Tikam Samurai - 364

Di sana, tadi ada sesuatu yang hampir menusuk-nusuk tubuh Michiko. Dan kini sesuatu itu putus sudah! Tercampak di lantai! Lelaki itu meraung-raung. Membangunkan orang di hotel. Mereka berlarian ke kamar nomor empat itu. Ketika sampai di sana, pintu terbuka. Seorang lelaki Cina bertubuh gemuk, merangkak ke luar dengan wajah meringis menahan sakit dan wajah pucat.
”Ada apa, ncek?”
”Ada sakit. Banyak sakit…” jawab incek gemuk itu sambil meerangkak terus meninggalkan kamar maut itu.
Dia sebenarnya ingin berlari kencang. Tapi alat kesenangannya amat sakit. Menyebabkan dia tak bisa berdiri. Tapi dia tak berani bertahan terus di kamar perempuan tukang bantai itu. Dia harus pergi. Kesempatan itu terbuka tatkala perhatian Michiko tengah terarah sepenuhnya pada Husein. Dia cepat merangkak keluar. Michiko memang tak melihatnya. Di kamar, Husein masih meraung-raung. Namun Michiko tak memperdulikannya.
Samurainya kembali bekerja. Kedua tangan lelaki itu putus hingga bahu! Lelaki itu bergulingan di lantai. Bermandi darah dan seperti dijagal. Dia belum mati. Orang yang melihat ke dalam jadi tersurut dengan wajah pucat pasi. Kemudian menghindar dari sana. Takut dan ngeri. Michiko mengambil buntalan pakaiannya. Kemudian dengan tenang dia melangkah ke luar. Namun langkahnya terhenti tatkala mendengar suara Husein menghiba-hiba.
 “Tolong saya nona jangan biarkan saya menderita, bunuhlah saya…”Michiko menatapnya dengan pandangan dingin.
“Jika tadi kau berhasil menodai saya, maka saya akan menderita seumur hidup. Itu tak pernah terpikirkan oleh mu bukan? engkau takkan mati. Setidaknya engkau tidak akan mati sehari dua hari ini, engkau akan sangat menderita itu perlu bagimu sebagai hukuman atas apa yang kau perbuat pada diriku. Atas apa yang kau perbuat atas perempuan-perempuan lain, saya yakin sudah banyak perempuan yang sudah engkau nodai. Nah, kini kau rasakan balasannya….”
Sehabis berkata begitu Michiko melangkah keluar kamar itu. Petugas-petugas hotel tidak ada yang berani berkutik tatkala dia lewat, penghuni hotel yang lain menatap dengan diam. Di kamar Husen merintih-rintih, makin lama suaranya makin lemah. Akhirnya dia pingsan, terlalu banyak darah yang keluar dari perut, bahu dan selangkangannya. Tapi michiko berkata benar kalau lelaki ini cukup tangguh. Dia tak segara mati.
Dia juga tidak mati ketika ambulance datang membawanya kerumah sakit. Dokter dan perawat menggeleng melihat hasil pembantaian itu,mereka segera menebak bahwa benda yang dipakai untuk mencencang tubuh lelaki ini adalah sebuah benda yang sangat tajam, tajam sekali! itu jelas terlihat pada bekas luka lain ditubuhnya.
“Bunuh saja saya dokter….bunuh saja saya, jangan biarkan saya hidup..”Mohon husen tatkala malamnya dia sadarkan diri. Namun mana ada dokter yang mau membunuh pasiennya. Meski atas permintaan pasien sendiri, justru dokter memberi dia injeksi dengan obat tidur.
Sekeluar dari hotel Michiko menyetop sebuah taksi ”Kemana Nona?” tanya sopir taksi yang ternyata orang cina. Michiko tertegun dia segera ingat babah gemuk itu, dia tak jadi naik taksi itu. Dia justru melambai taksi lain yang ada yang parkir tak jauh dari pintu. Sopirnya orang indonesia, sopir taksi cina itu menggerutu panjang pendek.
“Kemana nona?”
“Antarkan saya kehotel yang paling dekat dari sini…”
“Silahkan naik non….” Kata sopir itu dengan ramah. Hati Michiko jadi tentram mendengar suara sopir yang bersahabat itu.Michiko membuka pintu,kemudian naik.
“Baru datang di kota ini nona?”tanya sopir tatkala taksi mulai berjalan
“Ya..”
“Nona datang dari jepang?”
“Mmm..”
“Maaf, nona sedikitpun tidak mirip orang Jepang, Nona lebih mirip orang Sunda Gadisnya cantik-cantik. Meski tak secantik nona, nona bisa ditebak orang Jepang kalau mendengar aksen bicara nya…” Michiko tidak memberi komentar atas ucapan sopir itu. Dia memandang keluar, rasanya sudah lama dia berada di atas taksi ini.
“Masih jauh?” tanyanya.
“Kita sudah sampai nona…” jawab sopir itu sopan sambil membelokkan mobilnya, Michiko sempat membaca tulisan “Hotel” di depan, hanya dia tidak sempat membaca nama hotel, karena terhalang daun pohon Flamboyan yang tumbuh rindang, mobil itu berhenti di samping hotel. Sopir turun dan membuka pintu, Michiko turun dan mengucapkan terima kasih.



@



Tikam Samurai - 364