Tikam Samurai - 166

Di dalam kamar, lelaki muda itu mendengar gadis tadi. Suara bergumul seperti orang berlarian didalam kamar tersebut.
Dia mengumpulkan ingatannya lagi.
Bukankah gadis itu yang dia temui dua hari yang lalu di jalan Ginza? Saat itu dia akan pergi ke Shibuya mencari temannya sekapal dulu.
Dia bingung harus naik apa. Ada kereta api, tapi dia tak tahu pasti apakah kereta itu akan ke Shibuya. Tengah dia kebingungan begitu, dia melihat seorang gadis lewat mengapit buku. Bergegas dia mendekati gadis itu dan membungkuk hormat.
“Sumimasen, kono densha wa Shibuya e ikimasu ka” (Numpang tanya, apakah kereta listrik ini pergi ke Shibuya). Tanyanya dalam bahasa Jepang yang terasa kaku.
Gadis itu menoleh. Dan selintas saja dia melihat betapa cantiknya gadis Jepang tersebut. Berumur paling banyak baru delapan belas. Berambut hitam panjang. Berhidung mancung dan bermata gemerlap dengan tubuh yang indah.
Tapi gadis itu segara saja melotot lalu meneruskan perjalanannya tanpa menjawab sepatahpun. Dia jadi malu.
Dan kini, bukankah gadis itu yang ada dalam kamar bersama tentara Amerika itu?
Hmm, gadis cantik yang sombong. Ternyata jadi gula-gula tentara Amerika. Dia menarik nafas panjang. Duduk bersandar di kursi di lorong di depan kamarnya itu sambil berkelumun kain sarung.
Dari kamar-kamar yang lain dia dengar suara tawa cekikikan perempuan. Tapi dari kamarnya yang dia tinggalkan tadi, dia mendengar suara orang berggumul. Suara rintihan perempuan. Suara caci maki tentara Amerika itu. Suara kain robek.
“Oh jangan. Jangan….jangan!” suara gadis itu terdengar menghiba-hiba.
Dan tiba-tiba pula, lelaki yang duduk berkelumun kain sarung diluar itu, yang tak lain dari si Gungsu jadi tertegak!
Gadis itu jelas tak menyukai perlakukan tentara Amerika tersebut. Dia mendengar betapa sejak tadi sebenarnya gadis itu lebih banyak meronta, menghindar dari perbuataan buas serdadu itu.
Ketika dia dengar gadis itu kembali bermohon menghiba-hiba, si Bungsu segera teringat pada kakaknya yang diperkosa Saburo Matsuyama. Dan tanpa dapat dia tahan, tiba-tiba pintu TO itu dia renggutkan dengan kasar.
Letnan Amerika itu terhenti. Si Bungsu melihat gadis itu terduduk lemah dengan pakaian yang compang camping di sudut ruangan. Sementara Letnan itu dengan tubuh yang hampir telanjang berusaha menyeretnya kembali ke atas kasur.
Tentara Amerika itu mendelik padanya.
“Get Out!!” Letnan itu berteriak berang.
Namun si Bungsu dengan mata  yang menatap dingin, tetap tegak mengangkang di pintu. Menatap dengan wajah penuh benci pada tentara Amerika tersebut.
“Keluar, syetan!!” tentara Amerika itu kembali menghardik.
“Lebih baik anda yang keluar. Gadis ini tidak mau diperlakukan demikian. Cari saja perempuan yang lain….” Suara si Bungsu terdengar datar.
Dengan suatu geraman seperti macan kelaparan, letnan bertubuh besar itu menerkam si Bungsu. Rasa berkuasa sebagai tentara yang menang perang membuat tentara ini menganggap semua orang bisa dia makan.
Namun terkamannya terhenti separoh jalan. Si Bungsu menanti terkaman itu dengan suatu tendangan telak. Kakinya mendarat di kerampang letnan yang hanya bercelana kotok kecil itu.
Terdengar dia mengeluh. Matanya mendelik. Kemudian dengan sempoyongan sambil memaki panjang pendek, dia berjalan keunggukan pakaiannya. Dan tiba-tiba dia membalik dengan pistol ditangan.
Namun nasib tentara ini bernasib malang. Anak muda yang dia hadapi itu ternyata seorang yang sangat peka terhadap perkosaan. Di hatinya telah tergores luka dan dendam yang luar biasa akibat perkosaan yang dilakukan pada kakaknya bertahun-tahun yang lalu di Situjuh Ladang Laweh.
Dan saat ini, naluri dendamnya itulah yang bicara. Begitu dia melihat letnan itu  mengacungkan pistol ke arahnya, tanpa membuang waktu tubuhnya berguling di lantai. Lompat tupai!
Gerakan yang tersohor ini dia pergunakan sesaat sebelum pistol itu menyalak.
Letusan itu mengejutkan semua isi penginapan. Dan letusan itu menerkam pintu TO pada bingkainya. Pintu tercampak.
Letnan itu berputar mengarahkan pistolnya pada lelaki yang kini berada di kananya. Namun yang dia hadapi adalah seorang anak muda yang telah lolos dari ribuan maut yang pernah mengancam. Anak muda yang dia hadapi sebenarnya adalah sisa-sisa kebuasan perang dan kebuasan rimba raya yang jauh lebih dahsyat.
Kini anak  muda itu tegak disisinya dengan sebuah tongkat ditangan kiri!. Dan begitu dia berniat menarik pelatuk pistolnya, saat itu pula tangan anak muda itu bergerak. Segaris cahaya putih yang sulit untuk diikuti kecepatannya, berkelabat.



@



Tikam Samurai - 166