“Ya. Sudah sembuh. Kami memiliki obat-obatan yang dibawa ayah dari daratan Tinggoan di Tiongkok. Kampung kami terkenal dengan tabib-tabi yang masyhur. Ayah saya termasuk salah seorang diantara tabib yang masyhur itu….nah, anda pasti lapar. Dua hari tak makan bukan?”
Si Bungsu akhirnya menyerahkan dirinya pada kehendak gadis itu. Dia disuapkan oleh gadis dengan bubur ayam yang bukan main nikmatnya terasa.
Pada sendokan kedua puluh empat, si Bungsu berhenti. Dia menatap gadis itu tepat-tepat.
“Ada apa? Ayo, tinggal lima atau enam sendok lagi…”
“Anda baik sekali nona. Kenapa anda mau bersusah-susah membantu saya?”
“Ah, sudah kewajiban saya membantu tamu yang menginap di hotel saya bukan? Anda tamu saya..”
“Anda berbuat baik pada setiap tamu?”
“Ya. Harus begitu bukan?”
Si Bungsu mengangguk. Dia tersenyum.
“Kenapa tersenyum segala, ada yang lucu?” tanya gadis itu.
“Tidak. Hanya saya sedang memikirkan, alangkah repotnya anda waktu menyuapkan kedua tamu orang asing yang mencowel pipi anda tempo hari…”
Muka gadis itu bersemu merah. Dia menunduk malu. Benar-benar gadis yang cantik.
“Apakah anda menyuapkan semua tamu anda?’ si Bungsu menggoda lagi.
“Ya. Kami menyuapkan mereka semua. Tapi bukan saya yang bertugas. Untuk menyuapkan tamu-tamu yang lain, saya menyuruh a Bun, pembantu saya…”
Dan si Bungsu tertawa mendengar gurau ini. Gadis itu juga tertawa. Aneh, mereka seperti sudah menjadi teman akrab.
“Hei, nama saya telah anda ketahui. Tapi saya belum mengenal nama anda. Apakah anda punya nama?” si Bungsu bertanya lagi setelah menelan bubur yang disendokkan gadis itu.
“Apakah itu perlu?”
“Tentu. Bagaimana saya akan memanggil nona. Apakah cukup dengan si lesung pipit saja?”
Gadis itu tersipu lagi. Menunduk, dan menatap pada si Bungsu dengan matanya yang indah. Rasanya si Bungsu ingin sakit seratus tahun lagi.
“Nama saya Mei-mei…” suara gadis itu terdengar perlahan.
Namun ditelinga si Bungsu suara menyebutkan Mei-mei itu bukan main dahsyatnya. Dia terbatuk. Wajahnya jadi pucat. Gadis itu kaget. Memegang kepala si Bungsu. Menyangka panas dan penyakit anak muda itu kambuh lagi. Ketika kepala anak muda itu tak apa-apa, dia mendekapkan telinganya kepada si Bungsu yang tak dapat berbuat apa-apa selain membiarkan saja gadis itu seperti dokter memeriksa pasiennya.
“Hei. Jantung anda tak normal. Terlalu kencang degupnya. Ada apa?”
Si Bungsu tak dapat menjawab sekalimatpun. Dia menatap gadis itu dengan tatapan tak menentu. Gadis itu bangkit. Mengambil sebuah tablet berwarna coklat di meja.
“Nah, minumlah ini, tablet ini bisa menenangkan anda. Degup jantung begitu bisa membuat anda sakit jantung…” gadis itu berkata sambil menoyongkan tablet itu kedekat mulut si Bungsu.
Busyet!
Si Bungsu menggeleng.
“Saya memang telah sakit jantung nona. Kalimat-kalimat anda membuat saya putus-putus..”
Gadis itu mengerutkan kening. Tersenyum. Dia tak mengerti apa yang diucapkan si Bungsu.
“Saya tak begitu mendengar anda menyebutkan nama sanda tadi. Dapatkah nona ulangi kembali?” si Bungsu meminta dengan harapan bahwa dia salah dengar.
“Nama saya Mei Ling. Tapi panggilan saya Mei-Mei..”
Si Bungsu terbatuk lagi. Kemudian matanya terpejam. Nafasnya memburu. Dan lagi-lagi gadis itu meraba kepalanya. Mendekapkan telinganya ke dada si Bungsu. waktu dia berbuat begitu, tubuhnya dibahagian atas menelungkup diatas tubuh si Bungsu. terang saja debur darah dan detak jantung si Bungsu seperti deru lokomotif yang mendaki lembah Anai.
“Hei. Anda sakit jantung?”
“Tidak. Jantung saya tak sakit. Tapi sudah pecah!”
Gadis itu tertawa dan mencubit tangan si Bungsu. dan mau tak mau, anak muda itu terpaksa ikut nyengir.
“Nah, untuk merekat kembali jantung anda yang pecah itu, minumlah obat ini” gadis itu menyorongkan tablet itu lagi. Karena si Bungsu tetap saja tak membuka mulut, maka tablet itu disumbatkannya ke bawah bibir si Bungsu!
Si Bungsu seperti orang memakai sugi. Bibir atasnya membengkak. Dan dia merasa lucu. Mau tak mau dia tertawa lagi. Gadis itu juga ikut tertawa renyai. Kemudian meminumkan si Bungsu air dari cawan putih.
“Bagaimana kalau saya memanggil dengan Mei Ling saja?” si Bungsu menawarkan kemungkinan lain pada gadis itu. Sebab bagaimana dia akan bisa menyebut nama Mei-Mei sementara nama itu adalah gadis yang dia cintai buat pertamakalinya. Dan gadis yang mati sebelum mereka menikah di mesjid kecil di Tarok dahulu?
@
Tikam Samurai - III