Ketika dilihatnya prajurit-prajurit PRRI tak mampu menghadapi serangan udara dan tak punya keinginan untuk menewaskan sesama orang Indonesia, atau dibunuh oleh mereka dalam suatu pertarungan untuk mana mereka tidak begitu aktif perasaan simpati mereka, maka dia jauh lebih terkejut daripada perwira-perwira yang mengangkatnya ke atas jabatan pemberontaknya. Itulah tulisan Mossman tentang Syafruddin Prawiranegara.
Selanjutnya, wartawan Inggeris itu mencerca Syafruddin dengan pedas. Dalam bukunya itu dia menulis: ‘’Syafruddin seorang kerani, bernafsu, picik. Ia adalah kerani bank yang akhirnya lepas lalang dan merampok bank.’’
Tapi Mossman tak pernah menjelaskan kebenaran tuduhan pedasnya, Bank mana saja yang dirampok oleh Syafruddin. Di halaman lain, si Bungsu membaca tentang PRRI itu sebagai berikut: ‘’Tokoh-tokoh PRRI tampaknya sangat mengandalkan bantuan Barat.Sebab PRRI berjuang antara lain untuk menghancurkan komunis di Indonesia. Namun ketika bantuan itu tak kunjung datang, atau kalaupun datang tapi tak menentu dan dalam jumlah yang nyaris tak ada arti untuk mempersenjatai beberapa resimen, sementara tentara APRI telah mendesak terus, mereka tak dapat berbuat lain, kecuali menyumpah dan amat kecewa.”
Dalam suatu wawancara antara Mossman dengan Simbolon di Mess Perwira Padangpanjang pada 15 April 1958 (Saat itu APRI telah maju cukup banyak) dia berkata:
‘’Kami memerlukan pesawat-pesawat pemburu. Hanya dua atau tiga pemburu jet. Satu malah dengan penerbang yang baik. Yang akan menghasilkan tipu muslihat. Kami akan mampu menahan majunya pasukan Nasution. Mengapa Barat tak melihat hal ini? Mengapa mereka tak mempunyai cukup kepercayaan buat mengirimkan beberapa pesawat pemburu, yang buruk sekalipun? Tak lama lagi, jika bantuan itu datang juga, keadaan sudah akan terlalu terlambat’’. Itu ucapan Simbolon.
Dalam buku itu juga Mossman memperjelas siapa yang dimaksud oleh tokoh-tokoh PRRI itu dengan “teman barat” itu. Mossman menunjukan peranan Central Intelligence (CIA) dari Amerika dalam kemelut perang saudara itu. Sebelum pecah perang saudara, beberapa tokoh PRRI bertemu dengan agen-agen CIA di Sumatera, dan di lain-lain tempat.
Hanya dia tak merinci tempat-tempat pertemuan itu. Tak menyebutkan kota dan tempat serta waktunya. Kemudian menurut Mossman, salah satu sebab kenapa PRRI berantakan dari dalam ialah karena diproklamirkannya Republik Persatuan Indonesia (PRRI) di Bonjol tanggal 7 Februari 1960. Republik ini merupakan gabungan antara PRRI dengna pasukan Darul Islam (DI) di Aceh dan Sulawesi Selatan.
Adapun DI yang fanatik Islam amat tak berkenan di hati orang Permesta yang beragama Kristen seperi Vence Sumual, Alex Kawilarang, Simbolon dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo. Proklamasi PRRI itu adalah awal dari perpecahan di kubu PRRI dan Permesta. Pemberontakan itu dianggap selesai sejak Presiden Soekarno memberikan amnesti dan abolisi secara umum terhitung 5 Oktober 1961.
Si Bungsu meletakkan buku tebal itu di meja. Menatap pada kedua temannya bekas tentara Baret Hijau itu.‘’Buku itu tak ada di Indonesia bukan?’’ tanya Fabian.Si Bungsu menatap buku tersebut. Dia menggeleng.‘’Saya tak tahu. Saya tak berminat pada masalah-masalah begini di sana. Saya bukan politisi, bukan militer, bukan cerdik pandai.
Saya tak tahu buku mana yang boleh beredar dan mana yang tidak di negeri saya itu. Lagipula, saya bukan orang terdidik yang menyukai buku,’’ ujarnya jujur tentang dirinya.
‘’Buku itu memang dilarang di negerimu, Bungsu. Sebab, meskipun sebahagian besar bicara tentang kelemahan PRRI, dia juga bicara tentang kelemahan dan kesalahan yang dibuat oleh Presidenmu, oleh para menteri dan pemimpin negeri kalian yang goblok, serakah dan pengecut!’’
Si Bungsu menatap wajah temannya itu. Mukanya jadi merah. Betapapun juga, rasa nasionalismenya jadi tersinggung. Dia tahu, tak semua pimpinan di negerinya sejelek yang diucapkan Fabian. Tapi bekas kapten tentara Baret Hijau ini memaki mereka sama rata. Fabian segera menyadari jalan pikiran temannya itu.
‘’Sorry, kawan. Saya memang agak emosi. Soalnya negerimu itu amat condong ke komunis. Sebahagian besar rakyat kalian kini menjerit kelaparan. Sementara segelintir orang-orang berkuasa, atau yang dekat dengan penguasa, hidup mewah’’
Si Bungsu masih tetap diam dan masih menatap Fabian. Fabian bicara lagi.
‘’Negerimu itu sesungguhnya negeri yang amat kaya, kawan. Di sana, matahari bersinar sepanjang zaman. Negerimu negeri yang amat sangat dilimpahi Rahmat Tuhan. Apapun yang kalian tanam di sana hidup dan tumbuh dengan subur. Untuk kemudian menghasilkan panen yang melimpah. Di sana tak ada musim gugur, tak ada musim salju yang memunahkan seluruh jenis tetumbuhan. Tidak, negerimu panen bisa berlangsung sepanjang zaman. Tapi kenapa rakyatmu melarat? Kenapa kelaparan? Apa yang tak ada di sana? Sebutlah: emas, perak, minyak, batubara, timah, tembaga, lada, pala, beras, pisang dan seribu macam sayur mayur. Apalagi yang kalian butuhkan? Tapi rakyat kalian tak bisa turun ke sawah, ke ladang dengan aman, sebab banyak teror dan intimidasi politik.
Mereka tak dapat turun ke laut menangkap ikan yang melimpah, karena bajak laut sepertinya ada di mana-mana. Tidak hanya bajak laut dalam arti harafiah, tetapi pembajak dalam segala hal! Segelintir pemimpin kalian terlalu sewenang-wenang.
@
Tikam Samurai - V