Tiba-tiba sebuah gigilan menyerang tubuh Hanako. Dia tegak seperti patung. Mulutnya bergerak memanggil nama si Bungsu. namun tak ada suara yang keluar. Yang keluar justru air matanya.
“Hanako-san…” suara si Bungsu terdengar bergetar.
Dan tiba-tiba gadis Jepang itu menghambur ke pelukan si Bungsu.
“Bungsu-san…..Bungsu-san…” desahnya diantara tangis yang tak terbendung. Dia memeluk anak muda itu. Membenamkan wajahnya di dada si Bungsu yang bidang. Dan Waseda, suami Hanako, menatap pertemuan itu dengan terharu.
“Hanako, engkau sehat-sehat…..?” suara si Bungsu kembali terdengar perlahan. Hanako merenggangkan pelukannya. Menghapus air matanya. Menatap wajah si Bungsu. dan tiba-tiba dia menangis lagi.
Pemuda itu kelihatan kurus. Rambutnya tak terurus. Demikian pula pakaiannya. Dan hal itu membuat hati Hanako jadi luluh.
“Mana Kenji-san…?” tanya si Bungsu.
“Kenji-san pergi ke tempat kawannya.
Dan yang menjawab ini adalah Waseda. Dan Hanako segera sadar bahwa disana ada suaminya. Dia kembali merenggangkan dekapannya dari si Bungsu. menoleh pada suaminya.
“Inilah….inilah Bungsu-sa yang telah menyelamatkan kami Waseda-san…” katanya pada suaminya. Dan kemudian dia menoleh pada si Bungsu, lalu berkata:
“Bungsu-san…ini Waseda Tokugawa, suamiku…” si Bungsu tak merasa kaget. Dia sudah bisa menebak. Namun tetap saja ada segores luka dan kecewa di lubuk jantungnya yang amat dalam. Dia membungkuk memberi hormat pada lelaku itu. Dan Waseda membalas hormatnya dengan membungkuk dalam-dalam pula.
“Saya doakan kalian bahagia….” Kata si Bungsu.
“Saya banyak mendengar tentang diri saudara. Saya ikut berutang budi atas pertolongan saudara Bungsu pada Hanako dan seluruh saudaranya…”
Suara Waseda terdengar jujur.
“Marilah kita ke rumah, sementara menunggu Kenji-san pulang…” suara Waseda terdengar lagi. Dan si Bungsu mengikuti langkah Waseda. Sementara Hanako masih memegang tangannya.
Di pintu si Bungsu tertegak. Memandang kearah kamar Kenji. Di sana dahulu Hanako diperkosa ketika dia dan Kenji tak dirumah. Dan di ruang tengah ini dia berkelahi dengan anggota Jakuza, menolong nyawa Kenji.
Hanako mengerti apa yang dipikirkan si Bungsu. gadis itu menangis lagi terisak. Rumah itu sudah jauh sekali berobah. Peralatannya sangat indah. Dan rumah itu sendiri tersusun dengan rapi.
Waseda ternyata lelaki yang benar benar berjiwa luhur. Dia sama sekali tak merasa cemburu atau sakit hati melihat Hanako tak mau lepas-lepasnya dari sisi si Bungsu. gadis itu nampaknya memang sangat merindukan si Bungsu. hanya si Bungsu yang merasa kikuk karenanya.
Dan ketika Kenji pulang, pertemuan itu benar-benar mengharukan.
“Engkau kurus sekarang Bungsu-san. Darimana saja engkau selama ini?”
“Ah, saya telah berkelana. Dimana engkau bekerja kini Kenji-san?”
“Saya di pelabuhan. Sebenarnya saya ingin bekerja di kapal kembali. Tapi saya tak ingin berpisah dengan adik-adik. Dengan modal yang engkau tinggalkan, ditambah oleh Waseda-san, saya mendirikan perusahaan perkapalan. Berkantor di pelabuhan. Saya senang engkau kembali Bungsu-san. Engkau tak usah kemana-mana lagi. Disini saja…”
Si Bungsu menarik nafas panjang.
“Saya senang dan berterimakasih atas tawaranmu Kenji-san. Tapi saya akan pulang ke Indonesia….” Si Bungsu menjawab perlahan.
Sudah tentu jawabannya ini mengagetkan mereka yang ada disana. Hanako mulai lagi menangis. Saat itu Waseda tak dirumah. Dia pergi ke kantornya.
Dan tak lama setelah itu, terdengar suara mobil berhenti di depan. Lalu ketika Hanako membuka pintu, Waseda muncul bersama ayahnya, Tokugawa.
Si Bungsu tertegak melihat kehadiran orang tua itu. Demikian pula Tokugawa. Dia diberi tahu anaknya atas kedatangaaan si Bungsu. Dan malam ini dia memerlukan datang menemuinya.
Si Bungsulah yang pertama membungkuk memberi hormat. Tokugaaawa membalasnya dengan membungkuk pula dalam-dalam.
Waseda maklum bahwa anak muda ini sangaaat disegani ayahnya.
Sebab ayahnya tak pernah berlaku demikian hormatnya pada orang lain. Keluarga Tokugawa memang memiliki kesombongan tersendiri. Bukan karena angkuh atas kekayaan atau garis keturunan yang melahirkan para pahlawan, tapi karena demikianlah sikap para samurai.
Kini dia melihat betapa ayahnya berlaku pada anak muda ini. Dan dari sana dia dapat mengetahui semakin banyak, bahwa anak muda ini pastilah telah banyak sekali berbuat dalam kehidupan ayahnya.
@
Tikam Samurai - II