Tikam Samurai - 37

Kemudian tertawa terbahak – bahak melihat Kamura yang telanjang bulat itu. Mereka menyangka Kamura mabuk. Namun Kamura dengan cepat menyentak samurai di pinggang seorang perwira, dan menerjang kembali masuk kekamar dimana tadi si Bungsu tegak. Tapi tubuhnya segera tercampak lagi keluar kamar. Dan kali ini dengan tubuh hampir terpotong dua pada dadanya ! Perempuan – perempuan yang ada dalam rumah petak itu pada terpekik. Empat orang sedadu Jepang segera naik menghambur keatas. Di pintu bilik si Hitam Manis itu, tegak si Bungsu dengan sebuah tongkat di tangannya. Dia tegak dengan tenang. Menatap pada enam Jepang yang kini tegak pula menatapnya. Mereka bertatapan. Dengan sudut matanya si Bungsu melihat di sebelah kirinya, agak jauh di tepi dinding, tegak Mariam di antara beberapa temannya. Perempuan itu menatap padanya dengan sinar mata penuh kebanggaan. Salah seorang dari perwira Jepang itu segera saja mencabut pistol dan menembakkannya kearah si Bungsu. Si Bungsu menggelinding di lantai. Gerakkan Lompat Tupai ! Peluru perwira itu menerpa tempat kosong. Dua kali menggelinding dengan cepat, akhirnya ketika dia tegak samurainya bekerja. Perwira itu terpekik. Tangannya yang tadi menembakkan pistol putus hingga siku. Sebelum pekiknya berakhir, samurai di tangan si Bungsu bekerja lagi. Kepalanya belah dua ! Suasana tiba – tiba jadi sepi. Hening mencekam!. Si Bungsu tegak di depan kelima serdadu Jepang itu dengan wajah yang sedingin batu es.
”Saya si Bungsu. Saya mencari Kapten Saburo. Dimana dia ? ” Suaranya terdengar tanpa emosi. Namun Jepang – Jepang itu terkenal sebagai orang yang tak mengenal takut sedikitpun. Dua orang segera maju dengan mempergunakan jurus – jurus karate. Namun Samurai si Bungsu segera bekerja. Kedua mereka roboh dengan leher hampir putus. Empat yang mati dalam waktu tak sampai lima menit. ” Kempetai datang !! ” Mariam berteriak. Dan saat itulah ketiga serdadu Jepang yang masih hidup maju serentak sambil menghunus samurai mereka. Tapi yang mereka hadapi adalah si Bungsu!. Seorang lelaki yang telah bersumpah untuk takkan mati sebelum dendam keluarganya terbalas. Begitu serangan datang, dengan kecepatan yang tak terikutkan oleh mata samurainya berkelebat. Dua kali sabetan mendatar, menyebabkan dua Jepang yang ada di depan dan di kirinya rubuh dengan perut menganga. Kemudian sambil berputar setengah lingkaran dia menikamkan samurainya ke belakang. Jepang yang terakhir, mati tersate tentang dada kirinya. Sebuah Tikam Samurai! Persis seperti yang dipergunakan oleh Datuk Berbangsa di halaman rumah gadangnya dahulu. Saat dia menyentak samurainya, Jepang itupun rubuh.
”Lewat pintu belakang !” dia dengar suara perempuan berseru. Dia segera mengenali suara itu sebagai suara Mariam. Suara sepatu Kempetai terdengar menjejak tangga di depan. Si Bingsu tegak. Kemudian menatap pada perempuan – perempuan itu. Dia segera menampak Mariam.
”Terima kasih Mariam. Saya akan balaskan dendammu.” dan Kempetai pertama muncul di pintu tengah. Si Bungsu menyelinap kebelakang. Punggungnya kelihatan oleh Kempetai itu.
”Bagero ! Berhenti !” teriaknya sambil menembakkan pistol. Namun si Bungsu telah lenyap. Tiga Kempetai segera memburu ke belakang. Di belakang mereka disambut oleh gelapnya malam. Jauh di bawah sana, deru arus Batang Agam terdengar menderu menegakkan bulu roma. Jepang – Jepang itu pada plengak – plenguk mencari kalau – kalau lelaki yang baru saja melarikan diri itu bersembunyi di sekitar tempat tersebut. Tapi si Bungsu telah terjun dan lenyap dalam arus Batang Agam di bawah sana. Baginya berenang dan menyelam bukan lagi hal baru. Berenang di Batang Agam ini memang kegemarannya sewaktu masih muda dulu. Keenam Kempetai yang baru datang itu tertegun tatkala menyaksikan tubuh teman mereka terhantar malang melintang di dalam rumah itu. Dari bekas luka di tubuh mereka jelas kematiannya diakibatkan senjata tajam. Seperti samurai atau pedang. Namun Kamura dan beberapa temannya ini adalah seorang pesilat Samurai yang tangguh. Siapa yang telah melumpuhkan mereka ?.
”Siapa itu orang tadi ?” tanya salah seorang kearah kerumunan perempuan-perempuan di ruangan tersebut.
”Seorang Jepang.” Terdengar suara dari kerumunan perempuan – perempuan itu. Dan yang bicara itu adalah Mariam. Dia mencubit teman di sampingnya sebagai isyarat. Cubitan yang tak kelihatan itu segera saja dimengerti oleh temannya. Lalu perempuan muda yang dicubit itu angkat bicara.
”Ya. Nampaknya seorang tentara yang berpakaian seperti penduduk sini. Tadi sebelum terjadi perkelahian, dia kelihatan bicara akrab dengan Kamura. Tapi tak lama setelah dia menyusul masuk, terjadilah perkelahian … ”.
Kempetai yang bertanya itu mengerutkan kening. Tadi dia memang melihat sesosok tubuh menyelinap kebelakang. Tapi tak jelas siapa orangnya. Mereka lalu menanyai perempuan – perempuan itu dengan gencar. Para perempuan itu, meskipun mereka hidup melacurkan diri namun memiliki rasa cinta Tanah Air yang luar biasa, yang barangkali tak seberapa dimiliki oleh perempuan – perempuan yang bukan pelacur. Mereka seperti sepakat, seiya sekata untuk membenarkan dan menuruti cerita bohong yang mula pertama diucapkan oleh Mariam. Dan para Kempetai serta pimpinan Jepang di Payakumbuh, tak bisa berbuat selain mempercayai hal itu. Sekurang – kurangnya buat sementara.



@



Tikam Samurai - 37