Dia segera menghunus samurai dan meloncat ke tengah gelanggang. Zendo yang akan segera memancungkan samurainya dia hantam. Dan samurai mereka beradu. Zendo kaget dan mundur. Kedelapan anak buahnya kaget dan merapatkan kepungan. Si Bungsu segera tegak dihadapan Zato Ichi yang telah jatuh berlutut.
“Anak muda, jangan ikut campur urusan kami…” Zendo berkata dengan marah. Dia sudah bermaksud akan menghabisi nyawa Zato Ichi. Menyudahi dendam selama 40 tahun ini. Kini saatnya hanya tinggal melaksanakan.
Zato Ichi yang kesohor itu sudah berhasil dia lukai. Bukankah itu suatu prestasi yang bukan main yang akan memasyhurkan namanya ke segenap penjuru Jepang?
Halangannya kini hanya tinggal sediki. Yaitu anak muda dari Indonesia ini. Wajar saja kalau dia merasa berang takkala babatan samurainya dihalangi oleh samurai si Bungsu.
Namun si Bungsu tetap tegak di depannya. Menghalangi jarak antara dia dengan Zato Ichi.
“Saya sudah katakan, bahwa saya akan ikut campur bila anak buahmu ikut campur dalam perkelahian ini….” Suara si Bungsu terdengar dingin.
“Ya. Kau boleh ikut campur kalau anak buahku ikut. Tapi kau lihat sendiri, tak seorangpun diantara mereka yang ikut membantuku…”
Si Bungsu tertawa berguman.
“Tak seorangpun! Tapi bukankah sebentar ini yang berjambang seperti monyet itu menolakkan tubuh Ichi-san ke arahmu?”
“Apa salahnya, bukankah dia tak ikut secara langsung?”
“Dia telah ikut menolongmu Zendo! Dan saya akan menolong Zato Ichi. Adil bukan?”
“Apakah menolakkan ke dalam itu bisa dianggap sebagai pertolongan?” tanya Zendo.
“Kenapa tidak. Maka sekarang, majulah…!!”
“Hmm. Anak muda sombong. Kau sangka kami takut padamu? Jangan menyesal kalau hari ini nyawamu kusudahi..”
Dan sehabis kalimatnya dia menyerang si Bungsu. dan anak buahnya juga ikut menyerang. Kali ini Zato Ichi benar-benar tak bisa membantu. Tenaganya yang sangat lemah, ditambah darah banyak mengalir dari pahanya yang menganga, membuat dia terduduk tak bisa bergerak.
Namun si Bungsu sudah bertekad untuk membela Zato Ichi. Dia bertekad untuk membelanya sampai tets darah yang terakhir.
Karenya, begitu Zendo menyerang, dia tak mau kasih hati. Dia melangkah dua langkah. Dan samurainya bekerja. Yang kena justru tiga orang anak buah Zendo yang tadi mengetatkan kepungannya.
Mereka tak menduga kalau anak muda ini melangkah surut dan memutar samurai sehingga memakan diri mereka.
Kemudian si Bungsu melangkah lagi kedepan. Tegak kembali di depan Zato Ichi. Zendo kembali kaget dengan kecepatan anak muda asing ini. Namun dia terlalu bernafsu untuk menyudahi perkelahian ini. Bukankah dalam jumlah mereka lebih banyak? Meski tiga orang sudah tumbang, kini mereka masih tinggal lima orang.
Dengan tenaga lima orang mustahil mereka tak bisa menyudahi anak bawang ini.
Dengan pikiran begini, dia berteriak memberi isyarat pada anak buahnya yang empat orang lagi untuk menyerbu bersama.
Keempat orang anak buahnya segera mendesak maju. Sementara Zendo sendiri sambil menyerang si Bungsu tetap saja mencari kesempatan untuk membabatkan samurainya kearah kepala Zato Ichi yang tertunduk lemah.
Bukan main tersiksanya Zato Ichi saat itu. Belum pernah seumur hidupnya merasa tertekan bathin seperti saat ini. Bayangkan, musuhnya datang dalam jumlah banyak. Tapi saat itu pula dia tak berdaya. Usianya yang tua membuat dirinya lekas lelah. Dan di depan matanya, anak muda yang harus dia bunuh untuk membalas budi orang lain, kini berjuang membela nyawanya.
Dia menunduk. Dia bukannya tak tahu bahwa Zendo berusaha mencelakainya. Tapi kalaupun itu terjadi dia takkan coba buat melawan. Hatinya sangat terpukul.
Namun di pihak yang berkelahi, meski dikeroyok lima orang, si Bungsu bukannya tak tahu bahwa Zendo mencari kesempatan untuk menyudahi nyawa Zato Ichi. Karena itulah pertarungan ini agak seret.
Dia tak bisa segera menyudahinya karena dia harus membagi perhatiannya antara menyerang dengan mempertahankan Zato Ichi.
Dan akibatnya segera terlihat, yaitu suatu saat samurai Zendo memakan rusuk si Bungsu. darah mengalir. Telinga Zato Ichi yang tajam mendengar suara kain dimakan mata samurai.
Darah membasahi kimono si Bungsu. namun hal itu menyebabkan dia seperti singa yang luka. Dengan menggertakkan gigi, dia menggeram, dan terdengar dia membentak.
Bentakkannya demikian keras. Begitu suara bentakkannya terdengar tubuhnya berputar amat cepat. Mula-mula berputar dua kali. Lalu bergulingan di lantai batu, sebelum kelima orang itu sadar apa yang akan diperbuat anak muda ini, dia sudah bangkit persisi di dekat dua orang penyerangnya.
@
Tikam Samurai - II