“Jatuhkan senjata kalian. Semua!!” terdengar lagi perintah Kapten Fabian. Ke enam lelaki itu menjatuhkan bedil mereka. Perempuan-perempuan yang masih di dermaga itu jadi panik. Dan kesempatan itu dipergunakan oleh dua orang anggota sindikat tersebut yang masih ada di kapal.
Mereka mengangkat bedil.
Kemudian menembak ke arah Kapten Fabian yang tegak di kepala dermaga itu! Tapi dari pinggir kanan. Tongky dan dua orang temannya yang sejak tadi sudah merayap kesana, dan sejak tadi telah memperhatikan kapal itu, segera meledakkan senjata!
Serentetan tembakan terdengar dimalam yang mabpir disambut subuh itu.
Kedua orang itu menggeliat. Lebih dari selusin peluru menerkam tubuh mereka. Wajah mereka cabik-cabik. Pekik perempuan terdengar. Dan pada saat yang sama, Kapten Fabian, terpekik dan terpental jatuh ke dermaga. Punggungnya dilanda peluru dari belakang!
Anggota pasukan Komando itu jadi kaget. Siapa yang di belakang? Dan saat itu perang terbuka tak terhindarkan. Keenam anggota sindikat yang tadi menjatuhkan senjata ke lantai dermaga, begitu perempuan-perempuan memekik, begitu Kapten Fabian yang menodong mereka jatuh dihantam peluru, mereka serentak menjatuhkan diri ke dekat senjata yang tadi mereka jatuhkan!
Dan begitu senjata-senjata berada di tangan mereka, para anggota sindikat penyeludup wanita ini mulai menembak membabi buta. Ya, mereka hanya bisa menembak membabi buta. Sebab selain Kapten Fabian yang tadi menodong mereka di tempat terbuka, maka lawan yang lain tak seorangpun yang kelihatan.
Jhonson, orang Inggris selatan yang ahli renang dan berkelahi dalam air, yang tegak tak jauh dari Kapten Fabian, begitu melihat komandannya kena tembak, segera jadi kalap.
Dia memuntahkan pelurunya ke arah belakang. Yaitu ke arah darimana peluru tadi menyambar punggung Kapten Fabian. Sehabis menembak ke belakang, dia menembaki anggota sindikat yang tiarap di lantai dermaga. Lalu dia berlari ke arah Kapten Fabian.
Tapi gerakannya yang terakhir ini membawa malapetaka. Yang menembak Kapten Fabian adalah orang Itali yang telah membunuh Fred Willianson dengan tendangan karate di markas mereka tadi.
Setelah dia menembak dia bersembunyi di balik bangunan tua tak jauh dari pangkal dermaga. Saat Jhonson menembak dia tetap bersembunyi. Tapi begitu Jhonson berlari ke arah Kapten Fabian orang Itali ini maju ke depan selangkah. Senapan otomatnya menyalak.
Jhonson tersentak-sentak ditembus peluru. Dan tubuhnya jatuh mencebur laut di bawah dermaga! Melihat hal inio, tiga orang sisa pasukan komando di sekitar dermaga segera menyikat sindikat yang ada dan tiarap di dermaga.
Kontan saja mereka jadi bulan-bulanan. Sebab tak ada perlindungan. Anggota sindikat itu membalas membabi buta. Tiga orang mati segera dimakan peluru anak buah Katen Fabian. Namun tembakan yang dilepaskan anggota sindikat itu merenggut pula dua gadis yang ada di dermaga itu. Yang dalam paniknya berlarian tak tentu arah!
Sementara itu, orang Itali yang telah membunuh Fred Willianson dan menembak Kapten Fabian, mengintai sisa pasukan komando itu, dia mengintai dari mana arah tembakan. Kemudian membidikan senjata otomatiknya kesana.
Pada saat Jhonson, anggota Baret Hijau dari Inggris yang mati tertembak dan jatuh ke bawah dermaga, si Bungsu segera menyadari bahaya yang datang dari belakang mereka.
Firasatnya mengatakan, bahwa Fred yang ditinggal dan disuruh menyelesaikan lawannya di markas itu telah celaka. Dan kini lawannya itulah yang menembak Kapten Fabian dan Jhonson. Sadar akan bahaya ini, anak muda dari gunung Sago itu segera meninggalkan posisinya. Seperti siluman dia menyelinap menuju tempat tembakan yang berasal dari bedil orang Itali itu.
Dan saat itu, orang Itali itu tengah membidik ke arah salah seorang anggota Baret Hijau. Namun orang Itali ini nampaknya punya firasat yang tajam juga. Dia seperti merasa ada orang dekatnya. Dia menoleh ke kiri. Kosong. Ke kanan. Kosong. Namun hatinya tetap tak sedap. Dia melihat ke belakang. Dan darahnya seperti berhenti mengalir. Jantungnya seperti berhenti berdetak.
Di belakangnya, entah kapan datangnya, entah darimana asal muasalnya, telah berdiri saja seorang anggota Baret Hijau. Dan orang yang membuat dia kaget itu tak lain dan tak bukan daripada si Bungsu.
Namun Itali ini segera jadi lega. Sebab ditangan orang itu tak tergenggam sepucuk senjata apapun. Ditangannya hanya ada sebuah tongkat kecil. Dia segera berbalik sambil menembakkan bedilnya setinggi pinggang ke arah si Bungsu.
Tapi bedilnya tak pernah menyalak. Tangannya yang memegang bedil itu terasa lumpuh. Sakit dan pedih bukan main. Dan ketika menoleh, dilihatnya tangan kanannya telah putus!
@
Tikam Samurai - III