“Kenalkan ini teman-teman saya. Ini Letnan Badu. Pemimpin front Simpang Tiga. Ini sersan Yunus….” Lelaki itu memperkenalkan semua yang hadir.
“Dan ini kpral Aman dan prajurit Asir. Mereka yang mengawasi engkau di penginapan ditepi sungai Siak itu….” Si Bungsu tertegun mendengar penjelasan ini. Kedua lelaki itu adalah mata-mata yang dia duga dan juga diduga Emylia sebagai mata-mata Nevis.
Kedua lelaki itu tersenyum ketika menyambut uluran tangan si Bungsu.
“Oh ya, tentang diri saya. Nama saya Nurdin. Saya pemimpin front Pekanbaru ini…” lelaki itu memperkenalkan dirinya. Si Bungsu segara terlibat dalam pembicaraan dengan pejuang-pejuang di Kota Pekanbaru itu.
Pejuang-pejuang itu ternyata juga sudah mendengar cerita tentang diri si Bungsu jauh sebelum si Bungsu sampai di Pekanbaru.
“Siang tadi, waktu dikedai kopi itu saya memang curiga pada saudara. Soalnya saya pernah kecolongan sebulan yang lalu. Yaitu ketika Jepang masih berkuasa. Saya mengenal hampir tiap orang di kota ini.
Saudara tak saya kenal, dan saya selalu curiga terhadap semua orang baru. Sebab Belanda biasanya mengirim orang-orang baru untuk jadi mata-matanya. Sebab semua mata-mata Nevis di kota ini kami kenali dengan baik…..” Nurdin yang berpangkat Kapten itu menjelaskan tentang pertemuan mereka di kedai kopi siang tadi.
“Ya, tapi saya hampir saja mati kena pisau beracun Saudar…” si Bungsu menyela. Dan semua mereka tertawa. Kapten itu menceritakan kembali pada semua teman-temannya tentang peristiwa mula pertama dia didekati si Bungsu. Kemudian dia bentak untuk tak meletakkan tongkatnya di atas meja. Sampai pada dia melempar si Bungsu dengan dua buah pisau. Kemudian dia menyergap si Bungsu dan mengancam lehernya dengan pisau. Lalu pada peristiwa bagaimana si Bungsu melepaskan dirinya dari sergapan itu dan menghabisi Belanda-Belanda itu.
Mereka bercerita dengan asik.
“Tapi ada yang saya ingin tahu. Yaitu perempuan Amerika yang di penginapan itu….” Si Bungsu akhirnya tak dapat untuk tak menanyakan hal itu pada Kapten Nurdin.
“Oh ya. Saya yang memerintahkan untuk membunuhnya….”
“Kenapa harus dibunuh? Bukankah dia orang Amerika? Dan bukankah dia ahli sejarah yang akan menyelidiki kerajaan Siak Sri Indrapura?”
Kapten itu menarik nafas dalam.
“Demikian yang tertulis di paspornya. Tapi kami sudah mendapatkan informasi jelas. Kedua orang itu sebenarnya orang Kanada dan mempergunakan paspor palsu.
Mereka adalah bangsa Belanda yang kebetulan lahir di Kanada. Mereka memang profesor pubakala. Tapi mereka telah melakukan kegiatan mata-mata mulai dari Jakarta, Bandung, Medan dan kini di Kota ini. Perempuan cantik itu memang meta-mata yang sempurna. Di kota ini saja tak kurang dari sepuluh perwira Jepang yang masuk perangkapnya.
Dia menjebak para perwira itu ketempat tidur. Kalau cara itu tak dapat menaklukan perwira itu untuk membukakan rahasia militer Jepang di kota ini, mereka mempergunakan sistim racun. Rahasia yang diperoleh lalu dikirim dengan radio ke Singapura.
Dan sepuluh hari yang lalu, dua orang letnan kita juga masuk kedalam perangkapnya. Kedua letnan itu akhirnya dibunuh di Tanjung Rhu. Kami sudah berbulan-bulan dibuat pusing oleh bocornya rahasia-rahasia militer. Tak taunya, dia lah biangnya.
Telah tiga kali kami mengikuti dia dan berhasil memergoki dia memasuki markas rahasia Belanda yang dari luar seperti rumah biasa. Setiap dia masuk ke rumah itu, sehari kemudian pasti ada pengebrekan dan korban pihak kita berjatuhan.
Akhirnya kami berhasil mencuri paspornya dan dikirim salinannya ke Jakarta. Dari sana didapat jawaban, bahwa perempuan ini adalah seorang mata-mata yang berbahaya. Demikian juga suaminya”.
Si Bungsu hampir-hampir tak percaya akan pendengarannya. Tapi ketika Kapten itu menunjukkan bukti-bukti berupa radiogram dari markas pejuang, maka dia jadi yakin. Hanya yang jadi tanda tanya baginya adalah, kenapa Emylia menyelamatkan nyawanya dari luka beracun itu? Dan kenapa perempuan itu juga menyelamatkan dirinya dari tangkapan Belanda ketika Belanda menggedor kamar hotel?
Bukankah perempuan itu tegak ke pintu tanpa baju, mengatakan bahwa yang berbaring itu adalah suaminya yang sakit?
“Saya melihat saudara ragu dengan penjelasan saya…” Kapten Nurdin berkata.
“Tidak. Saya tak meragukannya. Tapi yang saya ragukan adalah beberapa soal…” dan si Bungsu menceritakan soal bagaimana perempuan Kanada itu mengobati lukanya. Kemudian menyelamatkan dari tangkapan Belanda.
Kapten Nurdin tak menjawab segera. Tapi dia baru menjelaskan hal itu ketika mereka hanya tinggal berdua saja.
Ada beberapa hal yang saya ketahui tentang perempuan itu Bungsu. Pertama, dia memang perempuan yang “lapar”. Dia memang membutuhkan lelaki dalam hidupnya. Tak cukup suaminya saja. Mana tahu, dia barangkali membutuhkan dirimu dan ada hal lain, yang saya rasa amat penting. Perempuan betapapun mata-matanya dia, tapi bisa saja jatuh hati bukan? Nah, bukanlah hal yang mustahil kalau dia jatuh hati padamu…”
@
I. Tikam Samurai