Tikam Samurai - 143

“Merdekaaa!” dia berteriak dan melemparkan sesuatu dari tangannya kearah serdadu Belanda yang tengah makan-makan kacang itu! Pekikan itu mula-mula tentu saja membuat bingung serdadu Belanda itu.
Tapi hanya sebentar, granat yang dilemparkan Kopral itu meledak persis ditengah mereka. Terdengar pekikan dan ledakan yang dahsyat.
“Serbuuuuu!” Kapten Nurdin berteriak sambil melompat dengan pistol ditangan. Sementara itu korban pertama dari ledakan granat yang dilemparkan Kopral Aman adalah prajurit Belanda yang main gitar itu. Gitar dan sebelah tangannya terlambung keudara. Dadanya hancur. Dia mati.
Orang kedua yang jadi korban adalah seorang prajurit yang lagi menunduk makan kacang. Kepalanya hancur. Tapi yang lain hanya mengalami luka berat.
Letnan orang Kanada yang menyamar menjadi ahli purbakala itu cepat meraih pistolnya. Meski pahanya luka, tapi tembakannya yang pertama tepat menghantam dada Kopral Aman. Kompral ini setelah melemparkan granat menerjang maju dengan pisau ditangan. Dan dia terpelanting dan terlentang ditanah begitu dihantam peluru!
Saat itulah ke enam pasukan khusus Kapten Nurdin membuat pertahanan mereka kucar kacir. Dalam waktu yang relatif singkat, tembak-menembak jarak dekat ini terjadi.
Si Bungsu melompat masuk. Dia melihat tubuh yang bergelimpangan. Kapten Nurdin mendobrak masuk terus. Tembakan pistolnya menghancurkan kunci pintu dimana Tuang tertahan. Dia membawa Tuang keluar. Orang tua itu kelihatan parah sekali dalam tahanan yang hanya 2 x 24 jam itu.
“Jeep ini siap!” suara Sersan yang menyiapkan Jeep itu terdengar. Mereka berlompatan ke sana. Si Bungsu tak sempat mempergunakan samurainya. Apa yang harus diperbuat? Pertempuran selesai sebelum dia sempat mecabut samurainya.
Namun dia berhenti ketika mendengar keluhan kecil. Dia menoleh dan melihat tubuh Kopral Aman mengeliat. Cepat dia pangku tubuh itu. Dan saat itu tembakan dari Jeep terdengar. Si Bungsu kaget. Menoleh kearah penjagaan. Dan dia lihat Letnan suami Emylia itu tertelungkup. Pistolnya jatuh.
Kapten Nurdin telah menembaknya sesaat sebelum Letnan itu menembakkan pistolnya pada si Bungsu yang memangku Kopral Aman. Dia bergegas. Dan mereka melompat ke atas Jeep. Jumlah mereka lengkap tujuh orang. Dan kini delapan dengan Tuang. Jeep itu batuk-batuk sebentar.
Dia starter lagi dengan mempertemukan kawatnya. Dan Hidup! Jeep itu seperti melompat. Keluar dari halaman markas. Dari jauh terdengar suara deru mobil datang.
“Ke kanan!” Kapten Nurdin berteriak. Mobil itu berbelok ke kanan. Lampu truk militer kelihatan datang dari arah kiri. Jeep mereka rasanya ada yang tak beres. Berjalan lambat.
Sersan Kadir melompat turun.
“Kadir! Naik cepat!” Kapten Nurdin berteriak.
“Saya akan menghalangi mereka pak. Teruslah bapak!” Dia berkata sambil berlari lagi ke halaman markas. Tak ada kesempatan bagi Kapten Nurdin untuk berlalai-lalai. Dia menyuruh Jeep itu terus.
Sementara Sersan Kadir segera menaiki Jeep yalng telah dikempeskan itu. Dia merenggutkan kabel kontak. Melekatkannya diluar dengan ketenangan yang mengagumkan. Lalu menghidupkan mesin dan meletakkan Jeep itu persis di tengah jalan yang akan dilewati truk Belanda yang  baru datang itu. Tapi ketika akan lurus Belanda menembakknya. Kadir mati di Jeep itu.
Jeep mereka melaju menuju ke arah Sail. Yaitu suatu daerah di luar kota yang masih berada dibawah kekuasaan tentara Belanda.
Pak Tuang pemilik penginapan itu dirawat di Kampung Sail tersebut. Tubuhnya cukup parah dipermak Belanda.
“Tolong kabarkan pada keluarga saya dikampung, bahwa saya masih hidup….” Pemilik penginapan itu berkata esoknya. Sebab berita dia tertangkap oleh Belanda sudah sampai ke kampungnya. Yaitu ke Buluh Cina melalui penjual-penjual ikan yang datang ke Pekanbaru setiap pagi dengan sepeda.
“Ya. Saya akan menugaskan seorang untuk menyampaikan hal itu ke kampung bapak..” Kapten Nurdin berkata perlahan.
“Hati-hati. Di Simpang Tiga Belanda memperketat penjagaannya. Mereka tahu bahwa pejuang-pejuang kini banyak yang menyelusup ke kota. Dan pejuang-pejuang itu umumnya datang dari arah Taratak Buluh….” Tuang memberi penjelasan yang berhasil dia monitor dari markas Belanda ketika jadi tahanan itu.
“Terimakasih….” Jawab Kapten Nurdin.
Dan sore itu, tiga orang pejuang yang berasal dari barisan Fisabilillah berangkat ke Buluh Cina dengan sepeda. Sebenarnya hanya ada dua orang anggota Fisabilillah. Yang satu lagi adalah si Bungsu.
Dia ikut ke Buluh Cina karena kapal yang dia nanti-nantikan untuk berangkat ke Singapura atau Jepang itu tak kunjung datang. Beberapa orang malah mengatakan, untuk ke Singapura mungkin lebih baik lewat sungai Kampar. Dari sana banyak penyelundup-penyelundup membawa getah ke Singapura.
Mereka memakai tongkang atau sampan-sampan besar menghiliri sungai Kampar. Kemudian lewat di pulau-pulau yang ada di Laut Cina Selatan, terus menyelundup ke Singapura atau Malaya. Si Bungsu sebenarnya kurang tertarik untuk ikut dengan para penyelundup itu. Sebab, tujuan utamanya bukan ke Singapura. Melainkan Jepang.



@



Tikam Samurai - 143