Tikam Samurai - 146

Dua orang tentara Belanda asli yang tadi masih duduk dibahagian depan lalu menyusul turun. Salah seorang tentara KNIL memerintahkan kedua perempuan yang ada diatas jeep itu untuk turun.
Dengan kepala menunduk karena malu, yang gadis lalu turun. Si Bungsu melihat betaoa mata gadis itu basah. Demikian pula ibunya yang tua. Dan setiap lelaki yang ada di pondok itu dapat menduga bahwa gadis itu telah dinodai Belanda.
“Turun disini, dan awas kalau lain kali tidak memberikan keterangan yang benar…..” KNIL itu berkata dengan suara yang dibesar-besarkan. Semua yang ada dipondok hanya menatap dengan diam. Tak seorang pun yang bicara.
Tentara Belanda yang tadi memegang stir, dan berpangkat Sergeant melangkah mendekati kedai. Masuk dan berdiri dekat si Bungsu.
“Apakah kalian ada mendengar para ekstremis lewat disini?” dia bertanya dengan suara yang dibuat agak ramah.
“Ada….!” Salah seorang diantara yang hadir dalam kedai itu menjawab pasti. Isi kedai itu hanya tujuh orang. Tiga diantaranya adalah si Bungsu dan teman-temannya. Yang satu pemilik kedai. Dua lagi adalah penduduk. Dan kedua penduduk ini memang benar-benar pejuang bawah tanah. Hanya saja tak seorangpun mengetahui bahwa mereka pejuang. Termasuk pemilik kedai itu!
Kini terdengar bahwa ada orang yang menjawab bahwa ada ekstremis atau pemberontak Indonesia lewat dekat situ, kedua pejuang ini jadi tegang. Semua mereka menatap pada orang yang menjawab pertanyaan serdadu KL itu.
Dan orang yang menjawab itu adalah si Bungsu!
Semua mereka jadi heran, sebab anak muda ini tak pernah mereka kenal sebelumnya. Dan kedua teman si Bungsu, anggota-anggota fisabilillah itu juga merasa kaget mendengar jawaban si Bungsu.
“Bila mereka lewat, dan apakah anda kenal dimana markasnya?” tentara Belanda itu mendesak.
“Ya saya kenal semuanya. Mereka ini justru tengah menyusun suatu rencana penyerangan ke Simpang Tiga. Mereka..” si Bungsu berhenti bicara. Matanya memandang kepada para lelaki yang ada dalam lepau itu. Yang juga tengah menatapnya dengan mata tak berkedip.
Si Bungsu tegak.
“Ikut saya, saya akan sampaikan dimana mereka…” katanya sambil melangkah keluar. Sergeant itu segera jadi maklum, bahwa lelaki ini pastilah tak mau laporannya didengar oleh orang dalam kedai tersebut. Karenanya dia lalu menurut.
Si Bungsu berhenti, kemudian menoleh pada kedua temannya tadi. Memberi isyarat dengan mata, lalu berkata:
“Hei, mari kita tunjukkan saja tempat pejuang-pejuang itu!” Kedua temannya anggota fisabilillah itu jadi maklum. Dan kedua mereka memberi isyarat pula pada dua orang pejuang dari Marpuyan itu dengan isyarat mata.
Sergeant itu menuruti langkah si Bungsu dari belakang. Namun gerakan si Bungsu berikutnya tak terikutkan oleh tentara Belanda itu. Sambil tetap berjalan perlahan, si Bungsu menghunus samurainya. Dan begitu ia berbalik, samurainya membabat perut tentara KL itu. Tentara itu mengeluh. Perutnya belah dua.
Keluhannya terdengar oleh ketiga temannya yang lain. Mereka menoleh, dan melihat temannya rubuh dengan perut berlumuran darah. Ketiganya mengangkat bedil. Namun saat itu pula ketiga pejuang yang lain menghambur. Ketiga bedil tentara Belanda itu tak dapat meletus. Sebab tiba-tiba saja  tiga pisau telah menancap dipunggung mereka,.
Bedil mereka terlepas dan berusaha untuk memegang punggung yang tertikam dan sakitnya bukan main itu.
Namun beberapa tikaman lagi, ketiga Belanda itu matilah sudah. Keajdian itu teramat cepatnya. Sejak jeep berloreng-loreng itu berhenti, sampai dengan matinya keempat Belanda itu, tak sampai dua menit!
Bahkan kedua perempuan yang mereka turunkan itu, masih belum meninggalkan jeep tersebut. Dan kini kini mereka tertegun. Belanda itu sudah mati. Tapi apa yang akan diperbuat selanjutnya?
Mereka jadi pucat sendiri. Pemilik kedai wajahnya pucat bukan main. Mereka memang benci pada Belanda. Tapi ketakutan setelah pembunuhan ini juga besar. Mereka takut pada pembalasan Belanda!
“Naikkan mereka ke atas jeep……” si Bungsu berkata sambil memandang ke arah Simpang Tiga. Dari jauh kelihatan debu mengepul. Yang datang itu pastilah sebuah mobil. Hanya tak diketahui apakah kendaraan itu kendaraan militer atau kendaraan sipil.
Namun kendaraan papaun yang datang itu, apakah militer atau sipil keduanya sama-sama berbahaya bagi mereka. Bila kejadian ini diketahui Belanda maka pembalasan yang mengerikan akan menimpa penduduk Marpuyan.
“Itu power tentara Belanda!” Suman yang anggota fisabilillah, yang datang bersama si Bungsu dari Pekanbaru berkata. Mereka bergegas menaikkan mayat-mayat itu ke atas jeep. Menggulingkan di bak belakang.



@



Tikam Samurai - 146