Tikam Samurai - 245

Lelaki itu tinggi kurus. Memegang samurai yang berhulu pendek terbungkus oleh sutera merah. Nampaknya dia seorang pesolek juga.
Tanpa menunggu isyarat, tanpa mengacuhkan si Bungsu yang tenagh bicara, dia menghayunkan samurainya yang sejak tadi telah terhunus. Hayunan samurai ini mengarah ke leher. Memancung dari atas kanan ke bawah kiri.
Zato Ichi yang duduk mengangkat kepala. Dia mendengar suitan samurai itu. Dan dia tahu, bahwa suara itu bukan berasal dari suara samurai si Bungsu. dan firasatnya mengatakan bahwa anak muda itu dibokong dari belakang.
Dia berteriak memperingatkan si Bungsu.
“Bungsu-san di belakangmu…!” teriakannya belum berakhir ketika dia dengar suara mengeluh. Lalu diam Zato Ichi tertegak! Suitan angin yang kencang di musim dingin ini membuat pendengarannya sebentar ini kurang jelas. Siapakah yang mengeluh?
Tak ada gerakan sedikitpun yang tertangkap oleh telinganya. Dia tegak diam. Aneh, kemana lelaki yang sepuluh orang itu? Kenapa tak terdengar mereka menghela nafas?
“Bungsu-san….!” Dia menghimbau dengan nada khawatir. Dia tak berani bergerak. Sebab dia tak mau terperangkap oleh kesalahan yang kecil sekalipun. Kalaupun si Bungsu cedera, maka itu berarti dia harus mempertahankan dirinya sendirian!
“Saya disini, Ichi-san…tetaplah duduk di sana. Biar saya menyelesaikan soal ini…” terdengar suara si Bungsu perlahan.
Zato Ichi menarik nafas lega. Perlahan degup jantungnya yang tak teratur tadi jadi tenang kembali. Ah, dia memang telah tua. Ketuaan telah membuat dirinya terlalu cepat khawatir.
“Syukurlah….” Katanya perlahan sambil melangkah dan mencari-cari bangku kayu itu dengan tongkatnya. Ketika ujung tongkatnya kembali menyentuh bangku kayu itu, dia lalu duduk perlahan.
Seluruh gerakannya diperhatikan oleh ke sembilan lelaki yang mengurung mereka. Ya, mereka kini hanya tinggal sembilan orang.
Orang kesepuluh, yaitu si kurus bersamurai dengan hulu sutera merah itu, yang tadi membokong si Bungsu dari belakang, kini tertelungkup di lantai batu!
Dari bawah tubuhnya yang tertelungkup itu, merembes darah merah. Membasahi kimono musim dinginnya yang berwarna gelap.
Takkala tadi si kurus itu menyerang dengan sabetan samurai sambil melangkah maju, tak seorangpun diantara kesembilan temannya yang melihat anak muda itu bergerak.
Mereka melihat betapa samurai si kurus membabat maju. Bahkan sejengkal lagi samurai itu akan mencapai lehernya, anak muda asing itu tak tahu sedikitpun akan bahaya yang mengancam di belakangnya.
Namun entah kapan saatnya bergerak, tiba-tiba saja anak muda itu melangkah surut selangkah. Dan disaat yang hampir-hampir fantastis ketepatannya, dia menjatuhkan diri di lutut kanannya. Lalu samurainya tercabut. Dan ditikamkan kebelakang tanpa menoleh sedikitpun!
Akibatnya bukan main. Tidak saja sabetan samurai si kurus itu luput dari batang lehernya, bahkan si kurus itu sendiri tertikam oleh samurainya hingga separoh lebih!
Si Kurus itu tertahan seperti disentakkan tenaga raksasa. Tangannya masih memegang samurai. Dan tiba-tiba sambil bergerak bangkit, si Bungsu menarik samurainya. Dan saat itulah si kurus ini mengeluh. Lalu terputar setengah lingkaran. Jatuh tertelungkup.
Diam. Mati!
Dan kesembilan temannya, termasuk Zendo dari kuil Kofukuji di kota Nara itu, pada tertegak diam. Zato Ichi tak mendengar dengus nafas mereka sebab tak seorangpun diantara mereka yang tak menahan nafas melihat adegan yang alangkah fantastisnya itu.
Dan kini anak muda itu tegak dengan tenang. Dengan tenang dia menghapus darah yang membasahi samurainya dengan telapak tangan. Kemudian dengan tenang pula dia menyarungkan samurai itu kembali.
Lalu menatap pada Zendo.
“Sungguh suatu demonstrasi yang mengagumkan….” Suara Zendo bergema perlahan. Dan dari nada suaranya, dia taka hanya sekedar memuji. Tapi ucapannya memang jujur. Tapi dalam nada ucapannya itu juga dapat segera diketahui, bahwa dia tak merasa gentar sedikitpun akan kecepatan dan kehebatan anak muda itu!
Zendo justru memberi isyarat pada dua orang anggotanya. Kedua anggota yang diberi isyarat itu bergerak!
Mereka bergerak amat cepat. Menyerang ke arah Zato Ichi! Namun si Bungsu sudah menanti disana! Dua buah serangan beruntun berhasil dia gagalkan dengan samurainya.
“Tahan!!” hampir berbarengan terdengar suara Zato Ichi dan Zendo. Kedua anak buah Zendo segera bergerak mundur. Zendo maju dua langkah. Di saat yang bersamaan, Zato Ichi tegak dari duduknya.
“Anak muda” Zendo berkata, “ sudah saya katakan bahwa saya tak pernah ikut campur urusanmu. Kini engkau nyata-nyata mencampuri urusan saya. Maka apa boleh buat, saya akan menghadapimu…”



@



Tikam Samurai - 245