Tikam Samurai - 270

Gadis itu menatap si Bungsu. si Bungsu meletakkan koper kecilnya di tempat tidur.
“Ada yang tuan perlukan?”
“Buat sementara tidak. Terimakasih”
Gadis itu mengangguk, kemudian melangkah keluar. Menutupkan pintu dan sesaat masih sempat menatap pada si Bungsu yang juga tengah menatap padanya.
Kemudian gadis itu lenyap ketika pintu ditutupkan. Si Bungsu masih tetap tegak sesaat. Kemudian membuka sepatu. Membuka baju. Lalu berjalan ke jendela. Menatap ke laut. Menatap pelabuhan yang ramai dan hinggar bingar. Menatap kapal yang membuang sauh di kejauhan.
Kapal-kapal tak satupun yang merapat ke dermaga. Laut di sekitar dermaga nampaknya terlalu dangkal untuk dirapati. Karenanya kapal-kapal terpaksa buang jangkar sekitar setengah mil di teluk tersebut. Di bawah, dilihatnya jalan raya membentang dengan mobil yang berseliweran. Dan itu di sana, sekitar lima ratus meter dari hotelnya, dia lihat jalan ke daerah pelabuhan itu.
Di sanalah mobil mereka diberondong peluru. Ingat akan Nurdin yang terbaring di gedung konsulat itu, si Bungsu ingat pula pada dokumen yang ada padanya. Dia membiarkan jendela tetap terbuka. Kemudian berjalan ke tempat tidur. Mengambil koper kecilnya. Dalam koper kecil itulah semua miliknya tersimpan. Mulai dari beberapa stel pakaian, termasuk dokumen yang mereka ambil dari rumah Nurdin di Brash Basah Road.
Dokumen itu dia letakkan di tempat tidur. Kemudian memasukkan kopernya ke lemari. Sebelum berbaring dia mengunci pintu kamar. Kemudian membuka samurai-samurai kecil yang terikat secara khusus di lengan kanannya.
Dan dia segera ingat pada Tokugawa. Bekas kepala Jakuza itulah yang mengajarnya mempergunakan samurai-samurai kecil ini.
“Ada saatnya kelak, dimana engkau tak mungkin membawa-bawa samurai panjang kemana engkau pergi Bungsu-san. Namun demikian, bukan berarti bahaya meninggalkan kita pula. Orang seperti engkau, akan tetap saja banyak musuh.
Saya yakin, permusuhan datangnya bukan dari dirimu. Tapi dari pihak orang lain. Mungkin karena niat jahatnya engkau halangi. Mungkin karena dia iri padamu. Tapi yang jelas, engkau akan tetap punya musuh. Sebab apa yang engkau jalani saat ini, telah kulalui ketika muda.
Nah, disaat seperti itu Bungsu-san, engkau memerlukan senjata khusus untuk membela dirimu. Ada berbagai cara orang membela dirinya. Ada yang belajar Karate dan Yudo, barangkali dinegerimu orang belajar silat. Ada pula yang memakai senjata api. Dan di tiongkok maupun di negeri Jepang ini, tak sedikit yang mempergunakan samurai-samurai kecil ini sebagai pelindung dirinya.
Samurai ini sangat efektif. Tak menimbulkan bunyi. Dan kalau dia diikatkan secara khusus di lengan, ditutup dengan lengan baju, maka tak seorangpun yang menyangka bahwa engkau memiliki senjata ampuh”
Dan Tokugawa memang mengajarkan si Bungsu mempergunakan samurai yang panjangnya tak sampai sejengkal dengan besar sekitar sejari. Selain itu dari Kenji dia belajar dasar-dasar Yudo dan Karate.
Dia kurang tertarik pada Yudo dan Karate. Sebab dahulupun ketika ayahnya menyuruh belajar silat, dia juga sangat tak tertarik. Ternyata samurai-samurai kecil itu telah menolongnya sangat banyak ketika melawan komplotan penjual wanita beberapa hari yang lalu di jalan Brash Basah.
Samurai-samurai kecil itu dia letakkan diatas meja. Lalu dia berbaring. Mebalik-balik dokumen itu. Untung saja dokumen itu tertulis dalam bahasa Indonesia. Dia melihat beberapa peta. Beberapa foto. Beberapa alamat dan nama-nama. Peta kota Singapura yang ditandai. Kemudian peta kota Jakarta yang juga ditandai di beberapa bahagian.
Dan saat itu pula pintu kamarnya terbuka dengan paksa. Dia terlonjak bangun. Namun pada saat yang sama, seorang lelaki yang lebih mirip babi gemuk, sudah tegak disisinya. Cina gemuk yang tadi berada dalam taksi hitam pekat!
Aneh, segemuk ini tubuhnya, kenapa dia tak mendengar langkah Cina itu ketika naik. Dan lagi pula, buku-buku tangannya nampak membengkak. Tak pelak lagi, ketika tadi dia mendapatkan pintu kamar anak muda ini terkunci, dia telah mempergunakan buku tangannya memukul hancur pintu tersebut.
Sebelum si Bungsu dapat berbuat lebih banyak, tangan Cina itu yang besarnya lebih kurang sebesar paha si Bungsu, terayun. Si Bungsu menunduk. Namun tangan gemuk seperti perut babi itu alangkah cepatnya bergerak.
Kepala si Bungsu kena gebrak. Anak muda itu segera terbanting. Pukulan itu  bukan main dahsyatnya. Tubuh si Bungsu terangkat, terlambung dan menabrak lemari. Kaca lemari hancur. Tubuh si Bungsu terpuruk kedalamnya. Terlipat dan tak bergerak!
Cina gemuk itu benar-benar yakin pada pukulannya. Dia tak acuh saja pada si Bungsu. dengan tenang dia mengumpulkan dokumen yang tadi di baca si Bungsu yang kini berserakan di lantai. Ketika beberapa orang yang menginap di kamar sebelah menyebelah melihat ke kamar itu, Cina gemuk itu menoleh pada mereka. Tersenyum.dan senyumnya memperlihatkan giginya yang kuning. Mungkin ada sekitar dua kilo taik gigi bersarang digiginya yang setengah gondrong itu.



@



Tikam Samurai - 270