Tikam Samurai - 276

Nah, diapun bersiaplah. Dia bersiap dengan suatu keyakinan bahwa dia bisa menyudahi anak ingusan ini. Bukankah temannya, Cina gendut yang telah mati itu tadi berkata, bahwa anak muda ini terberak-berak ketika digertak?
Keling itu maju. Si Bungsu tegak dengan diam. Dia ak tahu apa kepandaian orang yang satu ini. Kalau si gendut Cina itu mahir Kuntau dan Yiu Yit Su, dan si Belanda mahir dengan boksen dan gulat, maka apa pula kemahiran si Keling ini?
Dia coba mengingat-ngingat, apa kemahiran orang India dalam berkelahi. Seingatnya tak pernah ada yang menonjol. Orang India seingatnya hanya mahir bermain suling untuk menjinakkan ular atau mahir menyanyi dalam film-film. Apakah Keling ini akan memainkan sulung atau akan menyanyi, pikirnya.
Tapi Keling yang satu ini bukan sembarang orang pula. Memang tak sembarang orang bisa masuk jadi anggota sindikat Internasional penjual wanita di kota Singa ini. Keling itu mengyunkan kakinya. Kakinya panjang seperti umumnya orang keling yang lain. Ayunan kakinya berisi juga. Namun si Bungsu tak usah banyak bergerak kalau hanya sekedar menghindarkan tendangan model demikian.
Samurainya dia ayunkan kebawah. Pletok!!
Sarung samurai itu menggetok lutut orang keling itu. Keling itu menyeringai. Matanya juling seketika. Namun dia tak mau kalah. Sebab kekalahan baginya berarti maut. Ini adalah kesempatan akhir baginya untuk menyelamatkan nayawa yang tinggal diujung tanduk.
Dengan memekik ala kingkong mabuk dia menyerang dengan sebuah tinju. Tinjunya mirip tinju dalam film koboi. Dan si Bungsu kembali menghantamkan samurainya. Kena tepat disiku Keling itu. Keling itu juling lagi matanya. Sakit menyerang hulu hatinya. Namun dia tak pernah mau mundur. Bukankah ini kesempatan terakhir baginya? Dia maju, dan kali ini ditangannya ada sebuah belati!
Kali ini si Bungsu tak mau main-main. Begitu tangan si Keling terayun, tangannya juga terayun. Si Bungsu ingin menyelesaikan persoalan ini dengan cepat. Betapapun, dia harus kembali jadi tukang bantai. Menjual wanita! Bukankah itu sebuah pekerjaan yang alangkah jahanamnya/ apalagi yang diperjualbelikan adalah wanita-wanita dari Indonesia.
Dalam dokumen  yang sempat dia baca sebelum Cina gemuk itu datang ke hotel Sam Kok, dia ketahui, bahwa banyak diantara gadis-gadis Indonesia yang ditipu. Anggota-anggota sindikat datang kebeberapa rumah, dikampung-kampung. Mencari gadis atau janda, bahkan isteri orang yang cantik untuk ditawari pekerjaan ringan bergaji besar. Yang mau segera dibawa. Yang tak mau dibujuk dengan berbagai cara. Dan jika sudah berhasil, lalu dibawa ke kantor atau ke tempat pekerjaan yang mereka harapkan.
Mereka langsung dibawa ke kapal. Dan disekap dalam ruangan bawah. Jika jumlah yang dikehendaki sudah terpenuhi, maka kapalpun berangkat. Langsung ke Singapura. Kaum sindikat ini tak pernah khawatir akan kepergok dengan patroli lautan dari pihak Indonesia. Ada tiga penyebab kenapa mereka tak takut.
Pertama, kapal patroli Indonesia saat itu memang tak berapa buah. Kedua, kalaupun kepergok, mereka cukup mengatakan bahwa mereka membawa getah. Kalau diperiksa, mereka cukup memberikan sejumlah uang. Biasanya dengan uang segalanya jadi beres. Tentang uang mereka tak usah cemas. Cukup banyak uang tersedia guna menjalankan operasi itu. Ada uang dollar ada uang rupiah. Tapi yang terbanyak adalah rupiah palsu. Namun dimata aparat Indonesia, perbedaan uang palsu dengan yang tak palsu tak mereka ketahui. Dan ditahun-tahun lima puluhan ini, uang palsu bukan main banyaknya beredar di Indonesia.
Itu baru dua hal kenapa mereka tak takut menghadapi aparat hukum di Indonesia. Kalaupun kedua hal itu gagal, artinya kalau kepergok kapal patroli, alalu aparatnya disogok, tapi masih tetap gagal karena mental dan pengabdian aparatnya kukuh, meski biasanya mental aparat Indonesia yang bertugas di laut saat itu kebanyakan bobrok, tapi mereka tetap saja tak kehilangan akal.
Akal ketiga adalah Bedil!
Ya, mereka memiliki bedil. Mulai dari pistol sampai ke mitraliur ukuran ringan. Senjata-senjata itu tersimpan dengan rapi, namun bisa diambil dan dipergunakan setiap saat diperlukan.
Dalam dokumen yang dibuat Overste Nurdin itu juga si Bungsu membaca bahwa di kapal saja perempuan itu sudah dijadikan pemuas nafsu binatang para awaknya. Dan jangan lupa, masih dalam dokumen yang sama tertulis bahwa awak kapal dan anggota sindikat yang di Jakarta, adalah orang Indonesia asli!
Tapi untuk uang, persamaan Bangsa dan Tanah Air ternyata tak berguna dalam menyelamatkan kehormatan seseorang. Dan si Bungsu memang berniat menebas seluruh anggota sindikat yang dia jumpai!
Dan Keling itu memang malang. Dia tak tahu apa yang menyebabkan dirinya lumpuh. Jatuh. Dan mati.
Si Bungsu kini memandang tepat-tepat pada orang Inggris yang masih memegang pistol itu.
Bayangan sepuluh hari yang lalu melintas lagi di kepelanya. Yaitu ketika dia bersama Nurdin akan keluar dengan taksi dari daerah Pelabuhan di Anting. Sesaat sebelum taksi mereka dimakan peluru, ia meoleh ke belakang. Di belakangnya sebuah taksi mendekat.
Di depannya kelihatan duduk dua orang asing.  Yaitu satu memegang kemudi. Yang satu kelihatan memegang sebuah tongkat.



@



Tikam Samurai - 276