“Kita tak punya waktu. Kita harus menyergap mereka yang ada dipelabuhan. Ayo cepat! Donald dan Miguel tinggal menjaga keenam orang ini di sini. Begitu mereka bergerak, sikat saja semua…”
Kapten itu mengeluarkan perintah.
Dan dipimpin oleh Tongky di depan sekali, mereka mulai mendekati markas sindikat tersebut. Sementara Donald dan Miguel tegak dua depa dari enam anggota sindikat yang tertelungkup itu. Keenam anggota sindikat itu benar-benar dibuat tak berkutik.
“Berteriaklah kalian, atau bangkitlah, agar kami bisa menyikat kalian semua….!” Suara Miguel terdengar mendesis perlahan. Keenam anggota sindikat itu tak bisa bicara. Dan kalaupun bisa, mereka takkan mau bicara. Mereka kenal benar dengan lawan mereka. Dalam dunia yang mereka cempungi ini, jika sudah tertangkap begitu lebih baik menyerah dan dia saja. Ikuti perintah lawan. Sebab sedikit saja membuat kekeliruan, nyawa imbalannya. Dan mereka lebih senang hidup daripada dianggap pahlawan oleh teman-teman sindikat lainnya. Pahlawan tapi sudah mati.
Tak ada yang bergerak. Namun Cina yang tadi diancam oleh si Bungsu masih berusaha. Yang mengikat tangannya adalah Donald. Dan ikatan ditangannya sedikit longgar. Tubuhnya tetap tak bergerak di tanah. Tapi secara perlahan sekali, pergelangan tangannya dia putar. Terasa pedih, namun dia berusaha terus.
Di dalam sepatunya ada pistol kecil dan pisau belati. Mereka memang digeledah satu eprsatu setelah diikat tadi. Semua senjata mereka dilucuti.
Namun dua buah senjata yang ada dalam lars sepatunya luput dari pemeriksaan. Kini itulah yang tengah diusahakan untuk diambil oleh Cina itu. Namun sebelum bisa mengambil kedua senjata itu, dia harus membebaskan kedua tangannya terlebih dahulu.
Dia ingin minta bantuan temannya yang tertelungkup disamping kanannya. Tapi dia khawatir gerakkannya akan mencurigakan kedua anggota Baret Hijau yang tetap mengawasi mereka. Satu-satunya jalan ialah berusaha sendiri. Dia putar terus pergelangan tangannya.
Susahnya adalah karena dia tertelungkup. Kedua tangannya yang terikat ke belakang itu kini justru dibahagian atas. Kalau banyak benar membuat gerakan, bisa-bisa menarik perhatian salah seorang dari pasukan yang menjaganya.
Karena itu meski ditolong oleh gelapnya malam, dia tepaksa memutar kedua pergelangannya dengan perlahan.
Sementara itu pasukan Kapten Fabian telah sampai ke markas sindikat itu. Mereka menyebar di keliling rumah tersebut. Tongky merayap mendekat. Melihat ke dalam. Lalu merayap lagi ke dekat Kapten Fabian.
“Hanya ada seorang di dalam sana….”
“Kemana yang lain?”
“Saya rasa sudah dipelabuhan sana…’
Dari kejauhan terdengar suara ombak.
“Oke. Suruh Fred menyudahi orang itu. Kita menyergap mereka di pelabuhan…’
Perintah Kapten itu disampaikan secara berbisik pada Fred. Orang Inggris yang satu ini adalah ahli karate. Dia segera menyelusup mendekati markas itu begitu teman-temannya yang lain bergerak menuju pelabuhan.
Dia menyandarkan senjatanya di pintu luar. Kemudian mendorong pintu sampai terbuka perlahan.
Orang yang di dalam itu adalah seorang kulit putih. Mungkin orang Itali. Bertubuh besar bertelanjang dada. Senjatanya sepucuk Mauser. Terletak di atas meja. Disudut ruangan ada satu set peralatan radio. Nampaknya orang ini adalah seorang telegrafis.
“Hallo frend…’ Fred menegur perlahan. Orang itu menoleh pula perlahan. Tapi gerakkan perlahannya segera berobah begitu menyadari bahaya. Dia tegak dan berusaha melangkah ke meja dimana bedilnya dia letakkan. Jarak antara dia duduk dengan meja dia meletakkan bedilnya sekitar dua meter.
Namun langkahnya terpotong oleh gerakkan Fred yang selincah musang. Sebuah pukulan menghantam rusuk orang itu.
Ada pepatah berbunyi: sepandai-panda tupat melompat, sekali waktu jatuh juga!
Dan itulah yang dialami Fred malam ini. Dia memang jago karate andalan dalam pasukannya. Tapi sebenarnya dia harus memperhitungkan waktu dan kecepatan. Dia tak boleh mengulur waktu.
Dan saat ini, kecepatan bicara banyak.
Rusuk orang itu memang kena dia hantam. Tapi orang itu punya antisipasi yang tangguh pula. Begitu jalannya dihadang, tangannya bergerak. Dan tangan kanannya menghantam hidung Fred. Rusuk orang itu memang kena gebrak kuat. Tapi tak cukup sampai mematahkan tulangnya seperti yang biasa diperbuat Fred terhadap lawan-lawannya.
Orang Itali itu hanya tersurut dengan wajah meringis. Tapi sebaliknya, Fred juga seperti ditendang mundur. Hidungnya pecah dan berdarah! Orang itu ternyata juga seorang karateka! Kini mereka tegak saling berhadapan.
Menyadari bahaya, tangan Fred bergerak ke arah pisau komandonya. Namun wajah orang itu tersenyum sinis.
@
Tikam Samurai - III