Mana tahu, ada niatmu yang besar yang akan kau laksanakan. Untuk itu engkau tentu butuh biaya. Maka, terimalah uang ini. Berasal dari beberapa dermawan yang tak ingin disebutkan namanya…”
Si Bungsu menatap pada amplop besar di tangan pengacara terkenal itu. Amplop itu pastilah berisi uang jutaan Yen. Dia menarik nafas panjang.
“Terimakasih. Bukan saya menolak, tapi saya ada membawa sedikit bekal dari negeri saya. Saya rasa itu masih cukup. Terimakasih atas segalanya. Kalau saya boleh menyarankan, barangkali uang itu bisa disumbangkan pada anak-anak terlantar di terowongan bawah tanah sana, atau berangkali bisa diberikan pada Hannako dan saudara-saudaranya. Anggaplah atas nama saya…”
“Apakah engkau tak berniat menemui mereka?” Tokugawa memotong perlahan.
“Barangkali tidak lagi. Saya akan meninggalkan kota ini. Dan saya tak membuat perpisahan jadi menyedihkan. Kalau saya bertemu dengan mereka, saya akan jadi sedih. Sebeba mereka sudah saya anggap sebagai saudara saya…”
“Baiklah kalau begitu uang ini kami berikan pada mereka. Kami katakan dari engkau. Ini alamatku, kalau ada apa-apa jangan segan untuk datang. Saya senang dapat membantumu”
Yamada menyalami si Bungsu.
“Nah, tuan Tokugawa, saya pergi duluan. Barangkali tuan masih ingin tinggal disni?”
“Tidak, kita sama-sama pergi. Hanya ada satu hal yang ingin saya tanyakan padamu Bungsu-san. Saya tahu engkau datang ke negeri ini dengan satu tujuaan”
Tokugawa berhenti. Menatap pada si Bungsu. si Bungsu tetap tegak. Wajahnya tak berekspresi sedikitpun. Dia menanti lanjutan ucapan Tokugawa.
“Barangkali engkau mencari seseorang yang mungkin telah menyakiti hati atau membunuh keluargamu. Maaf, kami bukan bermaksud mencampuri urusan pribadimu. Tapi saya hanya ingin dapat berbuat sesuatu untukmu.
Kalau engkau mau, akatakan saja siapa orangnya. Dan kami akan mencarinya sampat dapat untuk mu. Dan jika kau kehendaki, orang itu bisa kami kerjakan tanpa kau susah-susah turun tangan”
Si Bungsu tetap tak bereaksi. Kalau saja dia belum dapat informasi tentang Saburo Matsuyama, mungkin dia akan minta bantuan Tokugawa. Dan dia yakin lelaki ini pasti bisa membantunya.
Tapi di tahanan, dia bersahabat dengan seorang Letnan Amerika bernama Jhonson. Melalui letnan Jhonson lah dia dapat informasi yang berharga tentang bekas tentara Jepang yang berada di negeri ini.
Mereka yang pensiun atau diberhentikan dan pulang ke Jepang sebelum Bom Atom jatuh, tidak ditahan oleh Amerika. Dan nasib mujur juga dialami oleh Saburo Matsuyama.
“Terimakasih atas bantuan itu Tuan Tokugawa. Demikian juga tuan Yamada. Saya takkan melupakan kebaikan tuan-tuan. Percayalah, suatu saat nanti saya akan datang, dan akan minta bantuan tuan-tuan…”
Kalau demikian sudah tiba saatnya kami untuk pergi. Sekali lagi, kami akan senang menerima kedatanganmu dan menolongmu. Sayonara….”
“Sayaonara…”
“Sayonara…”
Kedua lelaki itu kemudian meinggalkannya sendiri. Si Bungsu menatapnya hingga jauh ke jalan raya. Masuk ke mobil dan lenyap.
Lambat-lambat dia memutar tegak. Menatap ke kursi panjang berkasur empuk dimana barang-barang terletak.
Sebuah ransel ukuran sedang. Dan sebuah samurai! Dia tatap samurainya lama-lama. Kemudian melangkah mengambil ransel dan samurai tersebut.
Membawanya masuk ke kamar besar dan mewah beralaskan permadani tebal. Dia butuh waktu untuk melatih otot-otonya. Di penjara dia memang latihan. Tapi latihan tanpa samurai.
Kini dalam kamarnya yang cukup luas, dia berlatih dengan samurainya. Berlatih sehingga peluh membasahi tubuh.
Gerakannya terasa agak lamban. Apakah itu karena tubuhnya agak gemuk selama dalam penjara?
Ah, dia tak boleh merasa lamban. Dia tak boleh merasa gemuk. Ini adalah saat-saat di mana dia akan berhadapan dengan musuh bebuyutannya.
Karena itu dia berlatih terus dengan disiplin yang keras.
Subuh buta dia berlari keliling kota. Cukup jauh. Dia mengambil route dari hotel Daiichi dimana dia menginap terus ke utara menyelusuri jalan raya Ginza. Masuk ke Chuo Dori. Dari Chuo Dori di belok ke kanan. Melintas di jembatan kecil di atas sungai Sumida. Kemudian balik ke Selatan lewat jalan Kiyosumi. Dari ujung jalan itu belok lagi ke kanan. Melintasi sungai Sumida kembali. Sampai di gedung Kabukiza. Dari sana terus pulang ke hotel.
Hari sudah agak siang bila dia sampai kembali dari lari jarak jauh itu. Namun itu terus dia lakuka. Dengan lari pagi, kegemukan badanya jauh berkurang. Tubuhnya kini berubah jadi kekar.
Selesai makan siang di hotel, dia istirahat. Kemudian latihan samurai.
@
Tikam Samurai - II