Tikam Samurai - 434

‘’Kawan-kawan kami akan membebaskan kami’’ ujar polisi yang tergeletak itu sambil nyengir.
Dua orang polisi lainnnya segera hadir dalam kamar mayat itu. Dan kedua polisi yang baru datang itu segera diperintahkan untuk menyeret dua polisi yang dilumpuhkan si Bungsu. Si Bungsu tak mengerti apa sebenarnya yang terjadi. Apakah ada komplotan dalam tubuh kepolisian Dallas? Kedua polisi itu kembali melakukan hal yang tadi dilakukan oleh polisi terdahulu. Mencatat nama dan identitas Tongky dan si Bungsu.
‘’Maaf, kami datang terlambat ke hotel dimana kejadian ini berlangsung. Soalnya mereka telah merencanakan pembunuhan ini dengan baik..’’
‘’Merencanakan?’’ kata si Bungsu heran.
‘’Ya, mereka. Anda tak tahu?’’
Si Bungsu menggeleng.
‘’Mereka dari kelompok gerombolan Klu Klux Klan, Anda tak tahu?’’
Si Bungsu kembali menggeleng.
‘’Mereka dari kelompok gerombolan Klu Klux Klan, Anda tak tahu?’’
Si Bungsu kembali menggeleng.
‘’Anda tak tahu bahwa ini direncanakan atau Anda tak tahu apa-apa tentang Klu Klux Klan?’’
‘’Kedua-duanya. Saya tak tahu untuk apa organisasi itu merencanakan pembunuhan teman saya..’’
Kedua polisi itu saling pandang. Kemudian menarik nafas panjang.
‘’Kawanmu ini, Tuan, dibunuh oleh suatu kelompok orang-orang yang haus akan darah negro. Mereka adalah kelompok iblis yang sebenarnya. Negeri ini, dan hampir semua negeri di selatan ini, kini tengah dilanda oleh kerusuhan rasial yang paling buruk. Kau akan melihatnya nanti… Kawanmu ini mati karena koran ini…’’ ujar polisi itu memperlihatkan sebuah koran.
Koran itu sama dengan koran yang mereka baca tadi pagi di hotel: Pioneer! Di halaman satu ada foto Tongky. Sedang duduk diruang tunggu lapangan di Mexico City. Kakinya ke atas meja, di depannya ada piring bekas goreng ayam. Tongky tersenyum. Foto itu jelas diambil fotografer kawakan dengan memakai telelens. Pioneer menceritakan tentang betapa Tongky menyelamatkan pesawat itu.
‘’Kenapa dengan koran itu?’’ tanya si Bungsu tak mengerti.
‘’Koran ini menjadikan kawanmu pahlawanan, Tuan’’
‘’Lantas?’’
‘’Cerita itulah yang menyebabkan kematiannya’’
‘’Saya tak mengerti…’’
‘’Tuan, seperti yang saya katakan, kedua polisi tadi adalah polisi gadungan. Mereka merencanakan pembunuhan temanmu ini. Mula-mula mereka membaca koran pagi, bahwa ada seorang negro yang jadi pahlawan. Menyelamatkan puluhan penumpang. Pemerintah Amerika dan rakyatnya tentu saja bangga dan menganggap temanmu itu pahlawan. Hal itu menyakitkan hati anggota Ku Klux Klan, orang kulit putih yang anti negro! Karenanya mereka lalu memutuskan untuk membunuh negro yang dianggap pahlawan ini. Mereka memiliki hampir semuanya, senjata, uang, dan koneksi. Mereka memiliki uniform polisi, tentara atau bahkan pakaian kerajaan…’’
HUJAN turun rintik-rintik tatkala seorang pendeta berjubah hitam membacakan doanya. Karangan bunga kelihatan menumpuk di pusara itu. Ada sekitar dua puluh orang lelaki perempuan yang hadir dalam upacara penguburan Tongky. Kesemuanya orang-orang yang dibayar. Inilah kehidupan di kota belantara. Untuk hadir di pemakaman, orang bisa diupah. Semuanya hadir dengan pakaian berkabung.
Wajahnya sendu, kepala menunduk menatap bumi. Dan mereka tak beranjak, tidak pula berucap sepatahpun meski hujan turun gerimis.
Setelah pendeta membaca doa, satu persatu mereka melangkah meninggalkan komplek pemakaman. Berlalu dengan langkah yang tak tergesa-gesa. Betapapun, si Bungsu merasa agak terhibur atas pelaksanaan pemakaman temannya itu. Dia tinggal sendiri di pemakaman itu. Dengan mantel hujan tebal menutupi tubuhnya. Sebuah topi stetson merek Morris di kepala.
Dia mirip detektif yang tengah menatap pusara dengan lima atau enam karangan bunga. Karangan bunga yang dipesan atas uang yang dia serahkan pada dokter di rumah sakit tadi pagi. Senjapun turun ketika dia jongkok dekat pusara temannya itu. Dia ingin bicara, tapi tak ada suaranya yang keluar. Bersama mereka dari Singapura, kini ketika hari pertamanya di sini, kawannya ini pergi mendahuluinya. Kawannya itu datang kemari untuk menemaninya mencari Michiko. Dan ternyata dia mengorbankan nyawanya. Akan dia beritahukah Fabian dan kawan-kawan eks pasukan baret hijau di Singapura? Belum ada simpulan yang dia ambil.‘’Aku akan balaskan kematianmu, kawan… Aku bersumpah untuk membalaskan kematianmu…’’ akhirnya terdengar juga ucapan separuh berbisik dari mulut si Bungsu.
Tangannya memetik beberapa kuntum bunga plastik yang mirip benar bunga sungguhan yang dipakai sebagai karangan bunga di makam itu. Dia menyimpan kuntum bunga berwarna violet itu dalam kantong jas hujannya. Dan ketika dari kejauhan terdengar bunyi genta lonceng gereja, dia melangkah meninggalkan areal pusara tersebut. Senjapun turun memeluk pemakaman itu.



@



Tikam Samurai - 434