Tikam Samurai - 395

Warna hitam dan merah, selain ingin menggambarkan keseraman, juga ingin menimbulkan suasana misteri. Namun kesan tak menarik tak bisa disembunyikan dari ilustrasi itu. Kalau ada yang menarik barangkali adalah judulnya itu. Tentang pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Indonesia.
Lebih eksplisit, buku itu memang bercerita tentang PRRI. James Mossman melukiskan dalam bukunya itu saat-saat sebelum dan sesudah diproklamasikannya PRRI bulan februari 1958. Lalu diceritakannya juga tentang tentara APRI yang di pimpin oleh Kolonel Ahmad Yani ketika meendarat di padang. Kemudian perkembangan berikutnya. Baik di Sumatera Barat maupun Indonesia pada umumnya. Si Bungsu membalik-balikan buku itu dan membacanya beberapa halaman. Dalam buku itu diterangkan bahwa James Mossman wawancara langsung dengan beberapa tokoh PRRI, dan dari sana dia menuliskan pandangan nya, antara lain:
1.Tokoh-tokoh PRRI ternyata menganggap rendah lawan-lawannya. Dalam hal ini adalah tentara pusat dan Soekarno. Sikap inilah yang kelak menyebabkan PRRI lebih cepat di kalahkan. Dalam salah satu halaman,ada wawancara James Mossman sebagai berikut: Suatu hari Dia bertanya kepada kolonel Simbolon:
“Bagaimana kolonel bisa menafsirkan kalau Soekarno tidak akan mengirimkan tentaranya untuk mendarat di Sumatera untuk menyerang anda disini?”
Simbolon yang posisinya adalah menteri Luar Negeri PRRI, cepat menjawab: “Soekarno tak punya keberanian untuk itu ”Dan Kolonel Dahlan Djambek di bukittinggi amat senada jawabannya dengan Simbolon ketika di tanya Mossman,katanya: ”Soekarno will never dare invade us here.(Soekarno tidak akan punya keberanian menyerang kami disini.)“.Padahal waktu itu semua orang tahu kalau APRI sudah menduduki Pekanbaru dan Rengat. Artinya untuk melangkah ke Sumatera Barat tinggal melangkahkan sebelah kaki saja dari dua tempat itu.
Lebih lanjut Mossman menuliskan”Kemudian ternyata tokoh-tokoh PRRI di buat amat kaget ketika mendengar Soekarno memerintahkan APRI menyerbu ke Padang. Ketika serangan itu dilakukan, Pasukan kolonel Ahmad yani mendarat di Tabing lewat Udara dan di pantai padang lewat kapal-kapal perang, ternyata tak sebutir peluru pun di tembakan PRRI sebagai perlawanan. Padahal yang mendarat dengan parasut di lapangan udara Tabing amat mudah ditembaki dari bawah. Selain itu yang mendarat di pantai Padang dengan mudah pula disapu. Karena pantai Padang memiliki benteng yang amat tangguh yang tegak dengan kukuh menghadap lautan.
Benteng itu dibuat oleh ahli-ahli perang Jepang untuk menghadapi Ekspansi sekutu di tahun 1943. Tapi benteng-benteng yang menghadap kelaut itu, yang bakal tak mampu di tembus oleh peluru meriam kapal-kapal perang APRI, betapun besarnya meriam kapal tersebut tak pernah di pergunakan PRRI karena tidak adanya koordinasi. James Mossman menuliskan itu karena dia berada di Padang tatkala tentara Ahmad yani melakukan pendaratan.
2.Tokoh-tokoh PRRI bersikeras bahwa akhirnya merekalah yang akan menang. mereka bersikeras karena berkeyakinan kalau Soekarno adalah pihak yang salah, mereka di pihak yang benar. Padahal peperangan bukan hanya masalah siapa yang salah atau pun benar. tetapi juga meliputi juga masalah persenjataan, taktik dan strategi! Banyak contoh bahwa yang benar diluluh lantakkan oleh yang salah, hanya karena yang benar itu tak menjalankan otaknya, sementara yang salah itu pintar orang nya.
MR. Syafrudin Prawiranegara, Perdana Menteri PRRI yang di tanya Mossman di Padangpanjang.tentang bagaimana perasaannya mengenai pasukan lawan yang saat itu mengepung Sumatera tengah, menjawab: ”Mereka(APRI) tak dapat berbuat untuk menyakiti kami. Tuhan berada di pihak kami. God is our side..” dan tak lama setelah jawabannya ini (selang beberapa bulan) Syafrudin ternyata menyerah,yaitu pada 28 agustus 1961 di Padangsidempuan.
Kemudian Mossman mewancarai Kolonel Ahmad Yani. selaku komandan Operasi 17 Agustus di Padang.”Apakah anda heran tidak ada perlawanan sama sekali dari PPRI?”Yani menjawab “Tidak begitu heran ,Orang-orang Minang ini anda tahu, mereka dihatinya adalah tukang-tukang Kumango. Mereka adalah pedagang kaki lima(shop-keepers). Mereka bercakap terlalu banyak untuk menjadi prajurit yang baik…”
Di halaman lain, si Bungsu membaca tulisan Mossman sebagai berikut: “Sejak hari-hari pertama perang saudara itu, Mossman mempunyai kesan yang pelik. Adapun Simbolon dan pemimpin militer yang lain, pendiri-pendiri sesungguhnya dari gerakan otonomi Sumatera Tengah, tidak pernah mengharapkan akan harus berkelahi sama sekali untuk kepercayaan-kepercayaan mereka. Mereka mengira akhirnya akan berunding di meja konferensi dengan Soekarno. Menurut Mossman pula, pasti Syafruddin tak pernah mengira akan terjadi segalanya itu. Yakni PRRI akan diserang dengan kekuatan tentara oleh Jakarta.
Sampai saat-saat akhir, dia percaya pada bantuan pasukan dan sekutu-sekutunya, prajurit-prajurit, politisi dan dunia barat. Kekalahan tak masuk akal baginya, karena dia percaya perjuangannya adalah benar.



@



Tikam Samurai - 395