Kini akan kemanakah dia? Pulang ke kampung dahulu baru kemudian ke Jakarta. Atau ke Jakarta dahulu baru ke kampung setelah tugasnya selesai?
Keduanya mempunyai resiko.
Kalau dia ke Jakarta dahulu, lalau baru pulang ke kampung, apakah dia akan selamat dalam tugasnya itu. Kalau tidak, maka kampungnya takkan pernah dia pijak lagi. Dia tahu, sindikat ini adalah sindikat yang berbahaya. Memiliki tukang bunuh bayaran. Memiliki manusia-manusia yang siap mengerjakan apa saja demi uang.
Tapi kalau dia pulang dulu ke kampung, itu berarti memberi kesempatan bagi sindikat itu untuk beroperasi terus. Selama ia berada di kampung, berapa orang gadis dan perempuan akan jadi korban pula.
Lama si Bungsu memikirkan kedua kemungkinan ini di hotelnya. Dia tak menyangka bahwa dirinya akan terlibat dalam urusan serius seperti ini.
Dia tengah tegak menatap ke pelabuhan lewat jendela kaca di hotelnya itu ketika dia lihat di depan hotel sebuah sedan berhenti.
Dari dalamnya turun dua orang Barat. Kedua orang itu langsung masuk ke hotel. Si Bungsu tak begitu memperhatikan kedua orang itu. Pikirannya tengah melayang. Memikirkan kemungkinan untuk pulang ke kampung atau langsung ke Jakarta.
Kalau saja pikirannya tak tengah menerawang, dia pasti segera mengenali kedua orang Barat itu. Mereka tak lain dari bekas tentara Australia yang terlibat baku hantam dengannya di hotel Sam Kok sebulan yang lalu.
Mereka baku hantam karena soal Mei-Mei. Anak gadis pemilik hotel itu. Bekas tentara sekutu berkebangsaan Australia itu semula berjumlah tiga orang. Dan mereka berniat memperkosa Mei-Mei. Si Bungsu yang datang sesaat sebelum gadis itu dinistai, berhasil membunuh salah seorang diantaranya.
Si Bungsu masih tegak di depan jendela ketika kedua orang Australia itu sampai di depan pintu kamarnya. Dia baru sadar ketika pintu kamarnya diketuk dari luar. Dia mengalihkan pandangannya dari kapal-kapal di tengah laut ke pintu kamar.
“Siapa…?”
“Saya, pelayan…”
Tanpa curiga dia berjalan ke pintu. Membukanya. Pintu itu baru saja terbuka sedikit, ketika tiba-tiba ditendang dengan keras dari luar.
Pelayan yang diminta mengetukkan pintu itu kaget. Dia tak menyangka bahwa tamu ini akan main tendang. Padahal mereka tadi minta tolong tunjukkan kamar orang Indonesia ini dengan sikap yang sopan. Kok sekarang pakai tendang segala.
Dia sebenarnya ingin marah. Sebab pintu hotelnya ditendang. Induk semangnya bisa berang. Namun bekas tentara Australia itu telah mengirimkan sebuah bogem mentah ke kepala si Bungsu. anak muda itu terpental ketempat tidur.
Dan melihat keadaan gawat begini, pelayan yang orang Cina itu cepat-cepat berlalu.
“Awas jangan lu telepon Polisi…!” ancam orang Australia yang satu lagi padanya. Pelayan itu menggeleng sambil angkat langkah seribu.
Mereka lalu masuk ke kamar si Bungsu. menutupkan pintu!
Si Bungsu yang tadi terlempar ke tempat tidur kena pukul, kini mulai bangkit. Karena kedua orang itu telah berada dalam biliknya, dia terpaksa tegak di atas tempat tidur.
Kedua lelaki itu menatap padanya dengan wajah sadis. Dan dipinggang mereka tersembul gagang pisau komando.
Rupanya mereka masih ingat bahwa salah seorang teman mereka mati ditangan anak muda ini karena lemparan sebuah pisau kecil. Makanya kini mereka membawa pisau komando. Yaitu pisau pengganti sangkur yang sangat mahir mereka mepergunakannya ketika dalam perang dunia ke II dahulu. Betapa mereka takkan mahir, sebab mereka berada dalam pasukan Green Barets. Pasukan Komando tentara Inggris yang tersohor itu.
“Monyet, dulu kau mempergunakan pisau kecilmu untuk membunuh teman kami. Sekarang mari kita coba siapa yang lebih cepat melemparkan pisau…”
Salah seorang diantara kedua lelaki itu, yang memakai kaos oblong berwarna merah darah buka suara. Dan pisau komando yang kuning, runcing berkilat itu telah berada ditangannya. Tergantung ke bawah dengan ujung yang runcing terjepit diantara telunjuk dan jarinya.
Pisau itu siap untuk dilemparkan.
Si Bungsu masih tegak diam di atas kasur. Kedua tangannya juga terjuntai kebawah. Ada enam samurai tersisip di kedua tangannya. Tersembunyi dibalik lengan bajunya yang panjang.
Dia yakin, melihat gerakan kedua lelaki ini ketika mengambil pisau, kemudian melihat caranya memegang ujung pisau komando itu, kemudian menggantungnya dengan tangan lemas disisi badan, kedua orang ini adalah pelempar pisau yang tangguh.
Tapi apakah dia akan melayani mereka? Dia terlibat perkelahian dengan kedua orang ini hanya soal Mei-Mei. Mereka akan memperkosa anak pemilik hotel Sam Kok itu. Dan dia datang menolong. Hanya soal itu mereka berkelahi. Sudah jatuh korban nyawa. Apakah masih perlu ditambah?
Kalau saja kedua orang ini adalah bahagian dari sindikat perdagangan wanita itu, maka dia pasti sudah membereskannya sejak dahulu. Tapi karena mereka bukan anggota sindikat yang dia benci itu, makanya kedua orang ini tak dia bunuh dahulu. Hanya dia tendang kerampangnya sekdar untuk melumpuhkan.
@
Tikam Samurai - III