Tikam Samurai - 313

Salah satu samurai kecil dilengannya itu meluncur turun. Disambut oleh telapak tangannya.
Bob Hansen yang teka sempat heran karena pikirannya tercurah ke luka Kapten Fabian menerima samurai itu. Baru ketika samurai itu berada ditangannya, dia menatap pisau itu dengan heran.
Dia raba matanya. Dengan kaget dia merasakan betapa kulit ibu jarinya dimakan samurai itu. Bukan main tajamnya. Padahal dia hanya menggeser sedikit saja untuk merasakan apakah pisau itu tajam atau tidak. Tajam dan sangat runcing.
Dia menatap pada si Bungsu. si Bungsu mengangguk memberi isyarat agar cepat mengeluarkan peluru di dalam daging Kapten Fabian. Bob Hansen segera mencuci samurai itu dengan cairan steril yang tadi dia pergunakan untuk mencuci luka Kapten itu.
Kemudian dia menyuruh teman-temannya memegang tangan dan tubuh Kapten itu.
Lalu dia mulai membelah kedua luka itu. Memperbesar lobangnya. Dan dengan sebuah jepitan kecil, dia mengeluarkan kedua peluru itu. Memberikan kedua ujung peluru itu kepada si Bungsu. kemudian kembali membersihkan luka tersebut. Dari salah satu botol kecil dia mengeluarkan spiritus. Menyiramkannya ke luka yang menganga. Lalu tangannya merogoh kantong.
“ini akan sangat sakit. Tapi peganglah kuat-kuat. Hanya ini cara yang tercepat untuk menghindarkan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan. Lukanya akan kita bakar..”
Mereka kemudian memegangi tubuh Kapten itu bersama-sama. Bob Hansen menyulut korek api, melekatkannya ke luka. Spiritus itu menyambar api. Dan terdengar Kapten itu mengerang. Bau daging terbakar tercium hangit. Si Bungsu memperhatikan dengan seksama cara pengobatan militer ini.
Begitu api padam. Sersan itu mengelurakan perban dan semacam obat penempel. Membalut luka itu dengan seksama.
Dan selesailah sudah!
Si Bungsu lalu memerintahkan anak buahnya masuk ke kapal. Tawanan-tawanan diikat satu dengan yang lain. Di kapal mereka ditempatkan didepan sekali. Diikatkan ke tempat putaran sauh. Mayat Fred Williamson dan Jhonson atas persepakatan bersama dikubur dipulau Pesek itu.
Bagi anggota pasukan Baret Hijau itu tak susah untuk menjalankan kapal tersebut. Dalam cahaya pagi yang cerah mereka meninggalkan pulau. Meninggalkan mayat-mayat anggota sindikat itu bergelimpangan di pulau tersebut.
Satu jam berlayar, mereka memasuki lagi sungai kecil dimana malam kemaren mereka meninggalkan Jeep.
Tawanan-tawanan mereka biarkan tetap terikat di kapal. Mereka naik ke Jeep. Dan dalam waktu dekat Jeep itu meluncur lagi ke Markas mereka. Donald hapal benar jalan mana yang harus mereka tempuh menuju markas agar tak bertemu dengan orang banyak.
Di markas mereka segera saja menelpon Polisi Singapura. Melaporkan tentang ditemukannya sarang penyelundupan wanita di Pulau Pesek. Mereka memberikan detail dari penangkapan. Dimana polisi bisa menemui enam orang anggota sindikat itu yang terikat di kapal. Dan menyertakan beberapa dokumentasi. Ketika polisi menanyakan siapa yang melaporkan, Tongky yang menelpon meletakkan teleponnya.
“Nah, Letnan. Kini anda pegang komando. Apa lagi yang akan kita lakukan?” Donald berkata pada si bungsu yang sejak tadi duduk menatap pada Kapten Fabian yang masih belum sadar.
“Sebaiknya kita tukar pakaian dulu. Kemudian mengantar Kapten Fabian ke rumah sakit..”
“Ya. Ya. Saya rasa itu jalan terbaik yang harus kita ambil saat ini…” Miguel berkata. Dan mereka semua lantas bertukar pakaian. Kembali memakai pakaian sipil seperti sebelum mereka berangkat sore kemarin.
Sebuah taksi yang lewat mereka stop. Kemudian mereka menelpon Ambulan. Kapten Fabian dibawa dengan ambulans. Sementara mereka naik taksi. Yang berada di Ambulans adalah si Bungsu, Donald dan Tongky.
Dalam Ambulan itulah Kapten Fabian mulai sadar. Dia melihat keliling. Terpandang pada Donald, Tongky dan si Bungsu.
“Bagaimana….?” Suaranya bertanya perlahan. Si Bungsu memegang tangan Kapten itu.
“Mereka kita ringkus semua, Kapten….” Lalu dia menceritakan secara singkat pertempuran di pelabuhan pulau Pesek itu setelah si Kapten rubuh kena tembak. Dia menceritakan tentang Fred Williamson yang mati dan Jhonson yang kena tembak. Lalu menceritakan pula tentang pemberitahuan kepada polisi Singapura tentang sindikat tersebut.
Kapten Fabian menarik nafas.
“Terimakasih Bungsu. anda telah menyelamatkan pasukan kami. Kalau anda tak mencegah kami menyebrang kemaren di rawa itu, maka korban pasti akan lebih banyak. Mungkin semua kita sudah mati.



@



Tikam Samurai - 313