Gadis itu coba meronta. Menggigit. Menjerit. Namun mulutnya tak pernah bisa sempat untuk menjerit. Yang keluar hanyalah suara-suara tertahan. Dia langsung dibawa ke kamar ketiga bekas Raiders itu. Dibaringkan di tempat tidur.
Tangannya dipegangi. Mulutnya disekap. Dia meronta, dan akibatnya pakaiannya tersingkap hingga ke perut. Ketiga bekas tentara itu melotot matanya melihat paha dan perut Mei-Mei yang alangkah mulus dan putihnya.
Yang seorang tak sabar lagi. Dia menerkam mencium Mei-Mei. Gadis itu menerjangnya. Kena kepala. Dia terpental ke bawah tempat tidur. Lelaki itu menyeringai. Senang juga dia kena hantam jidatnya. Dia bangkit lagi.
Sementara kedua temannya yang lain sudah menggerayangi tubuh gadis itu dengan tangan mereka. Pakaian gadis itu sudah sempurna terbuka. Kini yang membalut tubuhnya hanya sehelai celana dalam yang amat kecil. Sementara tubuh bagian atasnya tak tertutup sedikitpun. Dan kesanalah tangan ketiga bekas serdadu perang dunia ke II itu menggerayang silih berganti.
Gadis Cina itu menerjang-nerjang. Mencakar-cakar. Dia tidak bisa bersuara. Karena mulutnya disekap oleh salah seorang diantara mereka. Namun terjang dan rontaan ubunya justru membuat menaiknya nafsu ketiga bekas serdadu Australia itu. Karena meronta ingin melepaskan diri, pinggul gadis itu naik turun. Menggeliat kekiri dan kekanan. Dan gerakkan itu merangsang ketiga lelaki tersebut.
Mereka tengah menikmati gerak merangsang pinggul gadis yang hanya tertutup celana kecil itu ketika pintu tiba-tiba terbuka. Ketiga bekas serdadu itu menoleh. Dan mereka melihat dipintu berdiri anak muda yang beberapa hari yang lalu dilayani dengan baik oleh gadis Cina itu.
“Hei! Giliranmu sudah cukup lama bukan? Engkau sudah cukup puas. Kini giliran kami. Nah, pergilah. Jangan mengganggu..” suara yang pakai brewok dan bermata coklat terdengar serak. Sementara tangannya tak pernah lepas dari dada gadis itu.
Si Bungsu, yang tegak di pintu itu, tiba-tiba merasa perutnya mual melihat tingkah ketiga orang ini.
“Lepaskan dia…!” suaranya terdengar datar dengan wajah tenang seperti danau yang tak beriak.
Namun mama mau ketiga orang itu melaksanakan perintahnya. Mereka justru melanjutkan pekerjaan tangan mereka.
“Lepaskan dia. Atau kalian saya bunuh…!” ketiga lelaki itu benar-benar terhenti. Bukan karena takut dibunuh, tidak. Bagaimana mereka akan takut kena gertak meski gertak bunuh sekalipun? Ah, mereka sudah kenyang akan pembunuhan. Bukankah mereka bekas balatentara sekutu yang bergelimang elmaut di India? Ah, mereka tak pernah takut menghadapi maut.
Tapi mereka terpaksa berhenti karena nada suara anak muda itu. Nadanya dingin dan menegakkan bulu roma. Tidak besar mengguntur. Tidak pula diucapkan dengan nada marah. Namun dalam nada yang perlahan itu ersimpan bahaya yang alangkah mengerikannya. Dan itulah yang menyebabkan mereka berhenti.
Mereka tak mengenali siapa anak muda ini. Namun ada firasat yang membisiki diri mereka, bahwa yang mereka hadapi sekarang ini adalah bahaya yang luar biasa.
Perlahan mereka melepaskan gadis itu. Perlahan mereka tegak. Perlahan mereka turun dari pembaringan. Namun ketika Mei-Mei akan berlari dari tempat tidur itu ke arah anak muda tersebut, yang brewok menamparnya keras sekali. Gadis itu terjerembab pingsan.
Namun lelaki brewok itu dengan perbuatannya itu telah menentukan saat kematiannya. Karena begitu selesai menampar Mei-Mei, dia lalu berputar menghadap pada si bungsu. dan saat itu pula tangan si Bungsu menyerang. Samurai dilengannya lepas, jatuh dan disambut oleh jari-jarinya. Kemudian dengan sebuah ayunan yang sangat cepat, samurai kecil itu terbang ke arah si Brewok.
Tak seorangpun yang tahu persis apa yang telah terjadi. Sebab tahu-tahu si brewok mengeluh. Kemudian jatuh terlentang ke lantai. Dan persis diantara kedua matanya yang coklat itu, tertancap hulu samurai kecil. Darah mengalir sedikit membasahi matanya yang terbuka. Mulutnya ternganga. Nyawanya terbang mengirap!
Kedua temannya terbelalak. Menatap pada si Bungsu. Anak muda itu masih tegak dengan diam dan menatap pada mereka dengan tatapan mata yang dingin. Kedua lelaki ini adalah tentara yang telah terbiasa dengan bahaya. Namun menghadapi ketenangan anak muda yang satu ini, dalam keadaan damai pula, mereka tak bisa menyembunyikan rasa kaget dan takut.
Tapi itu hanya sesaat. Dan saat berikutnya, terdorong oleh rasa superior orang-orang barat, merasa diri mereka lebih mampu dan lebih kuat dari orang-orang Melayu yang dianggap ketinggalan dalam segala hal, yang bertubuh besar dengan otot kekar, mirip tukang jagal, maju menyerang si Bungsu.
Dia menyerang dengan pukulan. Namun si Bungsu sudah waspada. Dia mengelak tepat pada waktunya. Pukulan bekas tentara Australia itu menerpa pintu dimana tadi kepala si Bungsu berada. Pintu itu berdebrak. Dan anjlok sebesar kepalan tangan orang itu!
Bekas tentara itu menarik tangannya kembali. Dan tampa membayangkan rasa sakit sedikitpun, dia menyerang lagi!
@
Tikam Samurai - III