Tikam Samurai - 188

Ucapan anak muda ini jelas merendahkan diri. Tapi hal itu justru mengundang rasa kaget dan kagum dihati Tokugawa dan seluruh pimpinan Jakuza Tokyo padanya. Seorang asing, anak muda yang berusia sekitar 28 tahun, menantang Kawabat yang kemahirannya bersamurai diantara anggota Jakuza Tokyo terkenal sangat tinggi.
Tokugawa menoleh pada Kawabata. Kemudian terdengar suaranya berbegu dingin:
“Sudah kukatakan beberapa kali pada kalian. Jangan mengganggu gadis Jepang. Jangan mengganggu anak-anak yatim. Ternyata kalian tak menjalankan perintahku. Kawabata, engkau harus melayani tantangan anak muda ini. Kalau engkau mati, maka persoalan selesai di sana. Tapi kalau engkau menang dan tetap hidup, maka peradilan organisasi terhadap kesalahanmu seperti yang dilaporkan anak muda ini akan dilanjutkan. Bersiaplah!”
Tak ada yang bisa diperbuat Kawabata selain membungkuk dalam-dalam memberi hormat. Tokugawa adalah pimpinan Jakuza yang disegani di seluruh Jepang. Dia memang tidak pimpinan Jakuza tertinggi. Dia menduduki rangking ke 2 dalam urutan kepemimpinan Jakuza.
Tapi meski di urutan ke 2, Tokugawa adalah orang yang tak bisa dilewatkan begitu saja dalam oragnisasi. Dia memimpin Jakuza Tokyo. Dan kota ini adalah kota ke 2 di Jepang setelah Kyoto. Kini sejak perang dunia ke 2 berakhir, maka Tokyo justru menjadi kota pertana di Jepang.
Posisinya ini, ditambah dengan wibawa dan kemahirannya serta nama besar keluarga Tokugawa, membuat dia seorang yang amat disegani. Malah dalam pemilihan pimpinan pusat di musim semi yang akan datang. Tokugawa disebut-sebut sebagai calon pimpinan yang tangguh.
Meski kerjanya memimpin komplotan bandit, namun Tokugawa orangnya sportif dan bebudi. Aturan organisasi dia jalankan dengan ketat. Tak sembarang anggota boleh membunuh atau memeras atau maling sesukanya. Ada aturan.
Dan kalaupun ada anak buahnya yang melakukan semua hal itu, seperti Kawabata memperkosa Hanako, atau seperti Kawabat yang memeras di terowongan bawah tanah, maka itu adalah semacam ekses daripada ketidak disiplinan pimpinan bawahannya seperti Kawabata.
Untuk melawan Tokugawa? Amboi mak, minta ampunlah. Semua anggota Jakuza sangat kenal siapa Tokugawa ini. Namanya saja sudah Tokugawa. Suatu klan yang melahirkan jago-jago samurai di seluruh tanah Jepang. Suatu klan keluarga yang mula pertama memperkenalkan senjata tradisional Jepang itu kepada manusia ribuan tahun yang lalu.
Dan Tokugawa ini termasuk seorang dari empat atau lima belas orang pemakai samurai tersohor di Jepang saat ini. Itulah kenapa sebabnya Kawabata atau dedengkot-dedengkot Jakuza lainnya tak berani membangkang terhadap putusan Tokugawa.
Dan itu pula sebab kenapa Kawabat terpaksa harus melayani tantangan si Bungsu. Meskipun sebenarnya dia ingin anak buahnya saja yang menyudahi si Bungsu. Namun dia juga bersykur bahwa dia yang diperintah untuk menghadapi anak muda asing ini.
Dengan demikian dia bisa membalaskan sakit hatinya pada anak muda yang telah membunuh lima anggotanya dan mencelakai seorang dengan memutus tangannya.
Dia segera maju ke tengah rumah setelah menghormat pada Tokugawa. Yang lain pada membuat lingkaran di sekitar dinding. Bagian tengah rumah besar itu kini terluang.
Kawabata membuat semacam acara tradisional di tengah ruangan. Kemudian seorang pembantunya mengantarkan padanya sebilah samurai.
Samurai itu sebilah samurai panjang. Bergagang coklat seperti dari kulit kelas satu.
Dipangkal gagangnya ada jumbai kuning keemasan. Sarungnya di ujung dan di pangkalnya dibalut ukiran kuning keemasan pula. Bukan kuning keemasan, balut sarung samurainya itu yaitu balut ujung dan pangkalnya memang terbuat dari loyang emas murni.
“Nah, anak muda bersiaplah…: Tokugawa memperingatkan. Kawabata telah menghunus samurainya. Si Bungsu sendiri memperhatikan upacra yang dibuat Kawabata tanpa berkedip. Tanpa emosi dan tanpa ekspresi.
Aneh, dia melihat segalanya sebagai sebuah hal yang lumrah. Sebagai sesuatu yang tak patut untuk diherankan apalagi untuk ditakuti. Bukankah dia sendiri yang datang dan menghendaki peristiwa ini?
Dan Kawabata kini mulai melangkah perlahan. Merendah sambil memegang samurai dengan kedua tangannya. Langkah bergeser di lantai. Dan tiba-tiba si Bungsu teringat pada perkelahiannya dengan Letnan Kolonel Akiyama di Bukittinggi dahulu.
Langkah kaki Kawabata persis langkah Akiyama. Bergeser perlahan dengan kuda-kuda lebar. Mata lurus menatap pada lawannya. Tangan kukuh memegang samurai.
Tokugawa menatap dengan tenang pada kedua orang ini. Terutama perhatiannya tertuju pada si Bungsu. ke 19 orang pimpinan Jakuza daerah Tokyo dan sekitarnya itu juga memandang anak muda itu. Mereka mulai ragu. Apakah anak muda ini benar-benar pandai mempergunakan samurai atau memang benar-benar ingin belajar seperti yang dia katakan tadi?
Kalau dia ingin belajar, maka pelajaran yang akan dia terima dari Kawabata sesungguhnyalah pelajaran yang paling akhir dan paling pahit. Yaitu kehilangan kepala dan nyawa.



@



Tikam Samurai - 188