“Tidak. Apapun urusan kalian dengannya ki ni harus melalui tanganku…”
“Hmm, anak muda asing. Sejak kapan kau mencampuri urusan orang lain di negri ini?”
“Sejak kalian mencampuri urusanku…”
Lelaki gemuk itu tertawa berguman.
“Sejak kapan saya mencampuri urusanmu anak muda?”
“Bukankah kalian datang untuk mencabut nyawaku?”
Lelaki gemuk itu tertawa lagi perlahan. Suaranya seperti berguman rendah. Nampak bahwa dia sangat tenang sekali. Dan itu membuat si Bungsu jadi waspada. Orang gemuk ini tentulah orang yang sangat berisi.
“Siapa bilang bahwa kami menghendaki nyawamu? Tak ada urusan kami denganmu anak muda. Engkau boleh pergi kemanapun engkau suka. Kami hanya berurusan dengan Zato Ichi”
Si Bungsu tertegun. Benarkah lelaki ini bukan dari Kumagaigumi? Dan benarkah mereka bukan menghendaki nyawanya? Ketika dia tengah berfikir itu, dia mendengar suara dengus nafas perlahan di belakangnya. Dia menoleh. Dan Zato Ichi berdiri di sana sambil menahan sakitnya.
“Ichi-san….!” Katanya kaget.
Zato Ichi menatap pada lelaki botak itu.
Dia coba mengenalinya. Namun dia benar-benar tak mengenal lelaki itu.
“Saya dengar anda mencari saya…” katanya. Lelaki botak yang mengaku dari Kuil Kofukuji di kota Nara itu menatap tajam pada Zato Ichi. Pendekar buta itu seperti menatap padanya dengan matanya yang buta. Aneh dan agak menyedihkan memang.
“Ya. Saya mencari anda….masih ingat kuil Kofukuji di Nara?”
Zato Ichi menarik nafas panjang. Menghembuskannya seperti menghembuskan masa lalu yang pahit.
“Ya. Saya masih ingat. Siapa anda?” tanyanya perlahan.
“Saya dahulu pernah mengepalai pendeta di kuil itu. Nama saya Zendo…”
“Zendo…” Zato Ichi mengulang menyebut nama itu seperti berfikir.
“Zendo….maafkan saya tak bisa mengingat”
“Ya, engkau takkan pernah mengingat nama itu Zato Ichi. Karena ketika pemimpin Kuil Kofukuji yang bernama Akira engkau bunuh, empat puluh tahun yang lalu, aku masih kecil. Masih berusia sepuluh tahun…”
Zato Ichi kembali menarik nafas panjang.
“Akira…..” katanya perlahan.
“Ya. Akira dari Kofukuji adalah abangku yang paling tua…”
Zato Ichi jadi sangat terkejut.
“Engkau adik Akira?”
“Ya. Dan kini aku datang untuk menuntut pembantaian yang sudah empat puluh tahun itu…”
“Ah, sudah lama sekali…” suara Zato Ichi terdengar perlahan. Sementara dia mengangsurkan dirinya ke samping. Kemudian perlahan duduk di kursi batu. Tiga depa dari si Bungsu.
“Ya. Sudah lama sekali. Sudah empat puluh tahun. Dan selama itu pula saya menanti kesempatan ini Zato Ichi. Kesempatan untuk membalaskan dendam kematian abang saya…”
“Apakah engkau mengerti apa yang sebenarnya terjadi antara saya dengan abangmu itu Zendo? Maksud saya, apakah engkau mengerti sepenuhnya kenapa kami bertarung, dan menyebabkan kematiannya?”
“Kenapa tidak. Suatu malam seorang buta datang ke kuil, kelak saya ketahui bahwa orang buta itu adalah engkau, abang saya nampaknya bersahabat dengan anda. Dia menerima anda dengan baik. Tapi esok paginya, dia telah terbujur jadi mayat dengan seorang imam kuil, sementara engkau tak ada lagi disana.
Menurut penuturan imam yang lain, kalian bertengkar perkara sumbangan keluarga Kendo pada kuil. Dan sumbangan yang merupakan wakaf itu adalah milik kuil. Kenapa engkau ikut campur urusan abangku yang menjadi pemimpin Kuil itu? Tapi kini persoalannya adalah hutang nyawa di bayar nyawa. Kami datang untuk menuntut balas”
Sehabis berkata begini, tanpa menunggu reaksi dari Zato Ichi, kesepuluh orang itu segera saja mendekat.
“Tunggu….” Pendekar buta itu masih coba menghindarkan pertumpahan darah.
Zendo memberi isyarat. Dan kesembilan temannya yang bergerak maju menghentikan langkah.
“Harapkan dengarkan dahulu Zendo-san. Saya tak ingin kesalahpahaman itu terulang lagi…”
“Apakah engkau akan berkata bahwa yang bersalah dalam hal itu adalah abangku?”
“Dengarlah dulu…”
Tapi Zendo tak mendengarkan. Nampanya dendam selama 40 tahun itu merupakan dendam yang harus dibalaskan hari ini.
Namun mereka terhenti lagi ketika anak muda yang bernama Bungsu itu maju tegak antara mereka dan Zato Ichi.
@
Tikam Samurai - II