Tikam Samurai - 156

Mata Leutenant itu menatap wajahnya dengan teliti.
“Hei, bukankah ini orang yang lewat di Simpang Tiga beberapa bulan yang lalu?” Leutenant itu berseru pada anak buahnya.
Anak buahnya menatap pada si Bilal. Dan si Bilal segera ingat pada saat mereka diperiksa di penjagaan Simpang Tiga. Yaitu ketika dia dengan si Bungsu dan Suman. Disaat dimana dia diludahi oleh seorang tentara KNIL.
Lelaki yang lain pada berkuak.
Tentara Belanda ini sebenarnya datang ke Buluh Cina bukannya mencari Bilal atau si Bungsu. Peristiwa lenyapnya tentara Belanda dengan sebuah Jeep dan sebuah Power Wagon tiga bulan yang lalu tak ada sangkut pautnya dengan kedatangan mereka kini.
Mereka datang kemari dalam rangka memburu seorang pembunuh. Seorang lelaki pribumi telah membunuh seorang pedagang di teratak Buluh. Pedagang itu orang asli Teratak Buluh yang terletak tiga jam bermotor tempel di hulu Teratak Buluh.
Dan Belanda memburunya sampai kemari bukan tanpa alasan. Ada dua alasan kenapa tentara Belanda memburu pembunuh yang menghiliri sunagi Kampar itu. Pertama, pedagang yang dibunuh itu adalah mata-mata Belanda. Kedua memang menegakkan hukum dengan baik meski ditanah jajahannya.
Mereka menyangka bahwa pembunuh itu berada di Pasar Jumat ini. Makanya mereka menghentikan motor tempel mereka dihulu. Kemudian dengan jalan kaki mengepung Pasar jumat ini. Tapi Leutenant yang memimpin pemburuan itu ternyata mengenali Bilal.
Dan karena dia mengenal Bilal, dia segera ingat kembali akan lenyapnya teman-temannya tiga bulan yang lalu. Yaitu persis setelah lewatnya Bilal dengan kedua temannya di Simpang Tiga!
“Benar, dialah yang kita periksa dulu. Saya ingat benar, dia saya ludahi waktu dalam pos pemeriksaan…”
“Kalau begitu dia punya hubungan dengan lenyapnya teman-teman kita tigabulan yang lalu. Cari temannya yang lain!” perintah leutenant itu menggelegar. Si Bungsu kaget mendengar perintah itu. Dia ingin bertindak, namun tindakannya tinggal beberapa detik dari tindakan yang diambil oleh Bilal.
Bilal yang pesilat itu, merupakan salah seorang pejuang dari pasukan Fisabilillah, segera menyadari bahwa bahaya yang hebat mengancam mereka bila dia tertangkap. Makanya begitu leutenant itu memerintahkan untuk mencari temannya yang lain, yang tak lain dari si Bungsu dan Suman, Bilal segera bertindak.
Saat leutenant tersebut masih mencekal rambut dikepalanya. Dengan sebuah tendangan yang penuh kebencian, lututnya menghantam perut leutenant itu. Leutenant itu mendelik matanya menahan sakit. Cekalannya pada rambut Bilal lepas. Kedua tangannya segera saja memegang perut yang dimakan lutu pejuang itu.
Dan Bilal tak berhenti sampai disana, dia segera mencekik leher leutenant itu dari belakang. Kemudian sebilah pisau yang dia simpan dibalik pinggang celananya segera saja keluar dan ditekankannya kuat-kuat ke dada sebelah kiri si Belanda .
“Keubunuh anjing ini kalau kalian bergerak!!” dia berteriak mengancam tentara Belanda yang lain. Yang semuanya masih tertegun kaget.
Seorang sersan mayor coba mengokang bedil. Namun saat berikutnya dia terhenti bersamaan dengan pekik si leutenant. Bilal rupanya memang tak sekedar menggertak.
Begitu dia lihat sersan itu mengokang bedil, pisau beracunnya dia tekankan. Demikian kuatnya, hingga menembus baju loreng si Letnan dan menembus dadanya. Meski pisau itu hanya menembus kira-kira sejari, tapi sakit dan kagetnya leutenant itu bukan alang kepalang.
Kejadian tiba-tiba jadi tegang. Semua pada terdiam. Bilal sendiri tak tahu apa lagi yang akan dia perbuat. Dan si Bungsu segera menangkap keraguan ini. Dia bangkit dan melangkah. Namun gerakannya justru melindungi seorang kopral dari tatapan mata Bilal.
Kopral itu menyambar seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun. Dan persis seperti yang diperbuat Bilal, Kopral KNIL ini menodongkan bedilnya persis ke pelipis gadis kecil itu.
“Lepaskan leutenant itu, atau anak ini saya hancurkan benaknya!” kopral itu ganti menggertak. Bilal membalik dan baru saja akan balas bicara ketika tiba-tiba ibu anak tersebut memekik dan menghambur ke arah anaknya.
“Biarkan dia, jangan dekati…..!” Bilal coba mengingatkan perempuan itu. Namun perempuan itu mana mau anaknya terancam bahaya. Sambil memekik dia terus memburu kopral itu.
“Jangan dekati kesanaaa!!” Bilal berteriak lagi sementara tangannya tetap mengunci leher leutenant itu. Tapi perempuan itu tak peduli. Dia memegang tangan anaknya. Dan kini dia saling tarik dengan kopral KNIL itu.
“Lepaskan anakku! Lepaskan anakkuuu!!” pekiknya sambil menolong-nolong.
“Anjing pigi kowe! Pigi kowe sana!!” kopral itu membentak.
Dan suatu saat, kakainya terangkat. Sepatu larasnya yang berpaku menerjang perempuan tersebut. Perempuan itu tercanpak. Dadanya kena hantam. Dia muntah darah. Dan tergolek diam ditanah!



@



Tikam Samurai - 156