Tidak, yang dialami Michiko sebenarnya bukan hanya kebencian dan dendam saja. Jika dibandingkan antara dia jutuh dan delapan tahun yang lalu, yaitu ketika ayah, ibu dan kakaknya dibunuh Saburo, maka keadaan gais ini jauh lebih menyedihkan.
Perbedaannya terutama pada dua hal. Pertama, si Bungsu adalah seorang lelaki. Betapapun sengsara yang menimpa dirinya, sebagai seorang lelaki dia masih tetap punya keteguhan.
Sementara Michiko adalah seorang wanita. Betapa perkasanya seorang perempuan, namun fitrahnya tetap saja seorang perempuan. Lengkap dengan kelemahan-kelemahannya.
Dan perbedaan yang kedua adalah soal perasaan. Si Bungsu mendendam dan membenci Saburo sebagai lawan yang benar-benar tegak berlain sisi dengan dirinya. Artinya, dia tak kenal Saburo. Dan dalam situasi itu, Saburo justru adalah lelaki yang harus dia bunuh. Sebab lelaki itu adalah tentara dari suatu negeri yang menjajah negerinya.
Jadi tak ada beban jiwa yang dipikul si Bungsu dalam memusuhi Saburo.
Berlainan halnya dengan Michiko. Dia kini membenci dan memusuhi lelaki yang telah menyelamatkan kehormatan dan nyawanya. Dan lebih daripada sekedar hanya pertolongan itu, yang lebih parah adalah karena dia harus membenci dan mendendam pada lelaki yang dia cintai! Inilah beban yang paling berat yang harus dipikul gadis itu!
Sejak anak muda itu menyelamatkan dirinya dari perkosaan di hotel Asakusa di Tokyo dahulu, dia sudah tak bisa melupakannya. Dan peristiwa di kereta api ketika menuju ke Kyoto ini menyebabkan hatinya benar-benar tertambat pada pemuda Indonesia ini.
Sikap si Bungsu yang lembut, tutur sapanya yang sopan dan tahu menempatkan diri, dan sudah tentu keperkasaannya, meruntuhkan hatinya.
Setiap yang dia pikirkan adalah bagaimana bisa bertemu dengan anak muda itu. Dia benar-benar merindukannya.
Dan dalam saat seperti itulah bencana itu terjadi. Si Bungsu ternyata mencari ayahnya untuk membalaskan dendam. Dan dalam pertarungan kemarin, si Bungsu telah melukai punggungnya dan mengalahkan ayahnya. Meskipun ayahnya mati karena harakiri, namun hal itu takkan terjadi kalau tidak karena si Bungsu.
Kematian ayahnya adalah kematian segala-galnya bagi gadis ini. Itulah sebanya kenapa dia merasa benci dan berniat menuntut balas pada si Bungsu. membenci dan memusuhi orang yang sangat dicintai! Adakah hal lain yang lebih menyiksa dalam hidup ini selain yang dialami Michiko?
Dan si Bungsu menyadari hal itu. Itulah sebanya dia tak sampai hati melayani amarah gadis tersebut.
Dan ketika Michiko kembali melontarkan tantangannya, si Bungsu memberi hormat dengan membungkuk dalam-dalam, kemudian dengan tangan kanan tetap memegang luka yang mengalirkan darah di bahu kirinya, dia melangkah pergi.
Michiko yang perasaannya benar-benar terluka dan menderita, berteriak menahannya:
“Lelaki pengecut, jangan pergi sebelum kau lunasi hutang nayawamu!!”
Sambil berkata begini, dia menghayunkan samurai di tangannya. Namun pendeta-pendeta kuil Shimogamo yang mengitarinya segera turun tangan mencegah. Para pendeta ini memang menghormati sikap si Bungsu.
Dan secara kesatria pula, mereka mengagumi anak muda itu. Mereka memang menghormati Obosan mereka. Tapi kisah anak muda ini, bagaimana bertahun-tahun dia mencari Saburo yang telah jadi Obosan itu untuk membalaskan dendamnya, benar-benar membuat mereka jadi simpati!
Apalagi dari mulut Saburo sendiri sesaat sebelum meninggal mereka mengetahui bahwa anak muda itu telah menolong Michiko dari perkosaan tentara Amerika di Tokyo.
Michiko terkulai pingsan.
Bukan karena dendamnya tak kesampaian untuk membunuh si Bungsu. tidak. Dia pingsan karena pukulan bathin yang luar biasa.
Dia ingin si Bungsu tak meninggalkan tempat itu. Dia ingin si Bungsu menemanyinya dalam saat dukanya ini. Dia ingin pemuda itu melindunginya dalam dekapan yang kukuh. Dia ingin pemuda itu membelai wajahnya. Menciumnya dengan penuh sayang. Dia ingin sekali semuanya.
Tapi disaat yang bersamaan, dia juga ingin anak muda itu mati ditangannya. Dia ingin anak muda itu tercencang tubuhnya oleh samurainya. Dia ingin membalaskan dendam kematian ayahnya. Dia ingin anak muda itu tak pernah ada di permukaan bumi ini.
Dan keinginan yang alangkah bertolak belakangnya ini, memukul bathinnya secara dahsyat. Itulah yang membuat dirinya tak sanggup tegak dan rubuh pingsan! Gadis ini benar-benar seorang yang patut dikasihani. Demikian berat cobaan yang mendera dirinya dalam usia yang belum cukup dua puluh tahun.
Si Bungsu tak mengetahui, bahwa di saat dia membelakang dan menjauhi tempat itu. Michiko rubuh pingsan.
Dia melanjutkan langkahnya meninggalkan altar tersebut. Meninggalkan kuil Shimogamo itu. Meninggalkan prosesi pemakaman Obosan Saburo Matsuyama. Lelaki yang pernah dia cari selama bertahun-tahun untuk membalaskan dendam keluarganya.
Dan hari ini, lelaki itu dikuburkan dengan upacara penuh kehormatan.
@
Tikam Samurai - II