‘’Saya harap Anda, Nona Yuanita, atau siapapun nama Anda, merinci lagi tuntutan Anda..’’
‘’Saya sudah menyampaikannya beberapa menit yang lalu, Tuan Presiden. Dan itu tak ada gunanya untuk diulangi. Kami akan mendarat di Mexico City. Kami beri Anda waktu 24 jam untuk mendatangkan tawanan yang kami minta, berikut sebuah pesawat jumbo jet yang siap diterbangkan kemana yang kami inginkan..’’
‘’Saya memikirkan tuntutan Anda, Nona. Tapi ada baiknya Anda menghubungi lapangan udara Mexico City. Kami akan menghubungi Anda kembali..’’
Sepi.
Yuanita bertatapan dengan lelaki berkacamata hitam itu. Lalu menekan tombol penghubung kembali, namun tak ada tanda terima dari sana.
‘’Hubungi presiden babi itu. Kami tak peduli apakah dia main gila dengan meminta pemerintah Mexico untuk menolak kami mendarat. Kalau itu terjadi, maka pesawat ini akan diterbangkan langsung ke New York..’’ pramugari cantik itu mulai berkata dengan marah pada pilot.
Pilot Jepang itu berusaha beberapa kali, dan akhirnya hubungan tersambung lagi. Tapi suaranya putus-putus, ada gangguan cuaca. Pilot itu kembali mencoba dan berhasil.
‘’Tuan Presiden, nona ini ingin bicara..’’
‘’Ya..’’
Yuanita merebut radio itu, dan bicara dengan nada dingin:
‘’Presiden, bila Anda coba meminta Pemerintah Mexico untuk menolak kami mendarat, maka pesawat ini, dengan enam puluh empat penumpangnya, dua puluh diantaranya wanita, enam orang anak-anak, akan kami terbangkan menuju New York. Akan kami tubrukan ke gedung PBB, atau kami langsung ke Washington, menubrukkan pesawat ini ke Gedung Putih. Kalau tak sampai, kami akan membiarkan pesawat ini meluncur jatuh kehabisan bahan bakar..’’
Yuanita memutuskan hubungan, memerintahkan meng hubungi pelabuhan udara Mexico City. Dengan cepat pelabuhan udara yang memang telah disiagakan sejak terdengar pembajakan itu dapat dihubungi.
‘’Di sini DC 10 Japan Air Lines Nomor penerbangan….’’ pilot itu menjelaskan segala identias penerbangannya. Kemudian minta bicara dengan tower. Minta izin untuk mendarat.
Namun petugas tower memberi jawaban:
‘’Maaf lapangan kami tertutup untuk Anda, harap mencari lapangan lain, roger…’’
Yuanita bertatapan dengan lelaki berkacamata hitam tadi. Lalu menyambar radio dari tangan pilot tersebut, kemudian dengan nada yang amat mengancam berkata:
‘’Kami akan tetap terbang menuju lapangan Anda. Jika Anda tidak mengosongkan lapangan, maka saya akan perintahkan pesawat tetap mendarat. Jika perlu dengan menabrak tower di mana Anda bertugas. Anda boleh sampaikan ini pada Presiden Anda agar dia menyampaikannya pada Presiden Kennedy yang meminta kalian untuk melarang kami mendarat di Mexico City! Setelah ini tak ada tanya jawab!’’
Dan radio itu dia sangkutkan. Pilot menatapnya.
‘’Kita berada dalam bahaya besar jika tak berhubungan dengan lapangan, Nona..’’ katanya pelan.
Gadis bekas pramugari itu tersenyum.
‘’Apa artinya bahaya itu, di sini juga ada segudang bahaya…’’ katanya sambil memberi isyarat pada lelaki berkaca mata hitam yang menjadi wakilnya itu. Si lelaki segera mendorong Menteri Muda Amerika Serikat itu untuk keluar dari ruangan cokpit.
‘’Kita terus ke Mexico City?’’ pilot Jepang itu bertanya pada gadis yang masih saja mengacungkan pistolnya.
“Ya. Terus..!’’ dan gadis itu meraih peta di sisi pilot, kemudian memperhatikannya. Lalu beralih memperhatikan instrumen pada pesawat DC 10 itu. Pilot dan copilot tersebut memang tak mungkin membohongi jalur penerbangan mereka.
Selain bisa membuat para pembajak ini marah, juga karena mantan pramugari ini demikian hapal dengan jalur penerbangan yang mereka tempuh. Pengalamannya sebagai pramugari senior membuat dia mengerti memakai instrumen yang ada di pesawat tersebut. Sekaligus juga bisa membaca dan memanfaatkan peta penerbangan.
Di ruang penumpang, si Bungsu dan Tongky yang sejak beberapa saat terdiam, mulai menghitung-hitung kemungkinan. Tongky jelas membawa sebuah pistol merek Lucer buatan Jerman. Pistol otomatis yang mampu memuntahkan selusin peluru. Tapi, pembajak terpencar posisinya. Di cokpit kini justru jadi bertiga dengan lelaki yang menggantikan kedudukan si kaca mata.
Kemudian di tengah dua orang. Masing-masing tegak dekat pintu darurat kiri dan kanan. Lalu dua orang di belakang. Jadi jumlah pembajak ini tujuh orang. Jumlah yang tak dapat dikatakan kecil. Jika dia menembak yang di depan, maka yang di belakang dan di tengah akan menghujaninya dengan peluru. Itu masih mendingan, bagaimana kalau yang lain justru tidak membalas menembak, tetapi langsung melemparkan granat yang ada di tangan mereka?
@
Tikam Samurai - V