“Pergilah sebelum saya berobah niat…” kata si Bungsu. Yang lima mundur menjauh, Sersan itu juga. Namun si Sersan kini mempunyai niat lain. Si Bungsu ternyata lupa melucuti senjata pistol dipinggangnya. Kini jarak mereka ada sepuluh depa. Bukankah samurai si Bungsu tak berdaya dalam jarak begitu? Dia pasti bisa menghajar anak muda itu.
Maka dengan perhitungan begini, tiba-tiba tangan kirinya mencabut pistol dipinggang.
“Bagero! Bungsu jahanam, kubunuh kau!” teriaknya begitu pistolnya keluar dari sarangnya. Dan kelima serdadu Jepang yang lain pada berhenti.
Mata si Bungsu tiba-tibamenyipit.
Sepuluh depa! Dia perhitungkan jarak itu. Berapa kalikah dia harus bergulingan maka sampai ke Jepang yang pontong tangannya itu? Atau dia lemparkan sajakah samurainya dari sini? Peluru pistol itu pasti lebih cepat.
Perhitungan ini diambil dalam waktu yang hanya dua detik. Sebab pistol itu sudah akan diangkat untuk ditembakkan. Penduduk pada terpekik dan mundur. Dan saat itulah tubuh si Bungsu bergulingan di tanah. Lompat tupai!
Tiga kali, empat kali bergulingan tiba-tiba dia dengar letusan. Kakinya terasa panas, luka! Saat itulah dia bangkit. Sebuah letusan lagi, dan rusuknya terasa pedih. Luka! Jaraknya masih empat depa. Samurainya tiba-tiba keluar dan melayang! Creep!!
Lemparannya tepat mengenai jantung Sersan Mayor itu. Tertancap hingga kehulunya dan tembus terjulur panjang dibahagian punggung. Sersan itu berusaha menarik pelatuk pistolnya. Namun tubuhnya terkulai tiba-tiba. Jatuh, dan mati!
Si Bungsu cepat memburu, menyentakkan samurai itu dn menatap lima Jepang yang hanya bercelana kolor di depannya. Kelima Jepang itu tiba-tiba balik kanan dan ambil langkah seribu! Lari.
“Jangan lupa sampaikan pada Akiyama, saya mencarinya!! Si Bungsu berteriak.
Dua orang tentara Jepang saking takutnya sambil berlari itu lalu mengiyakan. Angguk ketakutan.
Si Bungsu melihat kaki dan rusuknya yang pedih tadi. Hanya luka tergores. Tak Parah. Meski darah mengalir cukup banyak.
“Jika ada diantara kalian pejuang bawah tanah, ambillah bedil ini dan pergi cepat sebelum Jepang tiba….” Dia berkata. Sunyi sejenak.
Dan tiba-tiba saja empat lelaki berkain sarung dibahunya muncul ketengah. Mengambil senjata-senjata dan pakaian yang ditinggalkan Jepang itu. Mereka menatap sejenak pada si Bungsu.
“Kami sudah banyak mendengar tentang nama besarmu anak muda. Dan hari ini kami lihat betapa nama besarmu itu tidak kosong semata. Terimakasih atas bantuanmu. Tuhan akan selalu melindungimu…..” salah seorang dari yang barkain dan bersebo yang berkumis dan bertubuh kekar berkata. Dan sehabis berkata begini, keempat mereka hilang diantara palunan manusia. Menyelinap dibalik-balik rumah. Dan lenyap entah kemana.
“Kalian menghindarlah dari sini, jangan sampai didapati Kempetai nanti….” Si Bungsu memberi ingat pada penduduk sambil berjalan cepat-cepat.
Pendudukpun pada bertebaran menghindarkan diri. Namun beberapa orang masih tegak disana menatap pada sersan yang mati itu. Dan saat itulah selusin lebih Kempetai telah mengepung tempat tersebut.
Ada enam orang lelaki, dan tiga orang perempuan yang tak sempat menghindarkan diri. Yang masih terlongo-longo menatap mayat sersan itu ketika Kempetai datang. Semua mereka ditangkap untuk pemeriksaan dan menanyakan kemana si Bungsu dan siapa yang mengambil bedil yang ditinggalkan tadi.
Kalau saja mereka mengikuti petunjuk si Bungsu agar menghindar cepat dari sana, maka mereka tentulah tak usah dapat kesusahan ditangkap Kempetai. Tapi mereka tak dapat pula disalahkan sepenuhnya. “Pertunjukkan” seperti yang baru saja mereka lihat, dimana seorang pemuda Indonesia melawan dan menelanjangi tentara Jepang, seorang lawan enam orang, dan pemuda Indonesia yang seorang itu menang pula, benar-benar belum pernah bersua dalam hidup mereka.
Bahkan mungkin takkan pernah lagi mereka menemuinya. Mereka sudah banyak mendengar dari mulut ke mulut, bahwa ada seorang anak muda yang bernama si Bungsu, yang berasal dari Payakumbuh, dari kakai gunung Sago, yang selalu berhasil membunuhi Jepang.
Diam-diam, nama anak muda itu menjadi macam tokoh dongeng dan legenda kehidupan mereka. Kaum lelaki dan perempuan, tua dan muda, menganggap anak muda itu sebagai suatu tokoh pahlawan yang hanya hidup dalam zaman dongeng.
Namun tiba-tiba saja, hari ini pahlawan dongeng mereka itu muncul. Dan kemunculannya tidak hanya sambil lenggang kangkung. Dia muncul lengkap dengan kemahirannya melucuti dan membunuh Jepang dengan samurainya. Dia muncul lengkap dengan kehebatannya memainkan samurai. Suatu kemunculan yang komplit seperti didalam dongeng yang mereka dengan selama ini.
@
I. Tikam Samurai