Tikam Samurai - 204

“Bapak ada disana waktu dia bebas?”
“Ya. Saya disana…”
“Apakah….apakah dia sehat? Maksud saya. Apakah dia tak kurang satu apapun?”
“Tidak. Dia benar-benar sehat. Dia hanya minta saya menyampaikan kiriman ini padamu. Dan dia menyampaikan, bahwa dia sangat menyayangi kalian…”
“Tidak. Dia tak menyayangi kami…”
“Kenapa tidak?”
“Karena dia tak pulang kemari…” Hannako berkata dengan suara lirih. Tokugawa merasa sayang pada gadis ini. Dia tahu, gadis ini menaruh hati pada pemuda Indonesia itu.
Dan sebagai orang tua, Tokugawa juga tahu bahwa si Bungsu jatuh pada Hannako. Hanya tugas besar yang belum selesailah yang menyebabkan dia tak mau datang ke mari.
Itu pertanda bahwa anak muda itu lebih mementingkan tugasnya daripada soal-soal pribadinya.
“Dia menyayangimu nak…percayalah….” Tokugawa berkata perlahan.
“Darimana dia dapat uang sebanyak ini?”
“Uang itu dikumpulkan oleh suatu Yayasan untuk membelanya. Ternyata pembelanya tak mau menerima uang tersebut. Pembelanya merasa sebagai suatu kewajiban membela anak muda itu. Maka uang ini diserahkan padanya. Dan dia ingin agar disampaikan padamu Hannako.
Hannako terharu. Dia bahagia. Si Bungsu ternyata masih mengingatnya. Airmata mengenang di sudut matanya.
“Kalau bapak jumpa dengannya, katakan bahwa kami mengucapkan terimakasih yang amat besar. Dan katakan bahwa ada seorang gadis yang sudah berkali-kali ternoda kehormatannya, tapi hatinya masih suci, yang selalu setia menantinya di rumah ini…. Bapak sampaikan itu padanya…”
Tokugawa ikut terharu bersama kesedihan gadis itu. Gadis itu merasa terasing karena dinodai oleh Kawabata dan anak buahnya. Diam-diam dia merasa ikut berdosa. Sebab Kawabata yang mati ditangan si Bungsu itu adalah anak buahnya.
Diam-diam dia bersumpah akan membatu gadis ini dan saudara-saudaranya setiap saat.
“Jangan sedih nak…” hanya itu yang bisa dia ucapkan. Hatinya yang luluh menyebabkan tak ada lagi kalimat yang bisa dia ucapkan. Haripun berangkat sore.
--o0o--
Namun sebenarnya si Bungsu masih tetap di Tokyo. Hanya nasib yang tak mempertemukan Hannako dengan anak muda itu. Si Bungsu tetap menjalankan latihannya yang sangat ketat.
Saat itu di Jepang, apara samurai telah menggantung samurai mereka di dinding rumah.
Yang masih tetap belajar samurai adalah kaum penjahat komplot Jakuza. Selain itu, samurai hanya dipelajari oleh para pesilat samurai di kaki gunung di kampung yang jauh di pelosok.
Namun akalu ada seorang manusia yang berlatih samurai sangat tekun di seluruh Jepang saat itu, mungkin orangnya adalah si Bungsu. melebihi ketekunan para samurai Jepang manapun di sana.
Dan hampir dua bulan setelah dia dibebaskan, dia berada dalam kereta api cepat menuju Kyoto!
Kyoto adalah ibu negara Jepang zaman Dinasti tokugawa. Yaitu dinasti raja-raja yang melahirkan pendekar samurai yang tersohor ke segenap penjuru dunia.
Dinasti Tokugawa adalah pengganti dinasti Edo. Pada zaman dinasti edo, ibunegara Jepang berada di kota Nara. Tokugawalah yang memindahkan Ibunegara Jepang ke Kyoto.
Namun disaat dinasti Tokugawa digantikan oleh dinasti Meiji, yaitu dinasti yang memerintah saat ini, dinasti leluhur Tenno Heika, Ibunegara dipindahkan pula ke Tokyo.
Ke Kyoto lah si Bungsu kini menuju. Dia meninggalkan Tokyo dengan menekan kuat-kuat keinginan hatinya untuk datang pamitan ke rumah Hannako dan Kenji.
Tapi dia kawatir pertemuan itu justru akan menggundahkan hatinya dan hati Hannako. Gadis itu terlalu baik padanya. Dia tak mau perpisahan itu diantar oleh tangis Hannako.
Jarak antara Tokyo dengan Kyoto sekitar 500 km. dengan kereta api saat itu, jarak tersebut akan ditempuh selama 24 jam. Sehari semalam.
Untuk mencapai Kyoto dari Tokyo naik kereta api ada tiga jalur yang bisa ditempuh.
Pertama jalur pantai barat. Ajlur ini sangat jauh. Menempuh kota-kota Takasaki, Nagano, Naoetsu, Toyama, Kanazawa, Fukui terus ke Kyoto.
Jalur kedua adalah jalur tengah. Menempuh kota-kota Kofu, Shiojiri, Nagoya, Gifu, Otsu dan Kyoto. Jalur ketiga adalah jalur pantai timur lmelewati kota-kota Matsudo, Shizuoka, Nagoya, Gifu, Otsu dan Kyoto. Jalur inilah yang terdekat yang ditempuh si Bungsu.
Kereta api yang dia naiki berwarna merah. Saat itu menarik gerbong 20 buah yang panjang keseluruhannya tak kurang dari 200 meter. Mendengus dan menggelinding di atas rel baja.
Saat itu bulan Desember. Musim dingin telah datang pula. Si Bungsu memakai baju tebal. Persediaan keuangannya masih cukup meski dalam ukuran sederhana.



@



Tikam Samurai - 204