Si Bungsu menarik nafas. Memusatkan perhatian kemudian mengangguk. Salma tak segera melemparkan putik jambu itu. Ada beberapa saat dia berdiam, kemudia baru melemparkannya sekuat tenaga.
Samurai si Bungsu berkelabat. Memancung kekiri dan kekanan. Kemudian samurainya masuk kembali kesarangnya. Namun kedua putik jambu itu mengenai tubuhnya. Gagal! Salma menatapnya.
“Saya gagal…” kata si Bungsu perlahan. Namun saat ini Salma sudah mengambil dua buah lagi putik jambu dari dalam baskom. Dan ketika kata-kata “gagal” itu diucapkan si Bungsu, Salma melemparkan putik jambu tersebut. Jambu itu melayang cepat sekali. Si Bungsu tak sempat berfikir, dengan cepat mengandalkan instingnya, tangannya bergerak. Mencabut samurai dan membabat ke depan.
Kena! Ya, sebuah dari putik-putik jambu itu kena. Meski tak tepat, tapi putik jambu itu sempat sumbing. Mereka bertatapan lagi.
“Sudah mulai sedikit…!” Salma berkata sambil mengambil lagi putik jambu tersebut. Dan tiba-tiba melemparkannya kembali, si Bungsu mencabuty samurainya. Membabatkannya. Gagal! Dia gagal lagi.
Samurainya memang tercabut dengan cepat. Bahkan hampir-hampir tak terkejutkan oleh mata Salma. Namun babatannya meleset. Demikian mereka ulangi berkali-kali. Sampai akhirnya si Bungsu mulai biasa lagi. Tangannya mulai melemas tidak kaku seperti awalnya. Beberapa kali, samurainya sempat membelah sebuah putik jambu itu persis di tengah. Kemudian gagal lagi. Kemudian tepat lagi. Begitu silih berganti.
Tapi menjelang putik jambu itu habis dua pertiga, dia sudah bisa membelah dua putik jambu yang dilemparkan Salma. Mereka hanya istirahat kalau tangan Salma atau tangan si Bungsu sendiri sudah penat dan pegal. Lalu mereka mengulangi lagi latihan itu.
Suatu saat, Salma berkata:
“Nah, itu ayah pulang…” si Bungsu menoleh kebelakang, dan saat itulah Salma melemparkan kedua putik jambu di tangannya ke arah si Bungsu. Telinga si Bungsu tajam mendengar sesuatu menuju ke arahnya. Dia berpaling, dan saat itulah kedua putik jambu yang dilemparkan Salma menghantam dada dan kepalanya! Si Bungsu tertegun. Dia kaget bukan main. Salma menarik nafas panjang.
“Abang tertipu, dan kurang waspada…” katanya perlahan. Si Bungsu mengangguk. Dia jadi kagum akan kecerdasan gadis ini.
“Terimakasih Salma. Engkau mengingatkan aku sesuatu…kini kita lanjutkan latihan dengan caramu itu, engkau lelah…?”
Salma menghapus peluh di wajahnya yang memerah seperti tomat. Kemudian menggeleng. Si Bungsu membelakang kemudian berkata:
“Nah, untuk tahap pertama, engkau harus bersuara bila melemparkan putik jambu itu. Nanti kalau sudah tebiasa, baru engkau lemparkan tanpa peringatan…”
“Awas…!!” Salma melemparkan putik jambu ditangannya tanpa memberi kesempatan jarak pada si Bungsu. Si Bungsu menajamkan pendengaran. Kemudian mencabut samurai dan berputar sambil menghayunsamurai ditangannya.
“Tras! Tras! Tapi samurainya menerpa angin kosong! Salah satu diantara putik jambu itu mengenai dadanya yang satu lagi terus ke belakang jatuh ke tanah.
“Gagal, kita teruskan…” katanya sambil berputar. Salma kali ini memberi kesempatan pada anak muda itu untuk bernafas. Perlahan mengambil buah jambu di baskom. Kemudian dengan teriakkan “Awas” sekali lagi, dia melemparkan putik jambu itu.
Si Bungsu mencabut samurai menanti sesaat kemudian berputar sambil menghayun samurainya. Kena! Ya, kini satu diantara putik jambu itu kena persis pada pertengahannya.
Dan latihan itu mereka ulangi terus. Terus dan terus hingga si Bungsu dengan tepat mengenai kedua putik jambu yang dilemparkan disaat dia membelakangi itu.
Hari-hari berikutnya si Bungsu mencoba methode yang dulu pernah dia lakukan di Gunung Sago. Yaitu mengendalikan pendengarannya sambil memicingkan mata. Dia duduk bersila di tanah kemudian memejamkan mata. Dan Salma kembali melemparkan putik-putik jambu itu.
Seperti halnya setiap permulaan, pada awal-awalnya dia selalu gagal. Tetapi makin lama, tangannya makin mahir. Dan pendengarannya makin terlatih. Dan kini kedua putik jambu itu senantiasa terbabat belah dua!.
Suatu saat si Bungsu merasa ada lebih dari dua putik jambu yang menyerangnya. Dia membabat tiga kali. Kena. Suatu saat empat, lima, enam. Dan dengan kecepatn yang luar biasa, sambil tetap memicing dia membabat terus. Dan kena!
Dan akhirnya dia mendengar tarikan nafas di kejauhan. Tak ada lagi putik jambu yang dilemparkan. Lambat-lambat dia membuka mata. Dan dibawah pohon perawas sana, dia lihat Salma dengan tubuh berpeluh. Gadis itu menatap padanya dengan tersenyum.
“Lelah…?” tanyanya sambil bangkit mendekati Salma.
“Penat dan kehabisan peluru….” Jawab Salma. Dan si Bungsu melihat betapa panci di depan gadis itu sudah kosong. Dia tersenyum.
“Bukan main, yang terakhir delapan buah sekali saya lemparkan. Lihatlah…semua kena” kata Salma.
@
I. Tikam Samurai