Gadis itu mengambil tempat duduk di depan Salma.
“Nampaknya anda baru dari Indonesia. Apakah yang bisa saya perbuat?” Nurdin bertanya.
Gadis cantik itu sekali lagi melayangkan pandangannya pada Salma. Kemudian pada Overste Nurdin.
“Tidak. Saya tidak dari Indonesia. Saya dari Kyoto, Jepang” suara gadis itu bergetar perlahan. Ada rasa heran dan kaget menyelinap dihati Nurdin dan Salma.
“O, alangkah jauhnya perjalanan nona, adakah yang bisa saya bantu?”
“Nama saya Michiko. Saya mencari seseorang yang barangkali tuan dan nyonya mengenalnya”
Salma dan Nurdin bertukar pandang. Hati Salma berdetak. Jantungnya berdegup kencang. Si Bungsu, pikirnya. Pastilah gadis cantik ini mencari si Bungsu. hati perempuannya berbisik. Dia tatap gadis itu. O, alangkah cantiknya.
“Saya mencari,…seorang lelaki bernama Bungsu. Apakah saya bisa menemuinya?”
Overste Nurdin tercengan benar. Dia menatap pada isterinya. Namun saat itu Salma masih menatap pada Michiko. Sadar bahwa nyonya Overste itu menatap terus padanya, Michiko menoleh pula. Kedua wanita itu kembali saling pandang. O, inikah perempuan yang memberikan cincin pada Bungsu-san itu? Alangkah cantiknya, pikir Michiko. Namun hatinya sedikit lega. Sebab ternyata perempuan cantik itu telah menikah. Ya, pastilah nyonya ini yang bernama Salma, bisik hati Michiko pula.
Akhirnya Nurdin bicara:
“Ya. Kami mengenalnya. Anak muda itu adalah sahabat saya. Sahabat keluarga kami. Dahulu dia tinggal bersama kami ketika kami masih di Brash Basah. Tapi kini tidak lagi. Kalau kami boleh tahu, apakah anda temannya ketika dia ke Jepang dahulu?”
“Ya. Saya adalah bekas sahabatnya…”
Nurdin mengerutkan kening.
“Maaf, saya kurang mengerti dengan ucapan nona. Kenapa harus memakai kalimat “bekas” sahabatnya?...apakah…”
“Ya…saya memang bekas sahabatnya dalam arti sesungguhnya. Saya malah banyak berhutang budi padanya. Dia telah menolong saya dari cemar dan aib yang tak terhingga….’
Nurdin menatap pada isterinya. Salma menatap pula padanya.
“Lalu, kalau kini nona tidak bersahabat lagi dengannya, ada keperluan apakah kiranya, hingga jauh-jauh mencarinya. Atau barangkali anda kebetulan singgah di kota ini?”
“Tidak. Saya memang datang dari Jepang khusus untuk mencarinya. Jika dia tak disini, saya akan mencarinya sampai bertemu….”
“Alangkah pentingnya urusan itu. Tapi, baiklah, itu urusan anda nona. Hanya sayang, anda datang terlambat…”
Michiko menatap Overste itu. Terlambat, apa maksudnya, pikir gadis itu.
“Maksud tuan?”
“Dia tak di kota ini lagi…”
“Tak di kota ini?”
“Tidak. Dia sudah berangkat seminggu yang lalu…”
Wajah Michiko tiba-tiba jadi sangat murung. Dia kelihatan sangat kecewa. Dan perobabahan air mukanya diperhatikan dengan seksama oleh Salma.
Hati wanitanya mulai menghitung dan mereka-reka. Hubungan apakah sebenarnya yang terjalin antara si Bungsu dengan gadis cantik ini, pikirnya. Apakah mereka telah bertunangan, atau baru berkasih-kasihan, lalu si Bungsu pergi, dan gadis ini mencarinya untuk menikah? Semuanya mungkin saja, pikir Salma.
“Saya mendengar tuan adalah sahabat si Bungsu. begitu pula dengan nyonya…”
“Hmm. Darimana anda tahu. Bukankah anda baru tiba di kota ini?” Nurdin bertanya heran.
“Saya mendapat informasi dari staf konsulat…”
“Hmm begitu. Ya. Kami adalah sahabatnya. Tapi apa yang saya sampaikan pada nona adalah hal yang sebenarnya. Dia telah pergi seminggu yang lalu…’
“Dia kembali ke kampungnya? Ke Situjuh Ladang Laweh di kaki Gunung Sago itu?”
Salma dan Nurdin bertukar pandang.
Situjuh Ladang Laweh!
Gadis Jepang ini tahu dengan pasti tentang Situjuh Ladang Laweh. Alangkah banyaknya yang diketahuinya tentang si Bungsu.
Nurdin kemudian menatap pada Michiko. Alangkah cantiknya gadis Jepang ini, pikirnya. Dan ssebagai seorang lelaki, dia juga punya dugaan, bahwa antara si Bungsu dengan gadis cantik ini pastilah ada hubungan selain sekedar teman biasa.
“Tidak nona. Dia tak kembali ke sana”
“Lalu, kemana dia? Apakah ke Jakarta?”
“Juga tidak..”
“Maksud tuan?”
“Dia ke Australia”
“Ke Australia?”
@
Tikam Samurai - III