Tikam Samurai - 56

Namun si Bungsu tak beranjak dari tempat duduknya. Tempat dimana mereka duduk, kebetulan tak ada jendela di kiri kanannya Jadi mereka aman. Sebab dinding bus itu terbuat dari kayu tebal. Yang ditakutkan si Bungsu adalah kalau kelima lelaki itu memiliki senjata api. Kalau ada, maka dia dan Mei-mei bisa celaka. Tapi kalau tidak dia merasa aman di atas bus ini.
“Kami beri waang kesempatan satu menit untuk turun. Kalau tidak. waang akan kami seret ke bawah ..” terdengar lagi bentakan
“Kenapa tak sanak katakan saja apa maksud sanak sebenarnya ?” si Bungsu menjawab.
“Turunlah. Jangan banyak cakap waang di sana …”
“Kalau sanak yang punya keperluan, silahkan naik lagi dan kita berunding di sini. Saya tak punya keperluan untuk turun” jawab si Bungsu.
Terdengar sumpah serapah dan carut marut dari kelima lelaki di bawah itu. Namun si Bungsu tetap duduk diam di tempatnya. Ketika mereka menyuruh turun lagi, si Bungsu membisikkan sesuatu pada Mei-mei. Kemudian kedua anak muda ini bangkit dari tempat duduknya. Mereka seperti akan turun, tapi ternyata tidak. Si Bungsu hanya pindah tempat. Kini mereka duduk persis di belakang sopir. Melihat keras kepala anak muda ini, dua orang segera naik dengan maksud menyeretnya kebawah. Si Bungsu sampai saat itu masih belum mengetahui siapa mereka sebenarnya. Apakah orang yang berniat merampok saja atau dari pihak pejuang.
Dia tak mau salah turun tangan. Sebab dia sudah bersumpah takkan menurunkan tangan jahat pada pejuang pejuang Indonesia. Sama halnya seperti dia dilanyau oleh anak buah ayahnya di dekat Mesjid ketika mula pertama turun gunung dulu. Dia tak sedikitpun mau membalas pukulan pukulan mereka. Meskipun dengan mudah dia bisa membunuh orang orang itu. Kinipun, ketika kedua orang itu naik lagi keatas bus dengan wajah berang, dia berkata dengan tenang :
“Saya harap sanak mengatakan apa maksud sanak sebenarnya. Apa yang sanak inginkan dari kami ..”
“Jangan banyak bicara waang. Anjing”
Lalu tangan orang itu dengan kasar merengutkan bahu Mei-mei. Gadis ini terpekik. Dan sampai di sini si Bungsu mengambil kesimpulan, bahwa orang ini bukan dari pihak pejuang Indonesia. Dia kenal sikap pejuang pejuang bangsanya. Tak mau berlaku kasar dan kurang ajar. Tangannya bergerak. dan lelaki yang tengah mencekal tangan Mei Mei itu terpekik. Dia merasa dada dan lengannya pedih. cekalan pada tangan Mei-mei dia lepaskan. Dan dia lihat dada serta lengan yang tadi terasa pedih itu berdarah. Temannya yang satu lagi melompati bangku menerjang si Bungsu. Namun dalam bus sempit itu, gerakan jadi terhalang. Dan kembali dia terpekik ketika samurai di tangan si Bungsu bekerja.
Pahanya robek dan mengucurkan darah. Mendengar temannya terpekik, ketiga temannya yang di bawah melompat naik. Melihat kedua temannya itu luka, ketiga mereka lalu menghunus golok yang tersisip di pinggang. Tapi apalah artinya gerakan mereka dibandingkan dengan gerakan anak muda ini. Dua kali gerakan dengan masih tetap duduk dan sebelah tangan memeluk bahu Mei-mei, ketiga orang itu pada melolong panjang. Golok di tangan mereka terpental. Dan tangan serta wajah mereka robek. Masih untung bagi kelima orang ini, karena si Bungsu tak menurunkan tangan kejam pada mereka.
Anak muda itu hanya sekedar melukainya saja. Tak berniat membunuh. Ketika kelima lelaki itu terperangah di tempat duduk mereka, si Bungsu menekankan ujung samurainya pada sopir. inilah maksudnya pindah kebelakang sopir itu. Yaitu agar mudah mengancamnya untuk menjalankan bus. Dengan suara datar, dia berkata:
“Kalau kudukmu ini tak ingin kupotong, jalankan kembali bus ini…”
Sopir itu sudah sejak tadi pucat. Begitu terasa benda runcing dan dingin mencecah tengkuknya, tubuhnya segera menggigil. Seperti robot dia kembali menghidupkan mesin bus. Beberapa kali bus itu hidup mati mesinnya. Sebab sopir itu salah memasukkan gigi.
“Tenanglah, kalau tidak nyawamu kucabut dengan samurai ini” Si Bungsu berkata.
“Ya .. ya pak Saya tenang .. saya tenang ..”
Sopir itu menjawab sambil menghapus peluh. Bus itu berjalan. Kembali memasuki jalan utama menuju Bukittinggi. Kembali merangkak terlonjak lonjak dijalan yang berlobang lobang. Deru mesinnya seperti batuk orang tua yang sudah sakit menahun. cukup lama bus itu berkuntal kuntil ketika tiba t iba sopir menginjak rem.
“Ada pemeriksaan oleh Kempetai ……..” sopir berkata.
Mei-mei, menatap pada si Bungsu. Si bungsu menyimpan samurainya. Kelima le laki yang luka itu saling memandang.
“Mau kemana ..?” suatu suara serak bertanya dari bawah kepada sopir. Buat sesaat sopir itu tergagap tak tahu apa yang harus dijawab. Sebuah kepala menjulur kedalam. Memperhatikan isi bus tua itu. Memperhatikan wajah yang luka luka.
“Hmm, ada yang luka. Kenapa ?”
“Kami baru saja dirampok di bawah sana ..” si Bungsu berkata.
“Di mana ada rampok ?” Jepang itu balik bertanya.
“Di Padang Tarab ..” sopir menjawab cepat.



@



Tikam Samurai - 56