerakannya jadi lambat. Suatu saat, rantai besar itu berhasil membelit samurainya. Dan disaat yang sama dua samurai yang lain membabat tangannya.
Benar-benar berbahaya.
Dan satu-satunya jalan untuk selamat adalah melepaskan samurai tersebut! Dan itulah yang dilakukan anak muda ini.
Dia melepaskan samurainya yang terbelit rantai. Dengan demikian tangannya selamat dari pancungan kedua samurai lawannya. Serangan tombak trisula yang datang menghujam rusuknya dia elakkan dengan melompat ke sisi.
Serangan berikutnya, yaitu hantaman rantai, terkaman mata samurai dan tikaman tombak, dia elakkan dengan bergulungan di lantai memakai lompat tupai yang terkenal itu.
Tapi sampai kapan dia dapat bertahan? Nafasnya memburu. Lawan yang dia hadapi bukan lawan sembarangan. Lawannya ini adalah pembunuh-pembunuh kelas satu di kota Kyoto. Pembunuh kelas satu dalam organisasi Kumagaigumi!
Maka dia hanya dapat bertahan dengan bergulingan beberapa saat saja. Sambil bergulingan dia mencari kemungkinan untuk lari keluar. Tapi keempat lelaki itu seperti menebak apa yang dia inginkan. Karena itu pintu mereka jaga dengan ketat!
Dan akhirnya si Bungsu lelah diburu keempat senjata Kumagaigumi ini. Pada jurus keenam belas dari serangan mereka, rantai sebesar empu kaki dengan panjang dua meter itu menghajar perut si Bungsu.
Sakitnya bukan main.
Dia bergulingan berusaha mencapai samurainya. Namun samurai itu ditendang oleh yang memakai tombak hingga terpental ke dekat pintu.
Dan kembali rantai itu menghajar punggungnya! Dia tersandar ke dinding. Tubuhnya lemah. Keempat anggota Kumagaigumi itu berhenti.
Menyeringai buruk.
Yang memakai samurai tiba-tiba bergerak. Dan tanpa ampun, kedua bilah samurai itu berkerja. Dada, perut, bahu dan paha si Bungsu kena sabet oleh samurai itu. Luka menganga!
Si Bungsu berusaha untuk tak memekik meski sakitnya bukan main! Darah merembes terus.
“Indonesia jin! Engkau telah lancang dan kurang ajar membunuh lima orang anggota kami di kota Gamagori. Kini saatnya kau merasakan pembalasan kami…!”
Yang bicara ini adalah yang pakai tombak trisula. Dan kata-katanya diakhiri dengan meluncurnya tombak bercabang tiga di tangannya.
Si Bungsu yakin, betapapun dia coba mengelak, namun sudah tak ada gunanya lagi. Dia tak lagi punya tenaga. Dan tombak bercabang tiga itu menghujam dalam di pahanya!
Hanya Tuhan yang tahu betapa sakitnya paha si Bungsu. namun dia tak memekik sedikitpun! Bukankah azaban yang jauh lebih dahsyat, yaitu ketika kuku dan jarinya dicabut dan dipatahkan Jepang di terowongan bawah tanah Bukittinggi dulu jauh lebih hebat?
Dia hanya menatap diam pada keempat anggota Kumagaigumi itu. Keempat lelaki Jepang itu mau tak mau mengerenyitkan kening mereka. Dan saling pandang sesamanya. Ketabahan dan ketangguhan anak muda Indonesia ini benar-benar luar biasa bagi mereka!



@



Tikam Samurai - 227