Tikam Samurai - 129

“Ayah berbini dua. Ibu Kak Reno adalah istrinya yang tua. Ibu saya istrinya yang kedua. Ayah menika dengan ibu ketika berdagang ke Tanjung Pinang. Sejak Jepang masuk ayah tak pernah lagi datang ke Pinang. Kini kami datang untuk mencarinya. Apakah beliau ada sehat-sehat…?
Si Bungsu terdiam. Dikepalanya terbayang lagi masa lalunya di kampung Situjuh Ladang Lawehh itu. Terbayang betapa suatu malam dia tertangkap ketika mengintai orang sedang latihan silat. Yang sedang latihan adalah Datuk Maruhun dan anak buahnya. Datuk Maruhun adalah wakil ayahnya. Wakil ayahnya sebagai guru silat. Dia sedang mengintai ketika Jepang datang menangkapnya.
Dan beberapa murid Datuk Maruhun terbunuh malam itu oleh Jepang. Dan Datuk Maruhun menyangka dia yang memberitahu Jepang tempat latihan itu. Dia dituduh membocorkan tempat latihan itu demi mendapatkan uang untuk berjudi.
“Apakah ayah masih hidup?” tiba-tiba si Bungsu kembali dikagetkan oleh pertanyaan perempuan muda didepannya.
“Saya tak tahu dengan pasti upik. Suatu malam dia ditangkap oleh Jepang. Rencananya akan dikirim ke Logas untuk kerja paksa. Tapi sebulan kemudian dia lolos bersama tiga orang temannya setelah membunuh dua orang tentara jepang yang menjaganya.
Mereka pulang ke kampung dimalam buta. Kemudian membawa istri dan anak-anaknya pergi melarikan diri. Sejak saat itu saya tak lagi mendengar dimana beliau. Tapi kini mungkin sudah dikampung. Kalau tidak ada disana, carilah anaknya. Anaknya yang tua, yang bernama Mukhtar kini menjadi anggota Gyugun di Padang. Pangkatnya kalau tidak salah Gun Syo (Sersan satu). Dari dia barangkali engkau dapat tahu dimana beliau..”
“Abang juga tak tahu dimana Kak Renobulan?” si Bungsu menggeleng. Perempuan itu menarik nafas. Wajahnya murung. Kemudian berkata perlahan…:
“Dahulu, dari seorang pedagang yang datang dari kampung, kami dengar Kak Reno akan menikah. Tunangannya seorang anak muda gagah tapi pejudi. Kabarnya ayah tak menyukai pertunangan itu. Tapi Kak Reno sendiri kabarnya mencintai anak muda itu sepenuh hatinya… hanya itu yang sempat saya dengar di Pinang. Apakah tak mungkin dia telah menikah dengan tunangannya itu…?”
Perempuan muda itu menatap pada si Bungsu. Si Bungsu jadi pucat.
Tapi dia yakin perempuan itu memamng bertanya dengan jujur. Tidak mempunyai prasangka apa-apa. Makanya dia mencoba menguasai diri.
“Tidak. Saya rasa mereka tak jadi menikah…” jawab si Bungsu cepat. Perempuan itu kembali menarik nafas.
Darimana Abang tahu bahwa mereka tak menikah. Apakah Abang mengenali tunangan Kak Reno?” si Bungsu kembali jadi pucat. Namun sebisa-bisanya dia menjawab juga.
“Ya. Ya. Saya kenal padanya. Kami sama-sama pejudi. Dan teman saya itu seingat saya belum pernah menikah…”
“Dimana tunangannya itu kini, apa kerjanya…?”
“Ah, tunangannya itu memang seorang lelaki pejudi. Mujur Renobulan tak jadi menikah dengannya. Kini dia kabarnya jadi luntang-lantung diburu-buru karena pernah membunuh orang….”
Si Bungsu menjawab pasti dengan mimik muka ikut membenci “tunangan” Renobulan itu.
“Kasihan kak Reno. Kabarnya mereka sama-sama mencintai. Dan yang pasti, kabarnya ka Renolah yang sangat mencintai tunangannya itu.” Si Bungsu menghirup kopinya. Kopi manis itu tiba-tiba terasa pahit ditenggorokkannya.
Diluar stokar truk itu memperbaiki terus per yang patah dan membuka ban yang bocor. Memberikannya ke tukang tambal. Jalan Payakumbuh ke Pakan Baru adalah jalan parah. Jalan menembus hutan rimba. Mendaki gunung dan menuruni lembah. Itulah jalan yang akan mereka tempuh sebentar lagi.
--o0o—
Kota Pekan Baru yang disebut-sebut sebagai dagang baru yang ramai disinggahi pedagang dari Minangkabau itu ternyata hanya sebuah kampung yang tak lebih besar dari Payakumbuh.
Malah dalam beberapa hal Payakumbuh lebih bagus. Jalannya sudah diaspal. Sementara Pekanbaru umumnya jalannya masih tanah. Di Payakumbuh sudah banyak rumah-rumah gedung yang bagus. Sementara di Pekan Baru hanya rumah papan.
Yang ramai hanyalah sekitar Pasar Bawah dan dekat Sungai Siak dimana terdapat sebuah pelabuhan kecil. Karena pelabuhan inilah rupanya kota kecil itu jadi ramai.
Orang banyak berdagang ke Kepulauan Riau yang mata uangnya sama dengan mata uang Malaya dan Singapura. Yaitu mata uang dolar. Sebahagian besar dari kampung yang disebut kota itu terdiri dari kebun getah dan rawa-rawa. Dibahagian kehulu pelabuhan ada sebuah mesjid yang indah. Mesjid Raya yang dibangun Sultan Siak Sri Indrapura. Di sekitar mesjid ini kampungnya bolehlah sedikit. Bersih dan teratur.



@



Tikam Samurai - 129