Tikam Samurai - 363

”Huseinn…! Jahanam lu! We jitak lu punye pale!”
Babah itu memaki dengan amarah yang tak tanggung-tanggung. Dia sudah kelaparan menanti di sedan di luar hotel. Bermacam bayangan yang menggairahkan seperti sudah bisa dia nikmati atas diri gadis Jepang cantik bertubuh montok itu. Tapi kok lama banget, pikirnya. Lama benar Husein keparat itu. Dia melihat jam. Heh, kelewatan. Tapi dia masih menanti beberapa saat lagi. Namun sudah empat sampai tujuh menit saat dia menanti, si Husein itu tak juga kelihatan batang hidungnya. Jangan-jangan dia ”makan” duluan, pikirnya sambil membuka pintu mobil. Dia berjalan dengan perut buncitnya ke hotel.
”Kamal belapa ponakan saya itu tadi?” dia bertanya ke resepsionis.
”Kamar nomor empat…”
Tanpa menunggu babah itu segera ke sana. Di depan pintu dia berhenti sejenak. mendengar nafas dan tangis. Kemudian kakinya yang besar terangkat. Gedubrakk!!! Tendangannya menghantam pintu sampai terbuka lebar. Si Husein yang sudah ”siap tempur” tiba-tiba terlompat ke bawah.
Babah itu sejenak terkesima. Pemandangan di tempat tidur, tubuh Michiko yang tertelentang tanpa apa-apa, membuat jantungnya berhenti berdetak. Namun Michiko yang merasa dirinya bebas, segera menyambar kimononya. Saat itu si babah mengalihkan pandangannya ke Husein.
”Husseiinnn! Lu kulang ajal. Kulang ajal betuuul! Babi, anjing, monyet, beluk lu!”
Sumpah serapah incek gemuk itu berhamburan. Husein tertunduk layu. Layu dari atas sampai ke bawah.
Babah itu maju lalu plak, pluk, plak….plak! tangannya menampar Husein tiga kali. Husein tak bisa cakap. Kepalanya tertunduk. Atas bawah. Tangannya melindungi miliknya yang berada di bawah. Saat itulah mereka berdua melihat gadis Jepang itu turun dari tempat tidur. Babah gemuk itu menoleh. Husein juga menoleh.
”Ah, kau diganggunya, Dik?”
Buset..! Babah gemuk itu memanggil Michiko dengan sebutan ”dik”. Benar-benar selangit!!
Michiko tak mengacuhkannya. Matanya berbinar berang. Menatap tajam pada lelaki besar yang masih telanjang itu.
”Saya, eh, we sudah tempiling dia. We sudah tempiling tiga kali. Mau lihat! Nih….” dan babah gemuk itu maju lagi ke dekat Husein.
Tangannya bekerja lagi. Puk, pak, puk…..! Tiga kali tempiling mendarat dengan telak.Husein tertunduk kuyu.
”Nah, dia telah ku tempiling, Dik…” kata babah itu sambil nyengir.
Michiko memandang dengan jijik dan marah luar biasa. Perlahan dia mencabut samurai yang kini telah dia pegang di tangan kiri. Babah yang sudah siap lagi untuk bicara, jadi terdiam. Husein juga menatap. Tapi dia tak kaget. Dia hanya menatap heran pada perempuan cantik yang tadi hampir saja memuaskan nafsunya itu. Heran melihat gadis secantik itu memegang senjata yang dulu sering dipergunakan serdadu Jepang.
”Jahanam, kalian…” gadis itu mendesis tajam.
Lalu samurainya bekerja. Amat cepat. Samurai itu melukai dada Husein. Michiko memang tak segera membunuhnya. Dia hanya ingin memberi pelajaran pada lelaki itu. Husein kaget. Menatap ke dadanya yang luka. Meski tak dalam, namun darah merembes. Dia usap dadanya. Ternyata dia lelaki yang tak mengenal takut.
”Ha, bisa juga kau memainkan senjata itu nona….” katanya sambil tersenyum tanpa memperdulikan darah di dadanya. Babah gemuk itu sebenarnya sudah agak takut. Tapi karena tukang pukul nya itu tak takut, dia juga jadi berani.”Sudahlah, Dik. Jangan main-main palang panjang, eh, kapak, eh, jangan main-main samulai. Nanti adik luka. Mali sini abang simpan…” kata apek gemuk itu sambil maju mengulurkan tangan pada Michiko.
Maksudnya membujuk agar samurai itu diserahkan padanya. Namun sebuah tendangan menantinya. Tendangan yang telak dari jurus karate yang telah mahir dipelajari Michiko. Tendangan itu mendarat di kerampang Cina gemuk itu. Babah gemuk itu terhenti. Nafasnya tertahan. Matanya juling. Alat kesenangannya, yang biasa dia buat untuk bersenang-senang, terasa sangat sakit. Rasa akan pecah dihantam tendangan gadis itu. Dengan melenguh, dia jatuh berlutut di lantai. Husein jadi kaget juga melihat makan kaki gadis itu.
Dia segera membantu bosnya. Dengan masih bertelanjang, dia menyergap gadis itu dari samping. Namun Michiko sudah siap. Meski dia tak bisa segera menggunakan samurai, pukulan tangan kirinya mendarat di jidat lelaki itu. Lelaki itu terhenti. Jidatnya bengkak sebesar telur ayam. Namun dia tak merasa sakit. Yang dirasakannya hanya sedikit pening dan kaget. Dia memang lelaki yang alot. Tak merasakan pukulan.
Tapi waktu dia berhenti menyerang itu sudah cukup bagi Michiko untuk mempergunakan samurai di tangan kanannya. Cress! cresss!, dua sabetan cepat. Pada sabetan pertama telinga kanan Husein bercerai dari kepalanya. Sebelum Husein sempat berteriak karena sakit, sabetan kedua menghantam perutnya. Perutnya menganga. Husein kali ini menatap dengan wajah pucat pada gadis itu. Gadis itu juga menatapnya. Mukanya masih tetap merah. Husein memang tangguh.



@



Tikam Samurai - 363