Tikam Samurai - 361

Tempat tidur hotel itu tak bisa dikatakan bagus, tapi cukuplah. Siang itu terasa panas. Keinginannya adalah segera mandi dan tidur. Dia membuka pakaiannya, menukarnya dengan kimono. Kemudian mengambil sabun dan sikat gigi. Lalu masuk ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Airnya tak begitu sejuk. Tapi dia tak perduli. Selesai gosok gigi dia membuka kimononya, lalu mandi. Di tingkat dua, persis di atas kamar mandi di mana dia tengah membersihkan diri, ada sebuah lobang kecil. Di lobang itu ada sebuah mata yang tengah melotot menatap ke bawah. Ke tubuh Michiko yang tak tertutup kain sehelai benangpun.
Tubuh orang yang mengintip itu, seorang pelayan hotel yang berusia setengah baya, menggigil melihat pemandangan di bawah sana. Melihat pinggang yang ramping. Pinggul yang besar dan dada yang ranum membusung. Semuanya tanpa penutup. Meski agak terlambat mengetahui, Michiko ternyata punya instink yang cukup tajam. Dia merasakan seperti tengah diintip orang. Sambil tetap bersiram, dia melirik kiri dan kanan. Dinding kamar mandi itu dari beton.
Satu-satunya kemungkinan orang mengintip adalah dari atas. Dia menyauk air. Kemudian menyiramkan ke lehernya. Dalam posisi demikian dia menengadah. Suatu gerakan yang tak kentara sama sekali. Dia segera dapat menangkap bahwa di loteng ada sebuah lobang kecil. Hotel brengsek, di mana-mana hotel brengsek sama saja. Ada lobang tempat mengintip orang tidur atau mengintip orang mandi. Michiko meletakkan gayung ditangannya ke pinggir bak mandi. Kemudian tangannya membetulkan rambut.
Di rambutnya ada sepit rambut yang sebenarnya adalah sebuah samurai kecil. Sepit rambut itu dahulu pernah menyelamatkan dirinya ketika bersama Salma saat akan diperkosa pelaut di sebuah hotel di Singapura. Pengintip di atas melihat gadis itu membetulkan rambutnya. Melihat gadis telanjang itu membuka sepit rambut. Tiba-tiba gadis itu seperti menggeliat.
Dan tiba-tiba tukang intip itu meraung. Sebuah benda yang amat runcing menusuk mata kanannya yang berada di lobang kecil itu. Dia tersentak bangun. Hulu samurai kecil itu tak muat di lobang tersebut. Karena dia terlonjak bangkit, samurai itu lepas dan jatuh kembali ke bawah. Michiko menangkap sepit rambutnya itu. Membersihkannya. Dan dengan tenang dia melanjutkan mandinya.
Di tingkat dua, pelayan hotel yang mengintip itu meraung-raung. Dia berlari keluar dari kamar di mana dia mengintip. Tapi tiba di tangga menuju ke bawah, dia tak dapat menguasai dirinya lagi. Matanya pecah dan mengeluarkan darah yang membasahi mukanya. Tubuhnya jatuh bergulingan di tangga. Tiba di bawah, dia pingsan. Teman-temannya berlarian. Dan melihat wajah lelaki itu berlumur darah.
Mereka tadi mendengar lelaki itu berteriak dari atas sana. Dua orang lalu berlari ke atas dengan parang di tangan. Apakah ada perampok di atas? Mereka membuka pintu salah satu kamar. Ada darah menitik. Tapi tak ada siapa-siapa. Lobang itu tak kelihatan. Sebab tertutup oleh tikar. Mereka memeriksa setiap sudut kamar. Namun tak berhasil menemukan apa-apa.
Mereka semua sebenarnya tahu bahwa hampir di tiap kamar di lantai dua itu ada lobang yang bisa mengintip ke bawah. Lobang itu ditutup dengan tikar. Tapi sampai saat ini mereka tak menduga sama sekali bahwa mata teman mereka itu kena hantam samurai oleh orang yang berada di kamar mandi di bawah sana. Mana mungkin mereka bisa menduga. Lelaki itu segera dibawa ke rumah sakit. Sorenya ketika dia sadar, teman-temannya bertanya apa sebenarnya yang terjadi.
Namun lelaki itu tak mau menceritakan hal yang sesungguhnya, malu dia. Sebenarnya dia tak tahu apa yang memecahkan bola matanya. Dia benar-benar tak tahu. Dia masih ingat dengan pasti. Waktu itu gadis telanjang yang dia intip tersebut sedang membetulkan rambutnya dan menggeliat. Saat itulah sebuah benda menerkam matanya. Dia tak pernah menyangka, bahwa gadis itu bukan menggeliat. Melainkan melemparkan sepit rambutnya ke atas, ke matanya yang sedang mengintip.
Michiko yang mendengar ribut-ribut itu tak mau perduli. Dia menyelesaikan mandinya. Ketika dia melihat lagi ke atas, lobang itu telah tertutup. Kemudian dia memakai kimono. Lalu mengambil samurai yang diletakkan di atas meja, memindahkannya ke bawah bantal. Kini dia makin tak percaya pada setiap orang.
Di Singapura, di kapal terbang, kini di hotel di Jakarta, bahkan di negerinya sendiri, di Jepang sana, banyak saja orang yang berniat jahat padanya. Memang tak mudah jadi perempuan cantik. Kemana-mana selalu jadi pusat perhatian. Dimana-mana selalu menerbitkan selera lelaki. Apalagi kini dia sendirian. Dengan menghela nafas berat dia lalu membaringkan dirinya di tempat tidur. Lelah menyerang sangat cepat. Karena lelah yang amat sangat, dia tertidur dengan pulas.
Sedan Chevrolet hitam yang ditompangi babah gemuk tadi memasuki pekarangan hotel itu. Di dalamnya ada si babah gemuk dan seorang lelaki lain yang bertubuh besar. Nampaknya orang Indonesia. Orang tinggi besar dengan otot-otot yang menyembul dari balik lengan baju pendeknya itu turun. Kemudian dengan sikap hormat membukakan pintu mobil.  Si gendut yang pagi tadi sepesawat dengan Michiko, turun dengan sikap seperti tuan besar. Didahului oleh tuan besar itu, mereka melangkah memasuki hotel, di sambut seorang pegawai hotel dengan sikap hormat.



@



Tikam Samurai - 361