Tikam Samurai - 252

Dia tak mengetahui dengan pasti apa yang telah dperbuat anak muda itu dalam kehidupan ayahnya. Tapi meski tak mengetahui, dia dapat merasakannya.
“Saya dengar engkau kembali nak…” suara Tokugawa terdengar perlahan sambil bersalaman.
“Ya, saya kembali…”
Tokugawa kemudian melangkah masuk. Mengambil tempat duduk di atas tikar. Mereka duduk mengelilingi sebuah meja kecil. Duduk bersimpuh di lantai. Hanako menuangkan sake ke cawan kecil.
“Saya dengar engkau telah bertemu dengan orang yang engkau cari selama ini….’ Suara Tokugawa terdengar kembali setelah berdiam diri beberapa saat selesai meneguk sakenya.
“Ya, saya telah bertemu…’ jawab si Bungsu perlahan. Dia khawatir kalau soal itu ditanyakan lebih lanjut oleh Tokugawa. Tapi orang tua yang arif itu ternyata hanya bertanya sampai disitu.
“Waseda anak saya, dia menikah dengan Hanako enam bulan yang lalu…”
Si Bungsu jadi gugup. Dia dapat menangkap bahwa dalam kalimat Tokugawa itu, orang tua tersebut arif akan perasaan Hanako terhadap dirinya.
Tokugawa mengetahui bahwa gadis itu mencintai si Bungsu, dan demikian pula sebaliknya. Dan kalimatnya sebentar ini semacama permintaan maaf. Namun si Bungsu harus mengakui secara jujur, bahwa dia sangat terharu atas tindakan Tokugawa.
Orang tua itu jelas ingin melindungi Hanako dan saudara-saudaranya sepanjang hidup. Tindakannya menyetujui pernikahan anaknya dengan Hanako ini semacam tindakan menebus hutangnya.
“Saya sangat berterimakasih dan bahagia sekali tuan mau menikahkan anak tuan dengan adik saya…” katanya perlahan.
“Terimakasih…Bungsu-san…” suara Waseda terdengar sambil membungkukkan badan.
Dan malam itu mereka berbincang tentang hal-hal lain. Tentang kota Tokyo. Tentang tentara Amerika yang main banyak di Jepang. Tentang berbagai hal.
Tapi tiga hari kemudian mereka harus berpisah. Si Bungsu sudah bertekad untuk pulang ke Indonesia. Dan ketika niatnya tak bisa ditawar lagi, Tokugawa lalu membelikannya tiket pesawat udara.
Dia akan pulang ke Indonesia lewat Singapura dengan kapal terbang.
Di pelabuhan udara Haneda, ketika panggilan untuk penompang sudah terdengar melalui pengeras suara, Hanako kembali menangis.
Yang lain tegak agak jauh. Hanako memeluk si Bungsu.
“Bungsu-san, aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Jawablah untuk kali yang terakhir….apakah engkau mencintaiku…? Hanako berbisik diantara isak tangisnya.
Si Bungsu jadi kaget. Apa yang harus dia jawab? Kalau dia katakan TIDAK, apakah itu takkan melukai hati gadis ini? Kalau dikatakan YA, apakah itu masih ada artinya?
Namun bagaimana dia akan mendustai suara hatinya? Dan dia tahu Hanako akan terluka kalu dia berkata tidak.
Akhirnya dia berkata perlahan.
“Ya…aku mencintaimu Hanako-san. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaanmu..” Hanako berhenti menangis. Dia menatap wajah si Bungsu. dan dari bibirnya bergetar suaranya perlahan:
“Terimakasih Bungsu-san. Akan kubawa mati cintamu itu…”
“Hiduplah dan mengabdilah pada suamimu Hanako. Dia lelaki yang berbudi….”
“Terimakasih Bungsu-san. Setelah engkau pergi memang tak ada lelaki lain yang mengisi hatiku selain dia…”
Perlahan si Bungsu mencium kening Hanako.
“Bungsu-san…” suara Waseda terdengar. Si Bungsu menoleh.
“Kelak kalau anak kami lahir lelaki, kami akan memberinya nama si Bungsu. engkau izinkan bukan?”
Si Bungsu benar-benar terharu.
Lama baru dia menjawab.
“Terimakasih Waseda-san. Saya akan bangga sekali, kalau ada anak Jepang yang memakai nama saya, nama dari Minangkabau…”
Dan si Bungsu tak dapat menahan air matanya takkala dia harus bersalaman dengan Kenji. Dia teringat akan perkenalannya di kapal ketika bersama Kenji dahulu.
Kenji memeluknya dengan linangan air mata.
“Suatu saat, aku akan datang ke kampungmu Bungsu-san. Engkau adalah saudaraku. Saudara kami…”
Tak ada yang mampu diucapkan si Bungsu. semua kalimat tersekat dikerongkongannya.
Akhirnya dia melangkah menaiki tangga pesawat. Dan ketika dia menoleh, dia lihat Waseda, Hanako, Kenji dan Tokugawa melambai. Dia balas melambai. Dan ketika pesawat udara menggebu lepas landas. Hanako rubuh pinsan. Untung suaminya menyambut tubuhnya. Dan si Bungsu yang duduk ditengah, tak melihat kejadian itu.
Hari itu dia bertolak meninggalkan negeri Sakura. Meninggalkan negeri dendamnya. Meninggalkan negeri dimana hatinya juga seperti ikut tertinggal bersama Hanako dan Michiko!



@



Tikam Samurai - 252