Tikam Samurai - 59

Hampir saja dahaknya mengenai kepala si Bungsu. Si Bungsu tegak dengan diam. Muaknya muncul melihat lelaki ini. Dia teringat lagi akan cerita kedua perempuan yang sama sama satu bus dengannya tadi. cerita tentang perampokan yang dilakukan oleh orang Minang terhadap orang orang yang bepergian dengan bus. Dia lihat, selain si Besar tinggi ini, masih ada temannya yang lain. Jumlah mereka kini sembilan orang. Hanya yang menjadi heran di hatinya adalah keberanian penyamun penyamun ini muncul di tengah kota. Nampaknya mereka tak merasa gentar sedikitpun pada Kempetai Jepang.
Selama hidup beberapa bulan di Payakumbuh, si Bungsu mengetahui, bahwa tentara pendudukan Jepang menjalankan roda pemerintahan dengan ketat. Mereka menangkapi para penjudi dan perampok. Kini sembilan lelaki ini berani muncul di tengah kota. Apakah mereka memang orang bagak. yang pada Kempetai sekalipun mereka tak merasa takut? Atau barangkali karena hari sudah lewat tengah malam, mereka tahu bahwa bakal takkan ada patroli Kempetai. Atau barangkali mereka memang dilindungi oleh Jepang ?
Tapi dia tak sempat berfikir dan menyimpulkan pikirannya. Datuk bersisungut (berkumis) dan bertubuh besar itu telah memberi isyarat pada kedua anak buahnya. Dan kedua lelaki itu segera bertindak. Yang satu menangkap tengkuk si Bungsu, yang satu lagi memegang tangannya. Si Bungsu menghantamkan samurainya yang masih bersarung itu. Kayu samurai tersebut menghantam leher dan kepala lelaki itu dengan keras. Kedua lelaki itu terpekik. Namun mereka maju lagi dengan berang. Namun itu sudah cukup. Di mana Mei-mei berada. Kedua lelaki itu berhenti sedepa di depan si Bungsu. Sebuah kilatan cahaya putih yang amat cepat menahan gerakkan mereka. Mereka tertahan karena tiba tiba saja setelah kilat cahaya yang amat cepat itu, dada mereka merasakan terasa amat pedih. Dan ketika mereka lihat, pakaian mereka telah robek lebar dari pundak ke perut. Dari balik pakaian yang robek seperti disayat pisau silet itu, merembes darah segar. Mereka memang tidak rubuh. Karena si Bungsu hanya sekedar melukai mereka saja.
“Hari telah larut malam. Saya tak bermusuhan dengan kalian. Saya harap jangan menganggu kami ..” ujar si Bungsu datar.
Sementara samurainya telah masuk kesarungnya kembali. Di sudut lain, dua lelaki yang tadi berjalan ke kamar dimana Mei-mei berada, sekali mendobrak berhasil menghantam pintu kamar sehingga terbuka. Terdengar pekikan Mei-mei. Si Bungsu bergerak ke kamarnya. Namun Datuk yang tak diketahui namanya itu menghadangnya bersama empat temannya yang lain. Dan saat itu kedua lelaki yang masuk kamar tadi muncul dengan bungkusan mereka dan Mei-mei dalam ringkusan tangannya. Nyata sekali gadis itu menderita akibat cengkeraman tangan orang yang meringkus bahunya.
Koko .. rintihannya dengan air mata yang mengalir. Melihat hal itu si Bungsu menatap Datuk bersungut itu dengan kemarahan besar. Datuk itu dapat membaca kemarahan itu. Dia menyeringai dan berkata :
“Hee .. waang beruntung buyung, bisa berbini cina. Tentu lamak(enak) ya ..? He .. he ..saya juga ingin mengicok(mencoba) sedikit. Kau boleh menonton ..”
Habis berkata Datuk buruk bersungut ini berbalik. Menarik tangan Mei-mei. Wajah si Bungsu menegang. Dia sebenarnya tak ingin menurunkan tangan kejam lagi pada bangsanya sendiri. Dia tak bisa menghitung sudah berapa banyak nyawa yang telah dia rengut lewat samurainya. Namun dari sebanyak itu yang terbunuh, baru dua orang Minang yang jadi korban. Baribeh dan si Juling yang dia bunuh bersama si Babah mata mata itu.
Kedua orang itu memang berhak mendapatkan kematian. Sebab mereka memata matai perjuangan bangsanya sendiri. Bekerja untuk cina yang jadi mata mata Jepang. cina yang menjadi penggerak Komunis. Tapi kini nampaknya dia terpaksa berlaku kejam lagi. Sejak tadi dia bersabar. Membiarkan dirinya dibekuk dan diseret dari depan kamar. Membiarkan dirinya dihina.
Tapi ketika si Datuk kalera itu merobek baju Mei-mei dan gadis itu terpekik, saat itu pula samurainya di tangannya bekerja. Tiga lelaki yang tegak tak jauh darinya, yang tadi ikut bersamanya dalam bus dan berusaha merampok mereka, terpekik dan rubuh dengan dada belah. Mati. Datuk itu tertegun. Teman temannya yang lain kaget.
“Ohooo ..jual lagak waang pada saya ya ? Waang sangka saya takut dengan permainan samurai waang itu he”
Sehabis ucapkannya tangannya bergerak menyentak kain Mei-mei. Pakaian gadis itu robek lebar. Dan dengan jahanam sekali, tangan Datuk itu meremas dada gadis itu. Mei-mei terpekik. Dengan cepat setelah mencabik baju Mei-mei Datuk itu berbalik menerjang kearah si Bungsu. Bukan main cepatnya kejadian itu berlangsung. Mulai dari menyobek baju hingga menyerang, hanya berlalu beberapa detik. Si Bungsu masih tertegun ketika serangan datuk itu datang. Dia berusaha mengelak. Namun Datuk ini seorang pesilat yang tanngguh.
Terjangan nya mendarat di pusat si Bungsu. Anak muda itu terjajar menghantam dinding di belakangnya. Kemudian tubuhnya melosoh turun. Matanya berkunang-kunang. Dia ingin bangkit. Tapi Datuk itu datang lagi menerjang. Dan kali ini rusuknya kena. Rusuk kiri. Terdengar suara berderak. Tanpa dapat ditahan si Bungsu terpekik. Dua tulang rusuknya kupak. Datuk itu menerjang lagi dengan seringai buruk di bibirnya. Tubuh si Bungsu tercampak dari kaki penyamun yang satu ke kaki penyamun yang lain. Itulah malangnya karena tadi dia masih tenggang menenggang. Tak segera bersikap tegas kepada lelaki lelaki ini.



@



Tikam Samurai - 59