Lompat Tupai, tubuhnya segera berguling ke depan dengan kecepatan yang sukar diikuti mata. Dan letusan itu mengejutkan si Mayor. Begitu dia menoleh, begitu sesosok bayangan tegak di depannya. Mayor ini secara naluriah mengetahui bahaya yang mengancam. Dia segera mencabut samurai dengan tangan kiri. Tapi begitu samurai itu keluar dari sarungnya, begitu sebuah babatan menghantam samurainya tersebut.
Tangannya rasa kesemutan. Begitu kuat hantaman samurai itu. Tanpa dapat dia tahan samuarainya terpenta. Jatuh ke tanah. Dan saat itulah orang yang belum dia lihat wajahnya itu berputar ke belakang dan sebuah benda dingin, tajam, tipis dan menakutkan, menempel di lehernya. Anak muda itu tegak di belakangnya sambil memegang kepala si Mayor. Kepala Mayor itu dia buat tertengadah dan mata samurainya itu dia tekankan ke lehernya.
“Perintahkan semua anak buahmu melemparkan senjata mereka ke tanah, Mayor” Suara si Bungsu mendesis tajam. Bukan main cepatnya kejadian itu berlangsung. Sebahagian besar Serdadu Jepang itu masih tegak terpana. Dan kini menatap dengan mulut ternganga pada komandan mereka yang terancam itu.
Mayor itu sendiri hampir-hampir tak percaya kejadian yang dia alami ini. Dia tak yakin ada manusia yang dapat bergerak demikian cepatnya. cepat dalam bergerak. Dan cepat dalam memainkan samurainya.
“Si Bungsu . . .” akhirnya mayor itu bersuara perlahan.
Nama anak muda itu sudah menjadi buah bibir di antara para perwira di Markas besar mereka. Anak muda yang mahir dengan samurai.
“Ya. Sayalah si Bungsu Mayor. Dan saya tidak main-main dengan samurai saya ini. Sudah banyak bangsa saya yang terbunuh oleh samurai kalian ini. Dan dengan samurai ini pula, sudah puluhan Jepang yang saya bunuh. Dengan segala senang hati hari ini saya akan menambah jumlah itu dengan diri tuan. Yaitu kalau tuan tidak memerintahkan anak buah tuan melemparkan senjata mereka. . .”
Tanpa dapat ditahan Mayor itu merasakan seluruh bulu di tubuhnya pada merinding. Dia sudah berperang selam puluhan tahun. Mulai dari daratan Mongolia sampai ke daratan cina. Menembus rawa-rawa maut di sungai Yang Tse Kiang. Dia sudah menghadapi berbagai macam bentuk manusia yang siap merenggut nyawanya.
Dia sudah berhadapan dengan tentara Belanda, Amerika dan lain-lain. Namun dia tak pernah merasa gentar. Tapi sore ini, di bawah ancaman anak muda ini, tubuhnya tiba-tiba terasa mendingin. Tak hanya mendingin, buat pertama kali dalam hidupnya sebagai militer, tubuhnya tiba-tiba menggigil.
“Perintahkan Mayor Atau perlu kuhitung sampai sepuluh seperti engkau menghitung tadi ?”
Bulu tengkuk mayor ini tambah merinding. Dia sudah banyak mendengar, bahkan melihat sendiri betapa mayat-mayat tentara Jepang ketika akan menangkap anak muda ini di Tarok, terputus-putus seperti dijagai kena samurai.
“Lemparkan seluruh senjata kalian ke tanah . .” suara mayor itu terdengar serak.
Satu demi satu anak buahnya melemparkan senjata. Si Bungsu menyeret tubuh mayor itu hingga tersandar ke dinding rumah yang tadi hampir saja diledakkan dengan dinamit. Dengan meletakkan tubuh mayor itu tetap di depannya, maka si Bungsu dapat mengawasi seluruh pasukan Jepang itu.
“Suruh mereka berkumpul di dekat truk. Semuanya ..”Anak muda itu berkata lagi sambil memberi isyarat pada Datuk Penghulu dan kawan-kawannya yang berada di atas truk untuk turun. Mereka segera turun dan bergabung dengan di Bungsu di tepi dinding rumah.
“Cepat suruh mereka berkumpul dekat truk itu mayor….” si Bungsu kembali mengancam.
“Syo-i Atto. Perintahkan semuanya berbaring dekat truk. Lekasss..!!”
Mayor itu berteriak lagi dengan suara seraknya. Syo- I (Letnan dua ) itu segera melaksanakan perintah mayor tersebut. Sebaliknya tubuh si Bungsu menegang tiba-tiba begitu mendengar nama Atto disebut si Mayor. Demikian juga halnya dengan Datuk Penghulu. Mereka saling tatap. Mata si Bungsu menatap tajam dan membersitkan amarah yang hebat.
Atto Nama itu mengiang di telinganya. Dia teringat pada saat-saat menjelang kematian Mei-mei. Gadis itu mengatakan bahwa dia diperkosa oleh satu regu Kempetai. Yang memulai perkosaan itu adalah komandan mereka. Gadis itu mendengar namanya disebut dengan Atto. Dan kini Letnan dua yang bernama Atto itu siap melaksanakan tugasnya. Dia tegak di depan prajurit-prajurit Jepang yang jumlahnya sekitar delapan belas orang itu.
Seluruh senjata mereka seperti karabin, pistol dan samurai, bergelatakan di tanah. Si Bungsu segera tersadar dari lamunannya pada Mei-mei. Lamunannya dan kebenciannya membuat tangannya tak terkontrol Dan mata samuarinya amat tajam itu melukai leher si Mayor. Darah mengalir kebawah, tapi untunglah lukanya hanya luka luar saja. Tentara Jepang yang lain pada merinding.
Mereka menyangka anak muda ini sudah menyembelih pimpinan mereka. Si Bungsu menoleh pada Datuk Penghulu.
“Ambillah bedil yang ada di tanah itu. Dan juga pistol mayor ini. Awasi dia. Saya akan buat perhitungan . .”
@
I. Tikam Samurai