Ketika hampir mendekati taksi mereka, orang asing yang memegang tongkat itu mengeluarkan tongkatnya makin panjang. Dan dia melihat tongkat itu adalah moncong senjata. Kemudian dia menunduk. Terdengar tembakan. Nurdin terkulai. Namun wajah orang asing itu tak pernah lekang dari ingatannya. Dia ingat benar. Berambut pirang dengan mata biru.
Dan kini, dihadapannya, orang asing yang menembak Nurdin itu, duduk di depannya tanpa baju. Di tangannya terpegang sebuah pistol otomatik. Dan si Bungsu seperti mendengar suara anak Nurdin sesaat sebelum dia meninggalkan gedung Konsulat untuk pindah ke Hotel Sam Kok.
“Dia telah melukai ayah. Orang itu harus paman lukai pula. Paman bunuh saja. Ya paman? Paman mau berjanji akan membunuh orang yang melukai ayah…?’
“Ya, paman akan membunuhnya. Percayalah…”
Dan perjanjiannya dengan anak sahabatnya itu seperti menyentak jantungnya.
“Hmmm, kamu mau berlagak di depan saya he? Ayo maju koe kemari anjing!” dan sambil berkata begitu orang Inggris itu melepaskan sebuah peluru. Peluru itu menerpa pelipis si Bungsu. memutus puluhan helai rambutnya. Sebuah tembakan yang amat terlatih. Tak melukai kulit sedikitpun.
“Majulah kemari anjing! Kalau tidak, peluru ini akan menyudahi nyawamu…” Inggris itu ngomong lagi. Si Bungsu masih tegak dengan diam. Semburan peluru ketika di daerah pelabuhan dahulu masih membayang dikepalanya.
Namun saat itu orang Inggris tersebut memang membuktikan ucapannya. Pistol di tangannya menyalak dan peluru diarahkan ke jantung si Bungsu. namun mata si Bungsu yang waspada melihat gerak jarinya ketika akan menarik pelatuk. Sebelum dentuman berbunyi, dia melemparkan tubuhnya ke samping. Seiring dengan itu, samurai panjangnya melayang dalam kecepatan kilat!
Samurai itu menancap di sandaran kursi si Inggris. Persis di tentang jantungnya! Namun orang Inggris itu ternyata juga sudah matang dalam perkelahian begini. Kalau tidak, mustahil dia menduduki tempat yang cukup tinggi dalam sindikat. Karena begitu samurai si Bungsu menancap di kursinya, dia tak lagi ada disana! Dia sudah duluan menghindar. Si Bungsu segera tegak. Dan jadi kaget melihat samurainya hanya menerkam sandaran kursi. Dan lebih kaget lagi dia, ketika menoleh kesamping. Orang Inggris itu tegak di sana dengan sikap petenteng-petentengan. Memandang padanya dengan sikap seorang jagoan menatap penjahat kelas teri!
“Hmm, ayolah berlagak lagi kau monyet…!” suaranya mendesis. Si Bungsu tegak lurus. Menatap diam ke arah orang Inggris yang sejak tadi sudah memakinya sebagai anjing dan monyet ini.
Sebuah letusan bergema. Dan pelurunya menerkam paha si Bungsu. anak muda itu terpental ke belakang. Terguling di lantai.
“Ayo, bangkitlah. Coba berlagak jagoan padaku…!” dan sebuah letusan bergema lagi. Pelurunya menerkam lengan kanan si Bungsu.
Anak muda itu terguling untuk kedua kalinya. Empat kali tembakan. Berarti kini masih tersisa satu peluru lagi.
“Bangkitlah. Kau seorang jagoan bukan? Dan seorang jagoan biasanya sok perkasa. Kalau akan ditembak suka tegak lurus dan menantang dengan dada terbuka dengan mata menatap tegas seperti mata anjing. Kau tegaklah dan cobakanlah sikap gagah perkasa konyolmu itu…! Kalau tidak kepalamu akan keremukkan ketika menelungkup itu….”
Orang itu nampaknya memang tak main-main. Dan si Bungsu memamng berusaha untuk tegak. Darah sudah berceceran di lantai. Dia menggigit bibir. Kepalanya mulai pusing. Kebanayakan mengeluarkan darah bisa membahayakan dirinya. Dia tahu benar akan hal itu. Namun dia teringat lagi pada permintaan Eka, gadis kecil Overste Nurdin.
“Paman berjanji akan membunuh orang yang melukai ayah, ya paman?”
“Ya, paman berjanji..”
Dan dia bangkit. Tegak dengan tangan tergantung lemah keduanya. Lengan kanan dan paha kirinya telah berlumur darah. Sakitnya hanya Tuhan yang tahu.
“Nah, kini kau datang kesini sambil merangkak. Cepaat..!” perintah orang Inggris itu menggeledek. Si Bungsu menurut. Dia membungkuk. Tangan kirinya bergoyang. Dua buah samurai kecil yang diikat di lengan kirinya itu melosoh turun. Disambut jari-jarinya. Terlindung dari penglihatan si Inggris oleh punggung tangannya.
Dan kini terpaksa mempergunakan samurai yang dilengan kiri. Sebab tangan kananya sudah lumpuh. Ini adalah kesempatannya yang terakhir. Kalau kesempatan ini tak dia pergunakan, maka tamatlah riwayatnya. Dia membungkuk terus untuk memenuhi perintah si Inggris agar dia merangkak. Tapi begitu tubuhnya membungkuk itu, tubuhnya berputar. Dia pikir orang itu pening dan akan jatuh ke lantai.
Namun si Bungsu berputar sambil melemparkan kedua samurai kecil itu di tangan kirinya. Dan kedua samurai itu menancap di tenggorokkan si Inggris . masuk hingga hulu samurai itu hanya nampak satu senti. Yang satu menancap di leher si Belanda yang tadi mengalahkan Cina gendut itu. Samurai yang satu itu hanya menancap separohnya. Namun Belanda itu seperti orang dicekik setan. Matanya juling dan lidah terjulur. Dia berusaha untuk mencabut samurai itu dari lehernya.
@
Tikam Samurai - III