Tikam Samurai - 246

Sebelum si Bungsu dapat menjawab tantangan itu, suara Zato Ichi terdengar pula :
“Kenapa harus melibatkan orang lain dalam urusan kita? Engkau berurusan denganku Zendo-san. Dan aku akan menghadapimu”
Bukan main terkejutnya si Bungsu mendengar ucapan Zato Ichi ini. Dia tahu benar, bahwa tubuh pahlawan samurai ini masih sangat lemah. Tak mungkin dia mampu berhadapan dengan Zendo dan anak buahnya. Dia berniat memprotes putusan itu. Tapi Zato Ichi nampak mengangkat tangan. Memberi isyarat padanya untu menepi.
“Ini urusanku anak muda. Menyingkirlah….” Suara tuanya terdengar perlahan. Dan si Bungsu tahu, bahwa ini soal harga diri bagi Zato Ichi. Makanya dia tak berani menyanggah.
Namun meski tak bisa ikut campur dalam urusan Zendo dan Zato Ichi, anak muda ini masih punya cara lain untuk menolong Zato Ichi.
Dia tak ingin perkelahian berlaku curang. Menghadapi Zendo saja Zato Ichi pasti kewalahan. Bukan karena kepandaiannya, tapi karena tubuhnya yang lemah. Karena itu anak muda dari gunung Sago ini lalu bicara:
“Baik, saya takkan ikut campur urusan kalian. Tapi tak seorangpun selain tuan Zendo yang boleh ikut campur. Jika ada, maka saya akan ikut serta pula…”
Zato Ichi menarik nafas panjang. Dia sangat terharu atas sikap anak muda ini. Dia tahu anak muda itu berusaha menolong nyawanya. Dia memang harus mengakui, bahwa pertarungannya kali ini merupakan perjudian melwanan elmaut.
Tapi kini dia agak lega, sebab dia tak usah khawatir menghadapi keroyokan. Lawannya hanya satu orang. Dan si Bungsu mengawasi hal itu!
Si Bungsu melangkah menghindar dari hadapan kedua orang itu. Matanya menyapu pada delapan orang anak buah Zendo yang masih tetap tegak mengurung Zato Ichi.
Si Bungsu hanya menghindar dua langkah. Yaitu sekdar tak menghalangi kedua musuh bebuyutan itu berhadapan muka. Namun jarak yang dia buat, memustahilkan kedua orang itu untuk bertarung.
“Menyingkirlah dari sana….” Zendo berkata. Si Bungsu menatapnya. Tersenyum tipis.
“Sudah saya katakan, perkelahian ini hanya untuk tuan berdua. Yang lain tak boleh ikut campur…..” suara si Bungsu mengingatkan.
“Ya. Tak ada orang lain yang ikut campur” suara Zendo terdengar gusar. Dia gusar karena telah dijebak anak muda ini. Dijebak dengan kata-kata bahwa pertarungan ini hanya untuk mereka berdua. Berarti tak satu pun diantara anak buahnya yang bisa ikut campur.
Padahal dia membawa anak buahnya kemari mencari Zato Ichi dalam rangka memudahkan penuntutan dendam kematian abangnya.
Tapi apa boleh buat. Meskipun dia tak gentar pada anak muda ini, namun dia harus jaga gengsi.
“Saya akan menyingkir dari sini kalau anak buah tuan juga menyingkir. Kami akan membuat lingkaran sepuluh depa….” Si Bungsu kembali berkata.
Dan kali ini tak ada jalan lain bagi Zendo selain harus menuruti kehendak anak muda itu. Dia memberi isyarat pada anak buahnya. Dan dengan perasaan yang benar- benar kurang senang, kedelapan orang itu lantas mundur.
Mereka berkuat, dan tegak sedemikian rupa hingga membentuk suatu lingkaran berjari-jari sepuluh depa seperti diminta oleh si Bungsu. si Bungsu tegak di salah satu sisinya.
Kini kedua lelaki itu berhadapan. Zato Ichi yang lemah, tegak menunduk. Dia seperti tak ingin memperlihatkan bahwa dirinya sedang sakit. Hanya si Bungsu merasa sangat khawatir. Dia tahu benar tenaga dan kesehatan Zato Ichi sangat tak mengizinkan untuk berkelahi. Usahkan untuk berkelahi, untuk tegak agak lama saja dalam cuaca dingin begini sudah sangat sulit.
Namun bagaimana dia harus memabntunya. Bukankah ini sudah permintaan Zato Ichi sendiri?
Dan untungnya, Zendo tak mengetahui bahwa Zato Ichi demikian parah keadaannya. Ada beberapa saat kedua musuh ini berhadapan. Tegak dengan diam.
Zendo lah yang pertama kali menghunus samurainya. Suara samurainya ketika keluar dari sarungnya, terdengar berdesir perlahan. Zato Ichi masih diam. Kepalanya masih menunduk. Samurainya masih ditangan kanan di dalam sarungnya. Samurai itu masih dia pegang seperti memegang tongkat. Ujungnya mencecah lantai batu.
Tak sedikitpun kelihatan bahwa dia siap untuk berkelahi. Zendo melemparkan sarung samurainya ke samping. Dan disambut oleh salah seorang anak bauhnya. Kemudian perlahan dia melangkah maju. Bergeser di lantai batu. Satu setengah depa dihadapan Zato Ichi dia berhenti.
Zato Ichi masih menunduk diam. Samurainya masih dia pegang seperti tadi. Perlahan Zendo mengangkat samurainya. Mengarahkan ujungnya ke atas sebelah kanan dirinya.
Dan dengan perlahan pula tangan kirinya memegang hulu samurai di bawah pegangan tangan kanannya. Dan dia menahan nafs. Kini dia benar-benar siap tempur! Namun Zto Ichi masih tetap diam seperti patung.
Zendomenghela nafas. Dan saat itulah terdengar suara Zato Ichi:
“Saya dengan abangmu Akira memang berkelahi malam itu di kuil Kofukuji…” suaranya perlahan. Namun Zendo tak ambil peduli. Dia konsentrasi penuh.



@



Tikam Samurai - 246