Dia tertegak diam melihat pada perempuan sembahyang yang tadi dia sangka istri Datuk Penghulu itu. Perempuan itu nampaknya baru selesai sembahyang. Kini dia tengah menampungkan tangannya membaca doa. Dan ketika dia benar benar melesai sembahyang, dia menoleh pada si Bungsu. Si Bungsu benar-benar terkesima. Dia ingin bicara, namun lidahnya terasa kelu.
“Koko ..” akhirnya perempuan itulah yang bicara perlahan.
Masih dalam keadaan terpukau, si Bungsu melangkah kembali ke ruang tengah. Perlahan dia duduk di depan perempuan itu. Perempuan yang baru saja selesai sembahyang itu tak lain daripada Mei-mei.
“Koko .. sebentar ini aku berdoa untuk arwah ibu dan ayahku. Dan aku berdoa untukmu. Untuk kesembuhanmu. Untuk keselamatanmu ..”
“Mei-mei kau ..?” hanya itu kalimat yang terucap si Bungsu.
Ada perasaan yang amat luar biasa menyelusup ke hatinya melihat gadis itu sembahyang Lohor.
“Ya, koko. Telah saya pikirkan. Dan saya memilih islam sebagai agama saya ..”
“Tapi …”
“Saya merasa tentram dan damai setelah sholat. Bukankah koko yang mengatakan itu dipenginapan dulu?” si Bungsu masih tak kuasa bicara.
“Masih ingatkah koko waktu saya bertanya, apakah tak meletihkan sembahyang lima kali sehari semalam? Koko katakan, bahwa diri koko merasa tentram dan damai set iap selesai sembahyang. Diri koko merasa mendapatkan tenaga dan semangat baru setiap selesai sholat. Itulah yang mendorongku untuk masuk Islam. Tak ada yang membujuk. Tak ada yang memaksaku. Di rumah ini kulihat mereka sembahyang semua. Dan mereka bahagia, damai, sabar. Meskipun mereka miskin. Bukankah kedamaian dan kebahagian itu yang dicari orang? Kusampaikan niatku itu pada Pak Datuk. Kusampaikan pada istrinya Mak Ani. Mereka membawaku ke Mesjid. Mak Ani memandikanku. Dan Imam yang ada di mesjid itu membacakan dua Kalimah Shahadat, dan kuikuti. Pak Datuk dan Salim serta Mak Ani sebagai saksi. Sejak hari itu, dua pekan yang lalu, aku telah menjadi seorang muslimah. Dan aku memang mendapatkan kedamaian, ketentraman, semangat baru set iap selesai sholat .. aku bahagia memilih Islam menjadi agamaku …”
Tanpa dapat ditahan, mata si Bungsi jadi basah. Mei-mei menatap matanya yang basah. Dan pelan pelan, mata gadis itu ikut basah. Dan tiba tiba mereka berpelukan.
“Koko, engkau sedih aku masuk Islam ?”
“Tidak Moy-moy. Tidak. Aku hanya akan sedih kalau kau masuk Islam hanya karena ing in menyenangkan hatiku. Percayalah, tanpa masuk Islam pun engkau, aku tetap kusayang padamu. Engkau tetap adikku ..”
“Tidak koko. Aku masuk Islam bukan karena engkau. Aku masuk Islam karena takdir Tuhan. Bukankah takdir manusia di tangan Tuhan Yang Satu? Tuhan mentakdirkan aku bertemu denganmu. Tuhan pula yang mentakdirkan aku masuk Islam. Aku bahagia menerima takdir itu koko. Sama seperti aku juga bahagia berada di dekatmu…”
“Terima kasih Moy-moy. Terima kasih adikku ..”
Peristiwa itu dilihat oleh Datuk Penghulu yang baru pulang. juga dilihat dan didengar oleh Mak Ani, ibu si Upik yang tegak di ruang tengah. Karenanya mereka pada mengusap matanya yang basah. Terharu melihat persaudaraan kedua anak muda yang berlainan bangsa ini. Yang satu kehilangan seluruh familinya di tangan Jepang. Yang satu kehilangan kehormatannya di tangan Jepang. Nasib mempertemukan mereka. Persis seperti diucapkan oleh Mei-mei sebentar ini. Bahwa mereka dipertemukan oleh Takdir yang telah diatur oleh Yang Satu.
-o0o-
Tanpa terasa setahun telah berlalu. Selama setahun itu Mei-mei dan si Bungsu tetap tinggal di rumah Datuk Penghulu di kampung Padang Gamuak Tarok. Mereka seperti tinggal di rumah orangtua sendiri. Datuk Penghulu dan istrinya menerima mereka dengan tangan terbuka. Datuk Penghulu ternyata seorang pejuang yang menghubungi anggota Gyugun, yaitu tentara Jepang yang berasal dari pemuda pemuda Indonesia. Dia menginventarisir senjata yang berhasil dicuri, juga logistik, dikumpulkan untuk mempersiapkan bila terjadi perang kelak. Dia juga mencatat nama nama para anggota Gyugun yang bersedia menjadi tentara Peta yaitu pasukan Pembela Tanah Air. Kesibukan Datuk Penghulu akhir akhir ini memang makin meningkat.
Sementara itu, kemahiran Mei-mei dalam persilatan setahun ini maju dengan amat pesat. Salim yang selama ini bertindak sebagai pembantu Datuk Penghulu untuk mengajar Mei-mei, kini sudah tercecer jauh sekali. Bahkan dalam beberapa kali latihan, Mei-mei berhasil mengalahkan Datuk Penghulu. Datuk Penghulu jadi sangat bangga dan bahagia mempunyai murid seperti dia. Berbeda dengan guru guru silat pada umumnya, yang merasa terhina bila muridnya berhasil mengalahkannya. Datuk Penghulu justru merasa karena tak ada lagi ilmu yang bisa dia turunkan kepada Mei-mei.
Sedangkan si Bungsu juga melatih samurainya. Dia tak ikut belajar silat. Meskipun Datuk Penghulu pernah menawarkan padanya untuk ikut namun dia merasa sudah terlambat. Keinginannya kini hanya satu, membalaskan dendam keluarganya membunuh Saburo dengan samurainya. Ayahnya telah bersumpah sesaat sebelum mati, bahwa dia akan menuntut balas membunuh Saburo dengan samurai.
@
I. Tikam Samurai