Dari balik jendela kamarnya dia bisa langsung melihat ke dermaga. Melihat orang-orang yang lalu lalang. Melihat mobil yang keluar masuk. Dan di hotel International yang brengsek itulah dia mempelajari lagi dokumen tentang sindikat perdagangan wanita-wanita itu.
Dari dokumen itu dia melihat bahwa di Jakarta ada beberapa nama dengan jabatan-jabatan resmi di beberapa departemen. Ada pula beberapa nama yang kerjanya adalah pedagang. Overste Nurdin nampaknya telah menyelidiki hal ini sampai mendetail.
Hanya saja, ketika dia akan mulai bertindak tubuhnya diberondong peluru. Dan ingatan itu segera menyadarkan si Bungsu pada keadaan Nurdin. Bagaimana temannya itu kini? Sudah beberapa hari ini dia tak datang ke gedung Konsulat untuk menengoknya.
Dia segera berkemas. Menyimpan dokumen itu dan mengunci kamar. Kemudian dengan sebuah taksi dia berangkat ke Konsulat.
Di Konsulat dia mendapatkan Nurdin masih terbaring diam. Tubuhnya masih dipenuhi balutan. Salma menemani disana. Duduk dengan diam disisi pembaringan suaminya. Sementara Eka, anak mereka, duduk dipangkuannya.
“Sudah banyak angsurannya?” si Bungsu bertanya perlahan. Salma mengangguk.
“sudah bisa makan?”
Salma mengangguk. Kemudian mereka sama-sama terdiam.
“Paman, apakah paman telah menangkap orang yang melukai ayah?” tiba-tiba gadis kecil itu bertanya.
Si Bungsu menatap gadis kecil itu.
“Sudah. Mereka telah paman bunuh…”
“Betul?”
“Betul..”
“Paman bunuh pakai apa? Pakai pistol seperti punya ayah?”
“Tidak”
“Lalu pakai apa?”
“Mereka…mereka..” si Bungsu terhenti. Akankah dia ceritakan terus terang pada gadis kecil ini? Dan dia menoleh pada Salma.
Salma juga tengah menatap padanya. Dan Salma yakin bahwa si Bungsu memang telah membunuh orang yang menembak suaminya itu. Dia yakin benar akan hal itu.
Dan dia tahu, si Bungsu pasti lah membunuhnya dengan samurai kecil itu. Dan Salma juga tahu bahwa si Bungsu kesulitan dalam menjawab pertanyaan anaknya itu.
“Dengan pisau” si Bungsu berkata perlahan.
“Dengan pisau..?” gadis kecil itu mengerutkan keningnya.
“Ya. Dengan pisau.”
“Apakah orang bisa mati karena pisau?”
“Bisa”
“Ah. Tapi orang jahat itu matinya tentulah tak sesakit yang diderita ayah..”
“Sakit. Malah dia jauh lebih menderita dari ayah Eka..” si Bungsu menjelaskan.
“Benar…?”
“Benar!”
Wajah anak itu berseri.
“Terimakasih paman. Eka akan ceritakan pada ayah kakau dia bangun nanti, bahwa orang jahat itu telah paman bunuh. Paman tidur disini saja malam ini ya? Kami selalu ketakutan. Malam tadi ada orang yang memanjat jendela. Ibu sampai berteriak ketika orang itu memecahkan jendela. Lihatlah, jendela itu masih epcah…” gadis kecil itu menunjuk ke jendela yang menghadap ke belakang.
Si Bungsu kaget mendengar cerita anak itu. Dia menoleh ke arah jendela yang disebutkan gadis kecil itu. Dan benar saja, kaca jendela itu kelihatan ompong. Dia menatap pada Salma.
“Ya. Malam tadi ada orang masuk. Sekitar jam satu. Saya tak pernah tidur sebelum jam tiga. Saya duduk disini. Mendengar saya memekik, orang itu kaget sebentar. Kemudian nampaknya ingin masuk terus. Mungkin karena tahu saya sendirian disini. Tapi begitu penjaga yang berada di ruang sebelah masuk, dia lalu melompat lari.
Penjaga tak sempat memburunya. Orang itu melarikan diri dengan sebuah mobil yang tak sempat pula dikenali penjaga. Mobil itu parkir di lorong belakang konsulat ini..”
Salma mengakhiri ceritanya. Si Bungsu masih menatap dengan diam. Ada semacam ketegangan menjalar di pembuluh darah anak muda ini mendengar cerita itu.
“Barangkali orang itu berniat mencuri…” Salma berkata perlahan. Namun naluri si Bungsu tak berkata demikian.
Ada sesuatu yang tak beres di gedung konsulta ini. Ucapan Nurdin seperti melintas lagi ketika overste itu baru kena tembak:
“Saya harap engkau meminta dokumen itu pada Salma. Bawa ke Jakarta. Jangan sampai tahu orang di konsulat bahwa dokumen itu ada padamu Bungsu. bukannya saya tak percaya pada rekan-rekan di konsulta. Tapi….tapi…saya lebih suka dokumen itu berada padamu…”
Ada misteri dan rahasia yang terpendam dalam ucapan Ocerste Nurdin itu. Kenapa dia tak mempercayai dokumen itu pada seseorang di konsulat ini? Apakah ada diantara orang di konsulat yang ikut terlibat dalam sindikat perdagangan wanita internasional itu?
Tak ada petunjuk tentang hal itu dalam dokumen tersebut.
@
Tikam Samurai - III