‘’Nona, Anda bisa menimbulkan perang dalam pesawat ini dengan hanya menyebut Love kepada kawanku ini saja. Anda harus adil..’’ ujar Tongky.
Penumpang lain semakin nyengir dalam situasi genting itu. Lelaki keparat dari mana pula ini, dalam keadaan gawat begini, di bawah todongan bedil dan granat pembajak Cuba, masih sempat berseloroh tak menentu, pikir mereka. Akan halnya gadis itu masih tetap tersenyum. Senyumnya baru lenyap tatkala dari loud speaker terdengar suara:
‘’Nona Yuanita, Yuanita Pablo, Pemerintah Amerika ingin bicara langsung dengan Nona di radio..’’
Itu adalah suara pilot pesawat tersebut. Aksen Jepangnya kentara sekali. Gadis itu, yang ternyata bernama Yuanita Pablo, segera meninggalkan tempatnya berjalan ke ruangan pilot. Suasana di dalam kabin kembali sepi. Orang saling pandang sesamanya. Tak lama kemudian pintu cokpit kembali terbuka, lelaki berkacamata yang bicara atas nama pembajak tadi yang beberapa saat berada di cokpit menggantikan Yuanita, kini muncul.
Dia langsung menuju Menteri Muda Pertahanan Amerika, yang duduk di barisan depan. Dengan pistolnya dia memberi isyarat untuk berdiri. Dua orang lelaki di deretan ketiga, yang tadi duduk di belakang menteri itu, kelihatan bergerak, lelaki yang berkaca mata hitam mengangkat granat di tangan krinya, dan berkata dingin ke arah mereka:
‘’Kami tahu, Anda dari CIA atau FBI, tapi jangan berlagak jagoan dalam pesawat ini. Kami juga tahu, kalian membawa senjata. Jangan sekali-kali mencoba, kalau tak ingin pesawat ini kami ledakan. Kalau tak ingin menteri ini kami bunuh’’.
Sehabis berkata dia lalu memberi isyarat, menteri muda itu maju, namun dua lelaki di belakang sana, yang barangkali memang dari CIA atau FBI pengawal menteri itu, kelihatan kembali bergerak. Lelaki berkacamata itu berbalik, menembak!
Salah seorang dari anggota CIA itu terjungkal dengan dada berlobang. Mati! Orang pada memekik dan panik. Kemudian terdengar bentakan-bentakan menyuruh diam. Sepi.
‘’Saya peringatkan kalian, jangan main gila. Saya bisa menghabisi nyawa kalian semua. Itu tadi sebuah peringatan, bahwa kami tak main-main. Ini satu lagi sebagai bukti kami tidak main-main..’’ sehabis ucapannya dia berputar, mengarahkan pistol ke kepala menteri tersebut. Lalu menembak!
Menteri Muda Urusan Pertahanan Amerika Serikat itu terlonjak, demikian pula beberapa staf pengawalnya, mereka segera merogoh kantong, mencabut pistol. Namun kembali lelaki itu menembak dua kali ke arah penumpang. Dua lelaki terjungkal, mati!
Ini adalah peperangan di udara! Penumpang semakin panik. Mereka menunduk dalam-dalam di kursi masing-masing. Tiga orang sudah mati dalam waktu singkat. Ketiga mereka memang dari CIA! Akan halnya Menteri Muda itu sendiri masih tetap tegak. Tembakan tadi hanya ditujukan ke telinganya. Dan telinga kanannya kini berdarah, separuh putus.
Sepi.
‘’Kami ingin membuktikan bahwa kami tak main-main. Kami siap meledakan pesawat ini berikut seluruh isinya..’’ ujar lelaki itu.
Tatapan matanya yang tajam diarahkan pada si Bungsu dan Tongky. Dua lelaki yang dia lihat tak sedikitpun berusaha menyurukkan kepala, tatkala tadi dia menembak. Kali ini yang bicara adalah Menteri Amerika itu:
‘’Teror yang kalian lakukan takkan ada gunanya. Pemerintah kami takkan melayani permintaan kalian..’’
‘’Itu berarti nyawamu dan nyawa stafmu jadi taruhan, Tuan Menteri..’’
‘’Kami siap mati untuk negeri kami..’’ ujar menteri itu tegas.
Tubuhnya didorong ke dalam cokpit. Cokpit itu jadi sempit dengan empat orang di dalamnya. Si pramugari yang jadi pimpinan pembajak, pilot dan copilot, ditambah di lelaki berkaca mata, kini masuk lagi menteri muda itu.
‘’Presiden Kennedy ingin bicara dengan Anda..’’ ujar pilot Jepang itu sambil menyodorkan radio pada menteri muda tersebut.
Menteri muda itu menekan tombol di radio dalam genggamannya. Dia menyebutkan namanya dan dari seberang sana, terdengar suara John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat:
‘’Anda sehat-sehat, Tuan Menteri?’’
‘’Yes, Mr. President’’
‘’Bagaimana situasi dalam pesawat Anda..’’ radio itu segera direbut oleh si pramugari dan bicara:
‘’Kami ingin mengingatkan Anda, Tuan Presiden, di dalam pesawat ini beberapa orang telah ditembak mati….’’ pramugari itu berhenti, sebab lelaki berkaca mata itu memberi isyarat dengan mengacungkan tiga jari, kemudian dia sambung lagi: ‘’Kini jumlah yang mati sudah bertambah dua lagi. Kami kira dia adalah orang CIA yang ikut bersama menterimu. Dan kami akan meledakan pesawat ini berikut seluruh isinya jika Tuan tak memenuhi tuntutan kami…’’
Tak ada jawaban. Sepi. Presiden Kennedy di Gedung Putih sana nampaknya kaget juga dengan perkembangan baru dalam pesawat itu. Cukup lama situasi sepi, sementara pesawat terbang terus menuju Mexico City, ibukota Negara Mexico. Tiba-tiba suara Kennedy kembali terdengar...
@
Tikam Samurai - V