Namun, meskipun dia sadar bahwa anak muda itu takkan terlawan, dia tak mau membuat anak muda itu kecewa. Dia harus melawannya. Anak muda itu tak mau membunuh Michiko. Itu saja sudah sebuah kebaikan yang takkan mungkin dia lupakan diakhir hayatnya ini.
“Baiklah. Saya akan melawanmu….” Katanya perlahan. Kemudian perlahan dia mencabut samurai yang terancap di lantai di sisi Michiko.
Dia tegak lurus-lurus menatap si Bungsu. lagu perlahan-lahan kepalanya berpaling kepada para pendeta anak buahnya yang tegak berkeliling.
“jika dia keluar sebagai pemenang dalam perkelahian ini, biarkan dia keluarkan dengan selamat dari sini. Dia menang dalam suatu perkelahian yang terhormat. Karena itu dia berhak dihormati sebagai seorang samurai sejati…’
Sehabis berkata begini, dengan cepat kakinya menggeser dua langkah menghampiri si Bungsu. Michiko sudah tak sadar diri. Dia tetap terlentang. Ketika si Bungsu mengancamkan samurai kelehernya, dia ingin mati saja di tangan anak muda itu.
Dan ketika si Bungsu akan membunuh atau memperkosanya, dia sudah tak sadar diri. Hatinya benar-benar sakit dan terluka mendengar ucapan anak muda yang diam-diam dia cintai itu. Kalau saat ini dia jatuh pingsan, maka dia pingsan bukan karena luka di pungggungnya. Melainkan karena luka dihatinya.
Dan saat itu Saburo Matsuyama sudah berhadapan dengan si Bungsu!
Ketika Saburo maju menggeserkan kakinya di lantai, perlahan si Bungsu menyarungkan kembali Samurainya. Samurainya itu dia pegang di tangan kiri. Tangan kanannya terkulai lemah. Dia menahan nafas.
Semua pendeta yang mengelilingi mereka jadi terheran-heran akan sikap demikian. Tadi anak ini yang menantang Obosan mereka. Tapi kini, ketika Obosan maju dengan samurai siap menyerang, tahu-tahu anak muda itu menyarungkan samurainya kembali.
Apakah anak muda ini merasa takut dan merobah niatnya? Pikir mereka.
Namun yang tak heran, malah terkejut melihat sikap anak muda itu adalah Saburo Matsuyama.
Tadi dia sudah menebak, bahwa anak muda ini bertarung dengan hati dan nalurinya. Tidak dengan sistim dan ilmu silat samurai biasa.
Dan begitu melihat samurai si Bungsu menyisipkan samurai, dia segera tahu, bahwa anak muda ini benar-benar seorang yang tangguh. Seorang yang amat percaya pada diri dan kemampuannya.
Dan dia ingin mencoba.
Sebuah bentakan berikut suatu serangan tiga kali bacokan cepat dia lakukan pada si Bungsu. serangannya amat cepat. Malah cepat sekali. Dia menyerang sambil pindah tempat dua kali. Serangan pertama ke arah leher dari depan. Serangan kedua dari kiridengan memindahkan kaki kanannya ke samping menyerang pinggang. Serangan ketiga dari kanan dengan menggeserkan kaki kirinya menyerang lutut!
Namun tangan kanan si Bungsu bergerak seperti bayang-bayang. Ketiga serangan itu dia tangkis tanpa menggeser tegak seincipun! Bunga api beberapa kali memercik ketika samurai mereka beradu!
Mereka kini tegak saling pandang. Saburo dengan kaki kiri di depan dengan samurai teracung setinggi dada. Si Bungsu tegak dengan kaki terpentang ke kiri dan ke kanan selebar bahu. Samurai sudah dalam sarung di tangan kiri!
Tiba-tiba kembali dengan gerakan cepat Saburo mengelilingi si Bungsu, dan begitu dia berada di belakang, dia melancarkan serangan kilat memancung dari atas. Si Bungsu membelintangkan samurainya di atas kepala.
Tapi ternyata serangan itu hanya serangan tipuan. Serangan yang sebenarnya bukanlah dengan samurai. Melainkan dengan tendangan! Tendangan Saburo menghantam punggung si Bungsu!
Namun tipuan ternyata di balas dengan tipuan. Si Bungsu bukannya tak tahu bahwa gerakan itu adalah gerakan tipuan. Hal itu dia ketahui dari arah angin yang berpindah akibat serangan kaki Saburo!
Dia menarik samurainya yang membelintang di atas kepala dan kini samurai bersarung itu menghantam lutu Saburo!
“Prakkk!!” sarung samurainya mengebrak lutut Obosan itu. Saburo tersurut. Dia jadi pucat. Sebenarnya kalau si Bungsu mau, maka dia tak perlu menangkis dengan samurai bersarung. Melainkan dengan samurai telanjang. Dan kalu itu sampai dilakukan anak muda itu, maka kini Saburo tidak lagi memeiliki kaki kanan dari lutut ke bawah!
Dia jadi ngeri. Namun sekali lagi dia menggebrak maju. Waktu itulah Michiko yang pinsan jadi sadar. Melihat betapa ayahnya menyerang anak muida itu, dia memekik memanggil:
“Ayaaaah. Jangaaaaaannn!!!” dan gadis itu tidak hanya sekedar menjerit, dia langsung berdiri dan lompat ke tengah pertarungan!
Saat itu samurai Saburo telah melayang ke arah belikat si Bungsu. samurai si Bungsu menghantam dengan kekuatan penuh. Samurai Saburo terlempar ke udara. Persisi seperti terlemparnya samurai di tangan ayah si Bungsu, Datuk Berbangsa di Situjuh Ladang Laweh beberapa tahun yang lalu.
@
Tikam Samurai - II