Suara azan di Kyoto. Menyebabkan dia teringat pada kampung halamannya. Suara azan itu seperti suara azan dari mesjid di kampungnya. Menyelinap diantara dedaun pohon. Menembus udara dingin.
Dan kakinya melangkah mencari sumber suara azan itu. Dimanakah dia kini?
Seorang tua terlihat berjalan cepat-cepat dengan sandal kayunya yang berbunyi berdetak-detak di jalan yang terbuat dari semen.
“Maaf, numpang tanya…”
“Hai….” Jawab orang tua itu sambil berhenti.
“Dengar suara itu?”
“Anda maksud suara azan itu?” tanya lelaki tua itu.
“Ya, suara azan itu…” jawab si Bungsu heran. Heran kenapa orang tua Jepang ini mengetahui kalau suara itu adalah suara azan.
“Apakah anda orang Kristen?” tanya orang tua itu.
“Tidak, saya orang Islam…”
“Itu dari mesjid kami. Mesjid Okazaki….” Kata orang tua itu sambil mempercepat langkahnya. Si Bungsu mengikuti langkah orang tua itu. Setelah berbelok ke kiri dua kali, tiba-tiba dia melihat sebuah gedung tua yang ditengahnya ada kubah.
“Mesjid…!” katanya hampir-hampir tak percaya. Orang tua itu telah masuk.
Di kanan mesjid yang tak seberapa besar itu ada sebuah kolam yang airnya mengalir terus. Si Bungsu mengambil wudhuk di sana. Kemudian menaiki tangga mar-mar. lalu dia berada di pintu sebuah ruangan yang bersih mengkilap.
“Assalamualaikum…” katanya.
“Waalaikumussalam…” belasan lelaki yang ada dalam ruangan itu menjawab tanpa menolehkan kepala.
Jam dinding tua yang tergantung menunjukkan angka tiga romawi. Suara detaknya bergema perlahan. Seorang Imam langsung tegak. Dan sembahyang berjemaah itupun mulai.
Si Bungsu tegak di saf kedua.
Bacaan ayat Imam tua itu terdengar lancar dan fasih sekali. Si Bungsu seperti sholat ketika di Bukittinggi bersama penduduk Tarok. Yaitu takkala dia hidup di kampung kecil itu bersama Mei-mei.
Ketika membaca doa, tiba-tiba dia rasa tenteram dan bahagia menyelimuti hatinya. Dia merasa suatu ketentraman karena tak membunuh Saburo.
Dia yakin, ayah, ibu dan kakaknya yang sudah almarhum juga menyetujui putusannya untuk tidak membunuh Saburo.
Bukankah melupakan dendam merupakan suatu pekerjaan mulia? Memang suatu pekerjaan yang alangkah sulitnya buat melupakan segala amarah. Menghapiskan dendam. Tapi bukankah Islam mengajarkan bahwa melupakan dendam itu merupakan bahagian dari keimanan?
Dia sendiri, sudah berapa nyawa yang dia cabut? Benar dia membela diri. Tapi bagaimana kalau anak dari orang-orang yang dia bunuh lalu mencari dirinya dan menuntut balas?
Dia terduduk lama sekali di mesjid kecil disudut taman Okazaki di daerah Higashiyama-ku. Yaitu suatu taman di seberang sungai Takano.
Dia merasa tenteram.
Kini tugasnya selesai. Dia harus kembali ke Indonesia. Begitu ingatan untuk kembali menyelusup dihatinya, dia segera teringat pada cincin jari manisnya.
Dia menatap cincin itu.
Cincin pemberian Salma di Bukittinggi. Sedang mengapa gadis itu kini? Sudah berlalu masa empat tahun sejak dia meninggalkan kota itu.
Apakah dia sudah menikah? Dia lalu berniat pulang ke hotelnya. Tapi kemana dia harus pergi?
Hari sudah senja. Tadi dia berjalan tanpa tujuan. Tak dinyana dia sudah sampai kemari. Jalan mana saja yang dia tempuh?
Dia keluar dari mesjid itu dengan perasaan benar-benar lapang dan lega.
Ketika tiba di jalan besar, sebuah taksi tua lewat. Dia menyetopnya.
“Bisa mengantar saya ke hotel Kamo di daerah persimpangan Imadegawa?”
“Bisa, silakan naik….” Jawab sopir taksi tersebut. Dia lalu naik. Dan tak si tua itu melaju mengantarkannya ke hotel dimana dia menginap.
Hari telah senja benar ketika dia sampai di hotelnya. Dia tidur dengan lelap malam itu. Apalagi yang harus dia fikirkan? Selama ini dia selalu tak lelap tidur. Bagaimana dia akan tidur nyenyak kalau dihatinya selalu membara dendam yang amat dahsyat?
Untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun terakhir ini, dia bisa bernafas dengan lega. Dia tak lagi memikirkan bagaimana cara untuk mencari Saburo. Dan tak pula harus memikirkan bagaimana caranya berkelahi melawan bekas perwira itu. Fikirannya tak lagi dibebani ketakutan. Takut berhadapan dan takur dikalahkan.
Bekankah beban mental begini selalu dialami oleh orang-orang yang akan bertarung? Kekalahan adalah sesuatu yang amat ditakuti setiap orang yang akan bertanding.
Padahal dalam kalimat pertarungan hanya ada dua kemungkinan.
@
Tikam Samurai - II