Kedua polisi itu bangkit. Para petugas yang menyiapkan mayat dan dokter yang ada disana menyingkir ketepi dengan wajah tegang.
“Jahanam, kubunuh kau bersama dengan Negrro busuk…”Ucapan polisi itu terhenti oleh tendangan si Bungsu yang tepat di dagunya, polisi itu tercampak. Menggelepar dan pingsan! yang seorang lagi meraih pistol. Si bungsu menoleh kepada petugas rumah sakit itu, juga pada dokter cantik yang tegak melongo.
“Anda menjadi saksi, mereka yang mulai menyerang saya..”katanya dengan tenang.
Dokter cantik itu menjerit melihat pistol ditangan polisi itu terarah pada si Bungsu yang masih saja tak mengacuhkannya. Dan si Bungsu, yang telah pulih kembali naluri rimbanya, mendengar dengan jelas pelatuk pistol yang ditarik. Dan hanya berbeda dua detik dari letusan pistol itu, dia lebih duluan membalik dan mengayun tangan kanannya! Dua bilah samurai kecil lepas dari tangannya. Menghantam leher dan dada polisi yang tengah menembak itu! Pistolnya meledak, pelurunya menghantam loteng, kemudian polisi itu rubuh! Si Bungsu kembali menoleh pada para petugas Dallas Central Hospital itu, dan dengan tenang berkata:
‘’Anda jadi saksi, saya hanya membela diri’’
Lalu dia memberi isyarat agar mengerjakan segera mayat Tongky. Dengan gugup petugas itu melaksanakan perintahnya. Saat itu terdengar ada yang berkata;
‘’Anda mencari bencana, Tuan. Anda melawan Polisi Dallas. Anda melawan kawah gunung merapi..’’
Si Bungsu menoleh pada yang bicara itu. Dan yang bicara itu adalah dokter wanita cantik yang tadi mengantar kedua polisi ke ruangan ini.
‘’Anda membunuh mereka…’’ kata dokter itu lagi.
Si Bungsu masih tak menjawab. Namun tak lama kemudian, salah seorang dari polisi itu, yaitu yang bertubuh besar, yang kena hantam hingga pingsan, mulai bergerak.
‘’Dia dan temannya itu takkan mati. Yang kena tikam pisau itu hanya pingsan untuk jangka waktu dua atau tiga jam. Dia akan segera sadar..’’ ujar si Bungsu pelan sambil mendekati polisi yang tak bergerak itu.
Mencabut samurai kecil di leher dan di dada di polisi itu. Dia memang tak berniat membunuh polisi tersebut. Kalau mau, dengan mudah dia bisa melakukan. Dia hanya merasa muak atas perlakuan mereka. Yang merasa super menjadi orang putih. Yang amat menghina orang kulit berwarna. Kebenciannya pada orang kulit berwarna tergambar dalam ucapan dan perlakuannya ketika memeriksa mayat Tongky.
Mereka tidak hanya memperlakukan mayat itu secara tak sopan, tetapi juga berniat merampok dompetnya yang berisi uang dan jam tangan rolexnya! Itulah yang membuat mual si Bungsu, dan yang membuat amarahnya tak terkendalikan. Ketika polisi yang satu akhirnya sadar, dia mendapatkan dirinya telah terborgol bersama temannya yang masih pingsan dengan leher dan dada berdarah. Si polisi menyumpah-nyumpah mendapatkan dirinya dilumpuhkan begitu.
‘’Jahanam, kau akan mendapat pembalasan..’’ sumpahnya pada si Bungsu.
Si Bungsu tak mengacuhkan. Namun suasana segera berubah, tatkala tiba-tiba dari arah mereka masuk tadi terdengar derap sepatu. Seorang dokter lelaki kelihatan masuk, dan di belakangnya ada dua orang polisi yang seragamnya persis seperti dua polisi yang dilumpuhkan si Bungsu. Si Bungsu tahu, dia harus melawan atau masuk bui. Daerah ini kelihatannya amat keras dan tak menyukai orang-orang kulit berwarna, terutama orang negro.
Makanya dia bersandar ke dinding, menatap dengan diam pada polisi yang datang itu. Dia akan melihat situasi, kalau kedua polisi itu cukup sopan, dia akan melayaninya baik-baik. Tapi kalau mereka kasar seperti kedua polisi yang terdahulu itu, maka dia juga akan melayaninya menurut selera mereka. Ah, jauh-jauh datang dari Minangkabau, alangkah memalukannya kalau hanya takut melawan polisi yang zalim. Apalagi jumlahnya hanya dua orang. Bukankah dulu ketika di Tokyo dia juga pernah menghadapi tentara Amerika? Tentara Amerika yang hendak memperkosa Michiko. Dua tentara yang sombong, dan keduanya dia sudahi nyawanya!
Dia sudah datang di kota belantara ini. Dalam tiap belantara, berkeliaran mahluk-mahluk buas. Dia sudah diberi ingat ketika masih di Singapura akan hal itu oleh teman-temannya. Kedua polisi itu menatap si Bungsu. Menatap pada dua polisi yang tergeletak berlumur darah dan tangannya diborgol di lantai. Si Bungsu menatap dengan diam. Polisi itu menatap mayat Tongky. Kemudian menatap si Bungsu.
‘’Maaf, Tuan, kami dari Kepolisian Dallas, apakah Tuan yang meninggal tertembak ini teman Tuan?’’
Si Bungsu buat sesaat tak bisa menjawab oleh sikap yang sopan itu. Tak ada nada permusuhan. Tak ada nada kebencian terhadap kulit berwarna. Kedua polisi itu justru menyebut ‘Tuan’ pada mayat Tongky.
‘’Ya, saya temannya…’’ ujar si Bungsu akhirnya.
Namun dia masih tetap waspada. Kedua polisi itu mendekati temannya yang tergeletak. Si Bungsu jadi kaget tatkala mendengar dialog polisi yang baru datang itu:
‘’Jahanam! Kau merusak nama korps kami. Kini kau rasakan akibatnya. Kalian para bandit haus darah! Kalian akan dihukum tanpa proses verbal!’’
@
Tikam Samurai - V